Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
***
Oleh: Yuanita
Membicarakan ibu selalu menjadi hal yang membuat hati terenyuh. Mengingat perjuangannya dalam membesarkan 10 anak bukanlah perkara yang mudah. Ditambah saat itu hanya bapak yang menjadi pejuang ekonomi keluarga. Mimpi ibu cukup sederhana, keinginan beliau cuma dua, melihat anaknya bisa makan setiap hari dan bisa bersekolah. Tapi pada prosesnya kami pernah merasakan tidak makan selama seharian penuh, dan harus menunda sekolah sampai menunggu ada dananya.
Bukanlah ibu jika harus menyerah begitu saja. Aku bersyukur karena terlahir dari rahim seorang ibu yang kuat, sabar dan pastinya kreatif. Saat itu pekerjaan bapak belum jelas, mungkin beliau juga dalam keadaan sulit jadi menyebabkan beliau jarang pulang. D isaat saat seperti itulah ibu yang lebih banyak berperan.
Bersyukur ibu bisa menjahit beliau terpaksa meninggalkan aku anak ke-7 yang saat itu masih berusia 2 tahun, untuk pergi bekerja menjahit di sebuah konveksi. Selama ibu bekerja kakak perempuankulah yang bertugas menjaga aku, kakak laki kakiku biasanya keluar turut membantu ibu untuk mencari nafkah tentunya tanpa sepengetahuan ibu.
Kakak laki lakiku kerja serabutan, memotong rumput, pulangnya dapat upah satu piring nasi porsi besar yang langsung dibawa pulang kakak ke rumah untuk kami makan bersama. Selang beberapa hari ibu bekerja di konveksi aku sakit parah, ibu terpaksa berhenti karena terlalu khawatir melihat kondisiku yang memang ternyata tidak bisa jauh dari ibu. Terdengar seperti kabar buruk, ibu terpaksa berhenti padahal baru saja bekerja dan belum sempat mencicipi manisnya gajian. Tapi setelahnya ada kabar baik yang datang.
Bapak akhirnya pulang membawa kabar bahagia, bapak sudah punya pekerjaan tetap di Jakarta. Akhirnya kami sekeluarga pindah untuk menetap di sana. Keadaan perekonomian keluarga kami menjadi lebih baik. Kami bisa makan tiap hari, kakak kakak bisa kembali bersekolah. Dan aku anak ke-7 punya adik, berati anggota ke-8, lanjut ke-9 dan ke-10.
Semakin banyak anggota keluarga tentunya semakin banyak pengeluaran. Ibu kembali harus membantu perekonomian keluarga, setahu aku ibu tidak pernah buat kue, tapi kenapa tiba-tiba ibu dapat pesanan kue kering dan basah? Itulah ibu selalu punya kejutan. Singkat cerita ibu dikenal sebagai tukang pembuat kue di daerah tinggal kami, pegawainya ya kami-kami ini anaknya.
What's On Fimela
powered by
Bertahanlah, Ibu
Ibu buat kue sambil menyusui adikku yang bungsu. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kami sekolah sambil membantu ibu, susah senang selalu bersama. Kami anaknya tidak pernah berani untuk mengeluh, karena ibu pun tidak pernah sekalipun terdengar mengeluh. Beliau selalu bilang bersyukur kita bisa makan setiap hari.
Mimpiku tidak sesederhana mimpi ibu, aku selalu ingin sekolah yang tinggi. Alhamdulillah beliau selalu mengawalku dengan doa-doanya. Sampai satu hari aku diwisuda menjadi sarjana, satu-satunya sarjana di keluargaku. Ibu bapak menangis terharu, beliau tidak pernah bermimpi sejauh ini, bisa melihat salah satu anaknya lulus dari bangku perkuliahan.
Bersyukur aku bisa mendapat pekerjaan yang baik, gajiku cukup untuk membantu membiayai ekonomi keluarga, sekolah adik-adikku sudah menjadi bagian tanggung jawabku. Mereka semua sudah lulus jenjang SMA. Kami juga sudah bisa membangun rumah sendiri di Bogor, bapak dan ibu sudah semakin menua, tapi semangat juangnya tak pernah terlihat surut. Ibu selalu bisa memberikan aura kebahagiaan bagi kami semua anaknya. Sampai satu saat ada peristiwa besar yang mampu menyurutkan semangat juang dan kebahagiaan ibu.
Adik keduaku berpulang disebabkan peristiwa longsor. Tubuhnya tertimbun tanah, menceritakannya saja sampai saat ini masih membuatku menitikkan air mata, bagaimana dengan ibu. Butuh waktu yang lama untuk mengobati rasa kehilangan yang besar. Ibu sangat menyayangi kami, ditinggalkan anak membuat batinnya terluka parah.
Setahun dua tahun bertahun-tahun pun ibu belum bisa mengobati lukanya sendiri. Peristiwa besar itu mampu merenggut semangat juangnya dan kebahagiaannya. Tetapi di balik lukanya, ibu tetap berusaha tersenyum di depan kami, dan menangis dalam diam jika sedang sendiri, aku tanpa ibu ketahui sering melihatnya menangis.
Ibu, terima kasih sudah mau bertahan sampai saat ini. Aku si anak ke-7 masih membutuhkan kawalan doa-doamu. Aku percaya doa yang selalu ibu panjatkan mampu menembus langit. Bertahanlah ibu sekuat doamu untuk anak-anakmu.
#ChangeMaker