Fimela.com, Jakarta Lingkungan dan industri fashion memang memiliki keterkaitan yang begitu erat. Bahkan, Chitra Subyakto, pendiri dan direktur kreatif Sejauh Mata Memandang kaget begitu mengetahui fakta tentang sampah fashion industry yang menjadi salah satu penyumbang polusi terbesar di bumi.
Hal ini dia sadari saat mengunjungi pemukiman di sekitar Sungai Ciliwung, dimana dia bertemu dengan sebuah komunitas. Saat di sana, Chitra melihat begitu banyak sampah di sepanjang sungai. Namun yang membuatnya terkejut, sampah tekstil merupakan jenis sampah yang paling banyak di sekitaran sungai.
Dalam sebuah webinar M-Class yang diselenggarakan Yayasan Dian Sastrowardoyo (YDS) dan MagnifiqueIndonesia pada Jumat (23/11/20) lalu, Chitra menyampaikan sampah terberat yang ada di 49 titik di Indonesia merupakan sampah tekstil. Hal ini berdasarkan temuan dari penelitian yang dilakukan Greenpeace pada 2019 lalu.
"Jadi, kalau di depan rumah orang di sekitar Ciliwung, mereka buang baju di depan rumah, nanti kalau hijan akan terbawa sendiri. Sampah sarung paling banyak dan ini menyedihkan. Karena, setiap tahun orang saling membagikan dan menerima sarung saat Lebaran. Kalau kotor atau rusak, mereka tinggal buang sarung karena pasti akan dapat yang baru setiap tahunnya," kata Chitra.
Parahnya lagi, sarung merupakan salah satu produk yang tidak ramah lingkungan karena berbahan dasar polyester. Chitra menyampaikan, pakaian berbahan dasar polyester ini banyak sekali diproduksi karena bahannya paling murah dan mengandung plastik. Meski tidak gampang rusak, bahan ini sangat tidak ramah lingkungan dan selamanya akan menjadi mikro plastik yang bisa mencemari lingkungan, termasuk laut.
Hadirkan Circular Fashion di JFW 2021
Karena itu, pada Jakarta Fashion Week 2021, Chitra menghadirkan koleksi-koleksi Sejauh Mata Memandang yang menjadi satu kesatuan dalam sebuah tema, "circular fashion,' dimana pakaian tersebut dibuat, dipakai, lalau didaur ulang kembali.
Kepada Dian, Chitra mengaku tema ini dia angkat agar menghindari pencemaran laut akibat produksi industri fashion. Untuk itu, dalam show kali ini Sejauh Mata Mmeandang akan menggunakan kain sisa perca yang diambil dari sisa desain koleksi SMM sebelumnya, kemudian dibuat kembali menjadi baju baru.
"Jadi, patch work. Kedua, kami menggunakan sampah tekstil sisa dari konfeksi-konfeksi di pulau Jawa. Sampah ini kami proses menjadi benang dan dibawa ke desa untuk ditenun kembali menjadi kain," jelasnya. Selain itu, Chitra mengaku kalau SMM merupakan bentuk pesan cintanya terhadap Indonesia dan lingkungan.
"SMM adalapesan cinta kami terhadap Indonesia dan bumi. Kami mencoba lebih bertanggungjawab terhadap lingkungan, memberdayakan masyarakat dan mengangkat kekayaanwastra Indonesia dan mengemasnya ke dalam hidup sehari-hari," katanya.
M-Class adalah program inisiatif dari Magnifique dan Yayasan Dian Sastrowardoyo untuk berkontribusi menyebarkan ilmu melalui belajar daring. M-Class dilakukan setiapbulan dengan menghadirkan para pembicara yang kompeten dan topik yang berbeda. Selain Webinar gratis, M-Class juga memberikan kuota internet untuk peserta yangmempunyai keterbatasan akses maupun dana agar tidak terbebani dalam mengikuti acara
“Kami mengharapkan lebih banyak lagi kolaborator yang bersinergi bersamakami, baik dalam hal pengajaran, penyediaan komunitas maupun sebagai sponsor,”tukas Arifaldi Dasril, Managing Partner Magnifique.
#ChangeMaker