Hangatnya Senyuman Ibu Sambungku Mengisi Kekosongan Hatiku

Endah Wijayanti diperbarui 09 Jan 2021, 07:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh: Nony Erau Nurtia

Awal tahun 2011 menjadi perjalanan terberat bagiku. Aku kehilangan sosok penyemangat yang selama hidupnya selalu menyayangiku tanpa pamrih. Ibuku pergi untuk selamanya kembali kepada Sang Pencipta, meninggalkan kenangan manis dan penyesalan dalam diriku karena belum sempat membahagiakannya. Beberapa tahun berselang, aku tumbuh menjadi sosok yang lebih tegar dan kuat, tidak mudah mengeluh walaupun tidak ada ibu di sisiku.

Sampai pada suatu hari ayah meminta izin untuk bisa menikah kembali, sepertinya ayah lebih rapuh daripada aku. Ternyata beliau telah memantapkan hati untuk memperistri seorang wanita yang saat ini telah menjadi ibu sambungku. Aku sangat mengerti ayah lebih membutuhkan pengganti ibu daripada aku, oleh karena itu aku tidak mempermasalahkan keputusannya. Di sisi lain aku juga tidak berharap banyak bisa merasakan kehadiran seorang ibu. Bagiku yang terpenting ayahku bahagia.

Jika saat kecil aku selalu dibayangi sosok ibu tiri seperti kisah si bawang putih dan bawang merah, pada kenyataannya ibu tiriku memiliki hati yang baik. Ia menganggap aku dan anakku seperti darah dagingnya sendiri. Segala yang ia lakukan kepada kami membuatku teringat kehangatan ibuku dulu.

2 dari 2 halaman

Ibu Tiri yang Sangat Baik

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/oduaimages

Suatu hari anak pertamaku sakit dan menangis sepanjang malam, tanpa kuminta ibu tiriku rela terjaga di malam hari menggendong cucunya agar aku bisa beristirahat. Entah karena sudah terlalu lelah, akhirnya aku tertidur namun masih terdengar sayup-sayup anakku menangis. Aku terbangun di tengah malam sekitar pukul 03.00. Kulihat anakku sudah tertidur dan di sampingnya ada ibu tiriku yang sedang duduk sambil mengusap-usap punggung cucunya dengan mata yang terpejam. Ada kain jarik yang masih menyelempang di bahunya, sepertinya dia benar-benar terjaga untuk menidurkan putraku. Saat itu untuk pertama kalinya aku merasa kekosongan setelah kepergian ibu mulai terisi.

Ketika aku melahirkan anak kedua pun, ibu tiriku tidak lantas berhenti menunjukkan perhatiannya. Ia menyiapkan segala keperluanku agar aku bisa segera pulih, menyelesaikan pekerjaan rumah, dan memasak makanan kesukaanku. Ia menjadi teman cerita dan bersedia mendengar keluh kesahku. Dalam gerak-geriknya ada kepedulian, pandangan matanya menunjukkan kasih sayang. Tanpa dijelaskanpun aku bisa melihat ada keihklasan dari setiap yang ia lakukan untuk kami.

Jika berkunjung ke rumahku beliau selalu membawa buah tangan. Walaupun aku tahu ia tidak memegang banyak uang, tapi ada saja yang ia bawa untukku setiap kali datang. Mulai dari bumbu racikannya yang siap pakai untuk memasak, kue kering untuk camilanku, sampai alat untuk memasak. Memang bukan hal mewah, tapi bagiku itu suatu bentuk perhatian yang menyentuh, karena ia paham apa yang aku perlukan. Kehadiran ibu sambung tidak akan pernah menggantikan ibu kandungku sendiri, tapi setidaknya dengan senyum dan perhatian yang ia berikan aku bisa kembali merasakan kasih ibu yang hangat.

#ElevateWomen