Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.
***
Oleh: Astrini
Ketika anakku berusia lebih kurang hampir dua tahun, aku memutuskan untuk berhenti mengikuti sejumlah akun “mamagram”. Mungkin beberapa orang beranggapan hal tersebut berlebihan. Ya enggak masalah. Tapi itu aku lakukan for the sake of my serenity and it works!
Pada saat itu, aku merasa kemampuan berbicara anakku agak terlambat. Orang-orang di sekitarku mengatakan, “Wajar anak lak-laki telat berbicaranya," “Enggak apa-apa nanti juga bisa bicara sendiri," “Kamu terlalu insecure," dll. Alih-alih merasa tenang, sebagian dari hatiku yakin bahwa anakku butuh bantuan.
Aku banyak mencari informasi seputar masalah ini setelahnya. Tentang langkah apa yang harus aku persiapkan, screening tumbuh kembang seperti apa yang paling tepat di lakukan, dsb. Berbekal beberapa informasi yang aku dapatkan dari kerabat yang pernah memiliki pengalaman yang sama, aku pergi ke sebuah rumah sakit untuk melakukan screening tumbuh kembang dengan seorang dokter rehab medik. Hasilnya menunjukkan bahwa anakku harus menjalani terapi wicara karena benar, kemampuan bicaranya agak terlambat.
Jadwal terapi anakku dua kali dalam seminggu dan berlangsung selama 45 menit di setiap sesinya. Terapi tersebut dilakukan di sebuah Klinik Tumbuh Kembang. Tidak hanya memfasilitasi terapi wicara saja, klinik tersebut juga memfasilitasi terapi lainnya seperti Sensori Integrasi yang mayoritas pasiennya adalah anak-anak berkebutuhan khusus.
What's On Fimela
powered by
Terinspirasi dari Ibu-Ibu Lainnya
Selagi anakku menjalani terapi, aku banyak berinteraksi dengan ibu-ibu hebat yang sedang mengantar anaknya terapi juga. Suatu hari, aku duduk bersama seorang ibu yang menyapaku duluan. Dia berkata, “Kenapa anaknya, Bu? Kelihatannya sehat-sehat saja?” Aku tersenyum dan menjelaskan bahwa anakku sedikit terlambat berbicara. Dirinya kemudian bercerita bahwa dulunya, anaknya juga sehat, lincah, dan cerewet sekali, hingga tiba-tiba demam tinggi (hingga 40 derajat) dan syaraf telinganya terputus. Sejak saat itu, anaknya tidak bisa mendengar apa-apa.
Masih banyak sekali ibu-ibu hebat lainnya yang meski menghadapi kesulitan mengurus administrasi BPJS, tetap menggendong anaknya yang kesulitan berjalan. Ada pula yang sambil menggendong anak keduanya, tetap sabar menenangkan anak “spesialnya" yang sedang tantrum berguling-guling di lantai. Setiap ke sana, ada saja cerita yang bikin menitikkan air mata. Jadi malu karena betapa ujian keibundaanku tidak ada apa-apanya dibanding apa yang harus mereka tanggung.
Dari ibu-ibu hebat itu, aku belajar bahwa menjadi ibu (selamanya) adalah sebuah tantangan, tinggal bagaimana kita menempatkan syukur dan keikhlasan.
#ElevateWomen