Fimela.com, Jakarta Tidak ada ibu yang ingin anaknya terluka dan tersakiti. Inilah yang dirasakan Dewi Kauw saat mengetahui anak keduanya menderita atopic dermatitis. Kondisi kulit ini membuat sang anak menjadi sangat sensitif akan makanan atau produk tertentu. Kulitnya menjadi kemerahan dan gatal yang membuat sang anak bisa menangis sepanjang hari.
Sebagai seorang ibu, Dewi Kauw memiliki maternal insting yang berusaha memastikan sang anak tidak tersakiti atau tidak merasakan sakit. Rasa tidak tega melihat anaknya menderita membuat ia berpikir lebih baik ibunya saja yang merasakan sakit.
Berbagai cara tentu sudah dilakukan Dewi Kauw untuk menyembuhkan putri kecilnya dari penyakit ini. Mulai dari berkonsultasi ke dokter hingga mencoba berbagai produk yang direkomendasikan kerabat terdekat. Namun tidak satupun yang membuahkan hasil baik dan membuatnya merasa bersalah kepada sang anak.
"Tempo hari aku down banget, gimana sih sebagai ibu kok kamu ngga bisa membantu anak kamu, ngga bisa melakukan apapun untuk anakmu. Itu painful banget. I think every mother pasti akan merasakan hal itu," cerita Dewi Kauw kepada Fimela.
What's On Fimela
powered by
Komentar negatif dari orang lain
Dewi Kauw semakin merasa terpuruk ketika mendengar penilaian orang akan usaha yang telah ia lakukan untuk anaknya. Banyak orang di sekitarnya yang menilai bahwa Dewi Kauw belum melakukan usaha yang maksimal dan sekuat tenaga untuk menolong anaknya keluar dari masalah yang menyerang fisik. Padahal, segala daya upaya telah ia kerahkan demi sang anak sembuh dari atopic dermatitis.
"Orang pasti judgement-nya juga, 'oh kamu harusnya gini. kamu harusnya gitu'. Menyalahkan. Ngga usah orang lain, tapi kita pun bisa merasakan (rasa bersalah). Masa aku ngga bisa bantu anakku sih?," cerita Dewi Kauw.
Meski dinilai negatif oleh orang lain, tidak membuat Dewi Kauw menyerah akan kesembuhan anaknya. Gagal mencoba banyak produk, Dewi Kauw terinspirasi untuk membuat dan meracik sendiri produk yang cocok untuk anaknya.
Dewi Kauw menemukan bahwa ternyata ada sekolah formulasi yang memungkinkan kita untuk meracik skincare sendiri. Tanpa pikir panjang, Dewi Kauw mendaftarkan diri dan mengikuti sekolah formulasi tersebut di Formula Botanica School of Natural Science, Inggris dengan mengambil kelas School of Natural Skincare bersama Robert Tisserand.
Tidak semua produk organik itu cocok
Apa yang Dewi usahakan untuk anaknya pun membuahkan hasil. Berbekal pengetahuan dan pemahaman yang ia dapatkan dari sekolah formulasi membuat kondisi kulit sang anak nampak membaik.
Sebelum mengikuti sekolah formulasi, Dewi menganggap bahwa setiap produk organik atau natural pasti bisa menyembuhkan penyakit apapun. Nyatanya, shea butter organik yang dia beli dari Amerika Serikat justru membuat kulit anaknya semakin parah.
"Pernah coba shea butter organik dari Amerika, diracik terus dibalurin ke anaknya. Ternyata bukannya sembuh malah tambah parah. Tambah merah, gatal, nangis anaknya semaleman," kenang Dewi.
Dari situ, terbukalah mata Dewi Kauw bahwa tidak semua yang organik itu cocok karena setiap orang itu berbeda dan unik.
Ingin berbagi dengan ibu-ibu lainnya
Memiliki pengalaman yang terbilang pahit, mendorong Dewi untuk berbagi pengetahuannya kepada ibu-ibu yang mungkin sama frustasinya dengan dirinya saat mencari pengobatan yang tepat untuk sang anak. Sehingga Dewi memutuskan untuk mendirikan sebuah brand skincare yang disebut Skin Dewi.
"Aku ingin sharing aja. Pasti banyak ibu-ibu yang frustasi kayak aku udah coba produk sana sini tapi ngga sembuh sembuh. Karena kuncinya bukan di produknya, tapi kita harus mengerti apakah ada kandungan yang ngga bisa, apakah ada makanan yang kita ngga bisa. Aku ingin share edukasi itu. Skindewi berangkat dari workshop, pengajaran," cerita Dewi.
Perjalanan Dewi Kauw menjadikan Skin Dewi sebagai brand skincare yang kokoh bukanlah perjalanan yang mudah. Ada rasa ketidakpercayaan diri, takut produk membuat kondisi kulit orang lain menjadi makin parah.
"Ada saudara punya kulit sensitif, coba produknya, dan ternyata cocok. Tapi beberapa hari, kulitnya gatel dan merah. Ada rasa perih kayak kulit kebakar. "Oh My God! Gue ngerusakin muka orang sampe harus ke dokter," cerita Dewi Kauw dengan penuh semangat.
Namun, Dewi selalu diingatkan akan visi misinya membangun Skin Dewi. Membuatnya harus mencoba lagi, melangkah lagi, dan belajar dari setiap kegagalan. Setiap kegagalan yang Dewi Kauw temui menjadi kesempatannya untuk belajar lebih giat dan lebih detil. Inilah yang membuatnya selalu memakan waktu yang panjang setiap kali mengeluarkan produk terbaru dari Skin Dewi.
Simak video berikut ini
#changemaker