Kerja tanpa Jeda tapi Hidup Nggak Ada Kemajuan, Inikah Saatnya Putus Asa?

Endah Wijayanti diperbarui 30 Nov 2020, 13:31 WIB

Fimela.com, Jakarta Saat kita merasa, "Hidup kok gini-gini aja sih? Nggak ada perubahan sama sekali," ini mungkin merupakan salah satu sinyal yang harus kita perhatikan. Mungkin ada sesuatu yang perlu kita perbaiki atau ubah. Entah itu pilihan karier, tempat kita bekerja, atau rutinitas yang perlu disesuaikan lagi. Bisa juga ini pertanda kita perlu istirahat sejenak. Mengambil jeda dari semua kesibukan dan pekerjaan yang ada. Menata ulang prioritas dan rencana-rencana kita.

Kita perlu kembali realistis. Tak semua mimpi bisa terwujud dengan mudah. Tak ada sihir yang bisa langsung membuat kita mendadak berada di posisi paling atas. Semuanya perlu diusahakan. Segalanya perlu diperjuangkan. Hidup kita mungkin terdiri dari sekumpulan kesempatan dan pilihan yang kita buat sendiri. Sekarang kita mungkin memang harus berlelah-lelah dahulu. Merasakan capeknya mendaki satu demi satu anak tangga. Meski begitu, syukuri setiap prosesnya. Selama kita masih bisa bertahan, kita akan selalu memperoleh kekuatan yang baru.

Sesekali kita memang perlu istirahat. Adakalanya kita butuh waktu untuk berlibur atau sekadar bersantai melakukan sesuatu yang kita suka. Kembali menyayangi diri sendiri. Kembali mencintai diri sendiri. Menghargai berkah kehidupan yang kita miliki. Tubuh kita pun punya haknya sendiri untuk bisa beristirahat. Pikiran kita juga perlu "bernapas" agar tidak gampang stres.

Iya kita memang akan merasakan capek. Kadang kita merasa ingin menyerah saja. Meski begitu, tak ada usaha yang akan sia-sia.

 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Hidup Masih Layak untuk Diperjuangkan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/leszekglasner

Kita semua punya niat, tujuan, dan target sendiri saat menekuni sebuah pekerjaan. Semakin bertambah usia, bekerja menjadi sebuah kebutuhan sendiri. Baik kebutuhan untuk bisa mencari penghasilan maupun kebutuhan untuk eksistensi diri memaksimalkan potensi yang dimiliki.  Rasa bosan dan capek pun lumrah terjadi. Namanya kerja, pasti ada capeknya. Rasanya itu wajar. Tinggal bagaimana cara kita saja untuk mengondisikannya dengan baik.

Berada di usia 20an hingga 30an kita akan semakin sering mencari arti atau makna kedewasaan. Bagaimana cara untuk dewasa dan apa tolok ukur kedewasaan itu? Samuel Ray dalam bukunya Lagi Probation menuliskan bahwa langkah pertama menuju kedewasaan itu terdiri dari tiga kata, yaitu berhenti nyusahin orang. Menurutnya kedewasaan itu dimulai ketika bisa berdiri di atas kedua kaki kita sendiri, tanpa menjadi beban orang lain. 

Ya, salah satu pertanda kita sudah bisa lebih dewasa dari sebelumnya adalah saat kita sudah bisa berdiri di atas kaki sendiri. Setidaknya sudah tidak lagi bergantung sepenuhnya secara finansial kepada orangtua. Walau mungkin penghasilan kita tidak banyak dan profesi kita tak sekeren orang lain, setidaknya begitu kita sudah bisa belajar untuk lebih mandiri itu sudah jadi pencapaian tersendiri.

Kita semua takut akan sesuatu. Takut gagal, takut mengecewakan orang lain, takut kehilangan, dan takut akan banyak hal lainnya. Sehingga kita berusaha memaksakan diri untuk mengontrol semua hal dan segala sesuatu dalam hidup. Padahal realitanya adalah kita tinggal di dunia yang kompleks. Tak semua hal bisa kita kontrol dan kendalikan. Saat kita memaksakan diri mengontrol semua hal dan menginginkan segalanya berjalan sesuai dengan keinginan, maka hidup akan terasa makin rumit.

Kadang pikiran kita terlalu negatif pada diri sendiri karena merasa diri kita sudah membuat banyak kesalahan. Seakan ada banyak hal yang kita perbuat telah mengecewakan banyak pihak. Di saat seperti ini, kita perlu mengalihkan kaca pembesar pada kelebihan yang dimiliki. Fokus pada hal-hal baik yang masih bisa kita lakukan. Hidup masih layak untuk diperjuangkan.

#ChangeMaker