Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
***
Oleh: Zahra Nurfitriana
Setiap pagi ibu bangun pukul 3 pagi setelah tahajud, lalu cuci baju dan menyiapkan materi untuk belajar anak TK di sekolah. Rutinitas ini sudah berjalan selama kurang lebih tiga tahun. Pandemi memaksa ibu yang biasanya hanya mengajar di sekolah untuk dua minggu sekali ke rumah anak-anak TK yang ibu ajar.
Mengingat ibu sangat bersemangat dan melihat orang tua murid yang antusias ibu menambah kunjungannya menjadi 6 hari dalam seminggu. Lelah pun seakan menjadi angin lalu, bahkan aku pun sempat marah.
Pada dasarnya ibu hanya diberi amanah mengajar mengaji saja tetapi karena para orangtua bersikeras ingin ibu mengajari anak mereka maka ibu pun menjadi sangat sering di sekolah. Bahkan aku sempat mengatakan hal itu merupakan hal yang merepotkan mengingat ibu hanyalah guru tambahan.
Ibu menjelaskan kepadaku TK yang dia bina ada sebagian yang orang tuanya masih kekurangan dalam membantu pendidikan anak-anaknya, baik dalam materi maupun belajar membaca. Saat pandemi ketika waktu belajar di sekolah tidak efektif, banyak guru TK yang menawarkan les dengan sejumlah bayaran. Melihat hal itu ibu merasa iba juga karena teringat anak yang lain yang tidak bisa les karena kekurangan biaya. Ibu mengatakan pahala ibu akan mengalir terus kepadaku dan adik-adikku dan juga anak yang ibu ajar. Ibu berharap mereka nantinya akan sukses kelak walupun ibu hanya sekadar mengajari mereka mengaji, membaca, dan menghitung. Aku pun mengalah walau aku tau ia lelah, dan usia yang tidak lagi muda aku harap kesehatan selalu untuk ibu.
Lambat laun ayah pun merasa kurang setuju bila ibu mangajar karena kata ayah rumah menjadi tidak terurus dan kotor. Seringnya intensitas ibu di luar mengajar membuatnya kelelahan untuk membersihkan rumah padahal ibu juga melakukan pekerjaan yang lain seperti menyetrika pakaian, cuci piring, dan juga memberi makan ternak kami.
Ayah juga sering marah karena ibu bahkan hanya dibayar 250.000 rupiah saja dalam satu bulan. Belum lagi jika ibu harus keluar rumah mengunjungi rumah anak-anak yang berada dalam radius lumayan jauh dalam kurun waktu 6 hari dalam seminggu. Ayah dan ibu sering sekali berdebat, kadang ibu juga menelepon dan curhat denganku via telepon karena aku kuliah di Jakarta. Banyak orang yang bilang itu tidak sepadan dan menguras tenaga mengajar pelajaran tambahan dengan gratis bahkan sampai mengunjungi rumah murid tersebut, tetapi kata ibu setidaknya aku bisa mengurangi dan melihat anak-anak dapat mengerti tulisan dan dapat berkata kepada dunia bahwa aku bisa membaca.
Pelajaran Penting dari Ibu
Aku sempat bertanya mengapa ibuku terlihat sangat begitu ingin mengajari mereka secara gratis terlepas dari kegiatan sekolah dan apalagi harus menaiki motor untuk ke rumah mereka. Ibu cuma bilang ucapan orang tua mereka dan kemauan anak-anak TK belajar sudah cukup untuknya.
Ibu selalu berkata, "Dunia akan secepatnya pergi meninggalkanmu. Yang tetap tinggal hanyalah ada amalmu dalam kebaikan di dunia." Ibu memiliki lika-liku hidup yang sulit, dikucilkan oleh keluarga ayahku dan saat aku kecil, ayah dan ibu sering sekali terkena pertengkaran sehingga aku harus bolak-balik Jakarta-Malang.
Ibu tidak berharap pada manusia, ia berharap pada Allah. Berharap dengan amalnya mengajarkan ilmunya kepada anak-anak akan menambah pahalanya, dan pahala keluarganya. Pernah suatu saat ibu sakit dan tak berangkat mengajar. Banyak orang tua murid yang datang ke rumah menjenguk dan mendoakan. Lalu ibu berkata tak selamanya koneksi dengan manusia harus dibuat dengan uang. Manusia makhluk yang serakah kita pasti punya itu tapi bagaimana cara kita mengurangi rasa serakah itu akan membuat kita lebih bersyukur.
Saat berkunjung ke rumah muridnya ibu kadang suka saling bertukar makanan dengan orang tua murid serta ibu juga melihat realita yang terjadi dalam kehidupan anak-anak tersebut. Saat beberapa murid yang diajarnya mempunyai harta yang melimpah akan tetapi jauh dalam hatinya ia merasakan kesepian karena orang tuanya semua bekerja, murid yang lainnya tidak bisa merasakan punya mainan yang bagus dan saat sekolah daring untuk mengumpulkan tugas tidak punya smartphone.
Ibu mengatur jadwal sedemikian rupa agar anak-anak dapat belajar dan mengaji secara teratur karena bagi ibu dasar membaca dan mengaji akan sangat penting bagi kehidupan mereka kelak. Ibu tak pernah ragu bahkan saat aku bilang bahwa pekerjaan ini hanya akan menjadikannya sakit karena kelelahan. Ibu hanya berkata bahwa bila memang ibu diberi kekuatan untuk melanjutkan kenapa tidak, walaupun nanti jika ibu sudah tidak kuat lagi ibu serahkan semua pada Allah semata.
Ibu tidak bilang aku harus seperti ibu. Ibu hanya ingin aku menikmati rencana Allah dan terus berusaha yang terbaik untuk diriku dan orang di sekitarku.
#ChangeMaker