Mengenal Sedentary Lifestyle, Minimnya Aktivitas Fisik yang Picu Masalah Kesehatan di Masa Pandemi

Vinsensia Dianawanti diperbarui 30 Des 2020, 09:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Gaya hidup yang disebut sedentary lifestyle jadi salah satu istilah yang makin akrab di telinga selama masa pandemi. Sedentary lifestyle kerap dikaitkan dengan kurangnya aktivitas fisik di kalangan masyarakat.

Data dari Riset Kesehatan Dasar oleh Kementerian Kesehatan pada 2018 menyebut bahwa 33,5% masyarakat Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik. Di masa pandemi, terjadi penurunan aktivitas fisik sebab kini banyak aktivitas dilakukan di rumah. Mulai dari bekerja hingga belajar yang menyebabkan makin banyak terbentuknya sedentary lifestyle di kalangan masyarakat.

Padahal, gaya hidup seperti ini mengakibatkan seseorang lebih rentan terhadap masalah kesehatan. dr. Sophia Hage, SpKO menjelaskan bahwa yang disebut sebagai sedentary lifestyle merupakan aktivitas minim energi yang dilakukan oleh manusia selain waktu tidur.

Beberapa kegiatan yang termasuk dalam kategori sedentary lifestyle adalah duduk, menonton TV dalam segala posisi, bekerja dalam posisi duduk yang cukup lama, membaca, bahkan berkendara.

 

2 dari 4 halaman

Dampak sedentary lifestyle

Ilustrasi Rebahan Credit: unsplash.com/Kinga

"Energi yang dibutuhkan sangat rendah jadi tidak membawa manfaat bagi tubuh. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa jadi gaya hidup," ungkap dr. Sophia Hage.

Sedentary lifestyle juga bisa menyerang orang yang melakukan olahraga secara teratur. Ketika seseorang olahraga selama 1-2 jam dan sisa waktunya dihabiskan untuk rebahan, sudah termasuk ke dalam sedentary lifestyle.

Dalam jangka pandek, sedentary lifestyle berdampak pada penurunan penyerapan gula dan lemak pada tubuh, nyeri punggung, hingga radang otot. Sementara pada jangka panjang, bisa mengakibatkan radang sendiri dan osteoporosis atau berkurangnya kepadatan tulang.

WHO sendiri mencatat berkurangnya aktivitas fisik menjadi penyebab kematian nomor 4 di dunia. Secara data, kurangnya aktivitas fisik berkontribusi pada obesitas sebanyak 1,5 kali lebih tinggi, hipertensi 2 kali tinggi, serta penyakit kardiovaskular.

 

3 dari 4 halaman

Perempuan lebih rentan

dr. Sophia juga menuturkan bahwa perempuan menjadi rentan terhadap sedentary lifestyle. Hal ini dikarenakann perempuan lebih banyak melakukan aktivitas di dalam rumah. Terutama bagi perempuan yang memiliki jenjang karier biasanya lebih banyak menghabiskan waktu di kursi kerjanya atau duduk di kursi kemudi mobil.

"Mobilitas perempuan sebenarnya lebih rendah dibanding laki-laki. Proporsi perempuan yang melakukan pekerjaan di rumah lebih tinggi dibanding laki-laki. Ini terkait multiperan yang diambil perempuan. Bekerja sembari mengurus anak membuat perempuan mudah terjebak perilaku sedentary," ungkap dr. Sophia Hage.

4 dari 4 halaman

Simak video berikut ini

#changemaker