Di Balik Senyuman Ibu, Ada Luka yang Disimpan Sendiri

Endah Wijayanti diperbarui 29 Des 2020, 09:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh: Lailul Fs

Samar teringat akan guratan senyuman manis ibu saat pertama jumpa denganku. Ibu dengan tangan dinginnya yang gemetar menggendong dan membelai ubun-ubunku. Rengekan kecilku mengantarkanku ke dalam pelukan hangat ibu. Senyum dan linangan air mata ibu adalah dua bentuk ungkapan rasa syukurnya atas kehadiranku.

Hampir 23 tahun senyuman ibu menemaniku. Terbesit keresahan dalam hati, "Apakah senyuman Ibu tetap terasa hangat?" Saat kupejam dan menerawang lebih dalam, kudapati bahwa senyum ibu masih terasa hangat untuk menjagaku. Meski harus dengan pengorbanan dan perjuangan yang melelahkan, ibu tetap menjaga senyum itu.

Ibu rela membungkuk mengumpulkan serpihan rezeki. Akibatnya, celana ibu menjadi longgar pada tubuhnya yang semakin kurus. Tulang leher ibu yang dulu indah berhias permata kini hanya menyisakan tonjolan tulang selangka hasil kerja kerasmu.

Bahkan di saat usia bermainku, dengan nakalnya aku menentang perintah ibu. Konsekuensinya aku datang membawa duka pada ibu. Beberapa kali aku terjatuh saat bermain, ingatkah ibu ketika kakiku tergores lantai hingga lukanya membekas cukup dalam, atau saat perutku terkena setir sepeda hingga menyebabkan aku tidak bernapas beberapa menit, atau mungkin paling parahnya saat aku terpeleset dan masuk ke dalam sumur.

Ibulah orang pertama yang berlari datang menyelamatkan dan menenangkanku. Ibulah yang dengan beraninya menarik dan menjangkauku tanpa memikirkan nyawa sendiri. Begitu pula senyum ibu yang menegakkanku untuk berhenti menangis.

2 dari 2 halaman

Senyum Palsu Ibu Menutup Perih Lukaku tapi Tidak Untuknya

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/KomootP

Meski saat terjatuh rasanya sakit, tetapi maaf aku tidak bisa menahannya seperti ibu yang kuat menyembunyikannya hingga selama ini.

Bulan September, saat kakakku pulang, ia berhasil membujuk ibu dan memperlihatkan informasi kesehatan ibu, di situlah baru kami semua mengerti. Tulang dada ibu mengalami pembengkokan dan semua itu diakibatkan oleh beban berat yang selalu diangkatnya. Selain itu, payudara ibu juga menjadi sobek, akibat tugas mulia ibu untuk menyusui kelima anaknya.

Ketika itu kejujuran ibu baru terlihat, kata ibu payudara sebelah kanan memang menjadi tempat favorit kelima anaknya menyusu. Beliau memberi tahu bahwa setiap kali tidur, posisi badannya selalu dimiringkan ke sebelah kiri.

Tanpa sepengetahuanku, kebiasaan itu terjadi selama bertahun-tahun. Terlebih aku percaya senyum ibu adalah bukti ibu selalu tegap, dan ibu tidak pernah memiliki penyakit yang diderita. Namun, nyatanya senyum setengah ibu hanya menjadi penghangatku. Ibu selalu menutup perih luka ku begitupun lukanya, tapi sebaliknya aku hanya memberikannya luka tanpa sekali pun menutup lukanya.

Sekarang barulah aku tersadar mungkin aku lebih sering mengecewakan ibuku dibanding ibu mengecewakanku. Karena, tidak ada yang menyakitinya seperti aku menyakitinya.

Kali ini izinkan aku berucap maaf atas ribuan belati yang sudah aku torehkan pada ibu. Meski aku tahu apa yang aku sesali tidak bisa sepenuhnya menghapus luka ibu.

Tetapi terima kasih atas setiap tetes air susu ibu yang telah mengalir dalam darahku. Tanpa ibu, aku tidak akan mampu menghirup udara kehidupan.

Semoga setiap pertemuan kita tak akan berakhir, aku ingin melihat senyum ibu di setiap hari-hariku bersamamu. Pesanku untuk ibu tetaplah sehat, jangan tinggalkan aku. Aku takut nanti embusan terakhirku tidak ada yang menemani.

#ChangeMaker