Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
***
Oleh: Agung Dewi
Menurutku aneh, bila seorang anak memiliki pandangan, pemikiran dan pendapat yang tidak pernah sepaham dengan orangtua apalagi ia adalah ibu kandung sendiri. Sejak kecil, aku selalu mengikuti kemauan ibu. Dikirim ke kampung untuk mewakili ibu untuk membantu mempersiapkan persembahyangan adat istiadat kami. Anehnya, selalu aku yang dikorbankan. Walau aku masih kecil sekalipun.
Aku memilih menikah dengan pilihanku yang benar-benar ibu tidak restui. Alasannya? Kami beda kasta, kami bagaikan bumi dan langit dari latar belakang yang tidak menyentuh perasaan Ibu. Padahal, bersusah payah aku menjalani hubungan berpacaran pada pria yang menurut ibu adalah yang terbaik toh tetap tak menjamin mereka orang baik-baik. Ada yang berselingkuh, adapula yang meninggalkanku karena selingkuhannya hamil hingga harus menikah dengannya. Sungguh menyakitkan.
Aku tak pernah bisa memuaskan isi hati ibu. Aku selalu kecewa, tiap saat aku mencoba semaksimal mungkin membahagiakan ibu sekuat tenagaku. Membeli bunga kesukaannya. Perlengkapan bercocok tanam yang ibu sukai untuk kegiatan berkebunnya hingga waktu dan tenaga yang selalu kuberi untuk mengurus seisi rumah demi meringankan beban rumah tangga yang ibu jalani.
What's On Fimela
powered by
Ibu yang Luar Biasa
Ibuku yang tersayang, betapa beratnya kisah hidupmu sehingga aku tak menyadari semua bebanmu? Ibu, bagaimana aku bisa mengatakan bahwa aku adalah anak yang paling menderita ketika aku sendiri merasa tercukupi oleh semua kerja kerasmu selama ini? Tiga puluh tahun sudah ibu menjanda. Di saat ibu membutuhkan bahu ayah, ayah justru pergi untuk selamanya saat itu kau tak berpenghasilan tetap. Dua anakmu telah berhasil menamatkan gelar sarjananya dan satu anak telah kau perjuangkan mati-matian demi gelar dokternya.
Bagaimana aku bisa merasa paling menderita karena perceraian yang kualami sementara di usia tua engkau menyaksikan dan menemani suka duka saat kedua anakmu melalui perceraian rumah tangganya semasa hidupmu?
Ibu, banyak hal yang perlu engkau lalui untuk bisa tetap pada pendirian dan setia dengan ayah walau ia telah tiada. Begitu banyak riak tangis dan air mata yang bercucuran di wajahmu ketika engkau melalui proses panjang menjadi seorang single parent yang serba bisa bagi anak-anak yang sedang membutuhkanmu agar kehidupan tak menghentikanmu dari keputusasaan.
Bu, engkaulah surga dan kemakmuran bagi kehidupan kami. Seberapapun sakit dan penderitaan kami lalui tidak melebihi milikmu. Aku salah menilaimu. Tanpa pasangan hidup kaulah tulang punggung hidup bagi diri sendiri dan anak-anak. Bu, kini engkau telah dibalut usia yang tua serta sakit yang menahun.
Perjuanganmu menginspirasi kami agar tak salah memahami alasan dari marahmu, tindakan, keputusan yang kau lakukan. Aku malu karena sudah banyak mengeluh dan ikut memarahimu karena merasa tidak terima. Semoga di kehidupan yang singkat ini aku mampu membahagiakanmu dan menyamarkan penderitaan dari perjuanganmu selama ini untuk kehidupan kami. Bagi kami, engkaulah "dewa" dalam kehidupan nyata kami.
#ChangeMaker