Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
***
Oleh: Bela Dina Nur Aini Azizah
Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa pada suatu hari nanti aku juga akan menjadi seorang ibu. Selama 24 tahun aku dirawat oleh ibu dan menyandang status anak. Hingga pada suatu hari ibuku harus merelakan putri bungsunya menikah dan memulai kehidupan mandiri.
Pada titik ini aku mulai menyadari semua tidak lagi sama, tidak lagi bisa aku merengek manja sewaktu-waktu ke pelukan ibu, tidak bisa lagi kapan saja merajuk minta ini itu. Setelah itu aku harus kembali sadar bahwa nantinya aku memiliki tanggung jawab besar dan kemudian sadar bahwa aku menjadi ibu.
Mengenang kembali masa kecil dan masa sekolahku, bahwa melihat ibu yang selalu tersenyum ketika lelahnya. Tak pernah sekali pun aku mendengar ibu mengeluh dan bersedih di depanku atau kakakku. Ibu sosok perempuan cerdas, mandiri, dan sempurna di mataku. Bagaimana tidak, ibu bekerja setiap hari tetapi setiap pagi selesai salat subuh selalu menyempatkan membuat makanan untuk keluarga. Sore hari sepulang kerja tanpa mengeluh lelah dia akan memandikan anak-anaknya dan menemani belajar.
Tetap Butuh Sandaran Ibu
Sejak kecil aku sering sakit, dan dengan sabar ibu selalu merawatku penuh kasih. Tak kenal lelah untuk mencari kesembuhan untukku, dengan keterbatasan kendaraan dan ekonomi saat itu. Hanya satu yang menjadi keinginannya yaitu melihat anak-anaknya tumbuh sehat dan bahagia.
Cobaan yang dialami kami datang ketika aku memasuki masa SMA. Ayahku meninggal karena sakit. Saat itu aku kelas 11 dan kakakku masih duduk di bangku kuliah. Membayangkan beban berat saat itu yang harus dihadapi ibuku, karena menjadi single parent secara mendadak tentunya sangat tidak mudah.
Berbulan-bulan ibu mencoba bangkit dari keterpurukannya karena harus kehilangan ayah. Saat itu ibu sempat sakit parah, tapi berhasil sembuh dan bangkit lagi. Hanya satu yang menjadi tekadnya sembuh yaitu karena beliau merasa bertanggungjawab terhadap dua putrinya hadiah peninggalan ayah. Ibu, terima kasih selalu sehat sampai hari ini.
Ibu, kakak dan aku saling menguatkan sepeninggal ayah. Kami berjuang bersama saling merangkul dan menjaga satu sama lain agar kembali tegak berdiri kemudian berjalan bersama lagi. Jatuh bangun dijalani ibu saat menjadi single parent, mulai dari usahanya kena tipu, kembali sakit dan divonis sakit kanker, difitnah teman kerjanya. Sungguh ibu menjadi sosok wanita super kala itu. Begitu tangguh, begitu kuat, tak pernah mengeluh. Satu per satu masalah bisa dilewati oleh ibu.
Hari itu tiba, satu per satu anak perempuannya harus direlakan untuk menikah. Tentu berat bagi ibu merelakan anak perempuannya dipinang pria pilihan anaknya. Tapi tidak ada pilihan lain Ibu harus merelakan dan mendukung apa yang menjadi pilihan putrinya.
Sekarang aku sudah menjadi ibu dari satu putri. Mengasuh anakku saat ini membuatku membayangkan betapa beratnya perjuangan ibuku kala harus merawat dua putrinya dan jauh dari orang tua. Hingga hari ini ibuku masih mencurahkan seluruh kasih sayangnya padaku dan kakakku, bahkan begitu cintanya beliau pada cucu-cucunya.
Saat aku mengalami baby blues atau ketika bingung anakku sakit, ibuku masih menjadi orang pertama yang berada di sampingku untuk memberikan bahunya untukku bersandar. Ibu terima kasih, kasihmu sepanjang masa.
#ChangeMaker