Fimela.com, Jakarta Semakin bertambah usia dengan semakin kompleksnya masalah yang ada, aku terus mengingatkan diri sendiri untuk senantiasa menyederhanakan kebahagiaan. Jujur saja tidak selalu mudah untuk bisa selalu bahagia setiap saat. Bahkan berusaha untuk menyederhanakan kebahagiaan pun tak selalu berhasil sesuai harapan. Hari-hari kita kadang masih dipenuhi oleh banyak kekhawatiran dan kesedihan. Tak setiap saat bisa senantiasa tertawa lepas dan atau mengalirkan energi positif ke orang-orang sekitar.
Tiap orang punya cara sendiri dalam menemukan dan menciptakan kebahagiaan. Ada yang berkeliling dunia seperti Eric Weiner untuk mencari negara paling membahagiakan. Ia pun menuliskan pengalamannya dalam buku The Geography of Bliss. Negara-negara yang ia pilih untuk ia kunjungi meliputi Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, Moldova, Thailand, Britania Raya, India, dan Amerika Serikat. Dia menjelajahi berbagai tempat dan menemui banyak orang untuk menemukan dan memaknai kebahagiaan.
Dalam bukunya, Eric mengutip kesimpulan yang dibuat oleh ahli filsafat Inggris yang bernama Bertrand Russel tentang isi buku yang berjudul The Conquest of Happiness. “Orang yang merasakan dirinya sendiri sebagai warga alam semesta dan kesenangan yang disediakannya, tidak gelisah dengan berbagai pemikiran tentang kematian karena dia merasa bahwa dirinya tidak benar-benar terpisah dengan orang-orang yang akan hidup setelah dirinya. Dalam persatuan naluriah mendalam dengan aliran kehidupan seperti itulah kesenangan besar harus ditemukan.” Kurasa kadang karena merasa kesepian kita jadi tidak bisa bahagia. Berbagai kekhawatiran dan kecemasan berlebihan pun membuat kita melupakan pentingnya menikmati kehidupan dan masa yang ada saat ini.
Dalam menjalani setiap fase kehidupan kita ingin bahagia. Kebahagiaan kadang tidak datang dengan sendirinya. Kebahagiaan tak bisa selalu kita harapkan datang begitu saja dari luar diri kita. Sebab pada kenyataannya ada banyak hal yang perlu kita usahakan sendiri untuk menghadirkan kebahagiaan itu. Masing-masing dari kita bertanggung jawab atas kebahagiaan kita sendiri.
1. Saat Kesepian Melanda, Izinkan Dia Menyapa
Siapa saja bisa merasa kesepian di tengah keramaian. Siapa pun bisa merasa sedih berkepanjangan saat terlalu lama sendirian. Saat sedang sendiri atau bersama, tetap izinkan diri untuk bahagia. Masih lajang atau sudah memiliki pasangan, bahagia tetap perlu masuk dalam kamus keseharian. Di tengah kesibukan atau kesenyapan, selalu ada ruang untuk bisa membuat kita merasa bahagia. Meski kadang kehidupan menghadirkan banyak ujian dan masalah yang membuat kepala rasanya ingin meledak, izinkan diri untuk mengalirkan perasaan cukup. Tepuk-tepuk bahu sendiri dan berterima kasih pada diri sendiri karena sudah bertahan melewati berbagai kesulitan. Izinkan kebahagiaan mengalir ke dalam nadimu.
2. Tak Perlu Selalu Menggantungkan Diri pada Orang Lain
Saya pernah berangan-angan alangkah menyenangkannya bila bisa berlibur dengan dibiayai oleh orang lain, entah itu oleh keluarga, pasangan, atau mungkin perusahaan. Tapi kalau terus mengharapkan hal yang tak pasti, maka akan makin menyiksa diri. Sampai kemudian pilihan yang kuambil adalah menabung dan menyisihkan sebagian penghasilan untuk liburan sendiri. Tak bisa selalu menggantungkan diri pada orang lain untuk membuat kita bahagia. Kita bisa menciptakan kebahagiaan kita sendiri. Dengan izin-Nya akan selalu ada cara yang bisa kita lakukan untuk bahagia. Bahkan mungkin tak harus melakukan hal-hal yang terlalu besar untuk membuat kita bahagia. Sekadar bisa menghabiskan waktu pada pagi hari atau sore hari untuk menyesap segelas teh hangat sambil melamun pun bisa mengalirkan perasaan tenang dan bahagia.
3. Sadari bahwa Tidak Semua Masalah Bisa Diatasi pada Saat Itu Juga
Satu hal yang kerap membuat kita sulit bahagia adalah karena kita menuntut setiap persoalan atau permasalahan bisa diselesaikan pada saat itu juga. Padahal ada masalah-masalah yang perlu menetap lebih dulu selama beberapa waktu sebelum akhirnya bisa dipecahkan. Belum menemukan jodoh saat ini juga, tak apa. Belum dapat pekerjaan yang sesuai harapan, tak apa. Belum bisa mewujudkan dan memenuhi semua keinginan dan harapan orang tua, tak apa.
Selama kita tak terus menerus menyalahkan keadaan atau mengutuk situasi, kita akan baik-baik saja. Ada saat-saat yang memang menuntut kita untuk bertahan dan meminta kita untuk menunggu serta bersabar lebih lama. Selama kita tak putus asa atau menyerah begitu saja, akan ada titik terang yang akan menyambut kita. Di tengah peliknya masalah yang ada, tak ada salahnya untuk tersenyum sejenak. Yakinlah bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Ada Dia yang senantiasa membimbing dan menguatkan kita di setiap fase perjalanan hidup kita.
4. Terima Kenyataan bahwa Banyak Hal yang Bersifat Sementara
Hidup kita ini hanya sementara. Fase-fase yang kita jalani akan terus berputar. Tak ada yang menetap selamanya. Orang-orang akan datang dan pergi. Momen-momen akan terus melingkar baik dan buruk bergantian. Pertemuan dan perpisahan akan terus kita jumpai. Kesedihan tak menetap selamanya. Hadirkan kebahagiaan di sela-sela kesibukan dan keseharian kita. Sekecil apa pun hal atau upaya yang kita lakukan, selama itu bisa menghadirkan sebentuk rasa syukur dan bahagia, maka lakukan saja.
Ali bin Abi Thalib pernah mengungkapkan, “Hidup sederhana bukanlah tidak punya apa-apa, tetapi tidak dikuasai harta benda.” Tak jarang aku masih saja lupa bersyukur. Selalu saja merasa kurang terhadap satu hal. Ketika bisa membeli rumah, lalu melihat para tetangga di sekitar rumah merenovasi rumahnya jadi tampak lebih bagus, muncul rasa iri dan ingin bisa punya rumah yang lebih bagus dari milik para tetangga. Saat memiliki penghasilan yang sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kadang masih saja merasa kekurangan karena belum bisa membeli beberapa barang impian. Ah, kadang yang membuatku sulit bahagia tak lain adalah karena aku yang menghambat diriku sendiri untuk bahagia. Sebab bahagia sebenarnya tidak terlalu rumit untuk didapatkan bila kita tak memperumit diri kita sendiri.
#ChangeMaker