Fimela.com, Jakarta Tepat pada Agustus 2020, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat pertumbuhan jumlah investor di Pasar Modal Indonesia naik 21,66% menjadi 3,02 juta investor dari akhir 2019 hingga 30 Juli 2020. Investor reksa dana tercatat sebanyak 2,31 juta atau naik 30,50% dibanding akhir 2019 yang saat itu tercatat masih di angka 1,77 juta.
Sebagai salah satu instrumen investasi, reksa dana memang cukup direkomendasikan bagi para pemula karena dana para investor akan dikelola oleh Manajer Investasi yang berpengalaman.
Beberapa keuntungan yang bisa didapat lewat berinvestasi reksa dana adalah, memiliki instrumen investasi yang terdiversifikasi otomatis, modal awal investasi yang kecil, bisa ditop-up dan dicairkan kapan saja, dan bebas pajak.
Secara sederhana, masyarakat melakukan urunan dana dan setelah terkumpul, dana tersebut dikelola sebagai bentuk investasi oleh manajer investasi ke dalam portofolio efek.
Jika dilihat dari portofolio efeknya, reksa dana memiliki banyak jenis. Selain reksa dana pasar uang, ada pula reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana terproteksi, reksa dana indeks, reksa dana dengan penjaminan, hingga Exchanged Traded Fund (ETF).
Berikut adalah tips dari Lifepal.co.id untuk memilih reksa dana untuk pemula.
1. Kenali manajer investasi pengelola reksa dana dengan baik
Prospektus dalam sebuah produk reksa dana berisikan banyak hal terkait strategi pengelolaan reksa dana, pembatasan investasi, hingga orang-orang di balik perusahaan manajer investasi tersebut.
Mencari tahu soal rekam jejak manajer investasi (MI) adalah hal wajib yang harus dilakukan investor. Di era keterbukaan informasi seperti saat ini, sangat mudah untuk mengetahui apakah MI yang kita tuju pernah terlibat kasus, atau pelanggaran hukum lainnya.
Ketahui pula, jumlah dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) perusahaan manajer investasi tersebut. Besarnya AUM menandakan tingginya kepercayaan investor terhadap MI. Sebab, tidak mungkin investor mempercayakan dana mereka dikelola oleh MI yang kinerjanya buruk.
2. Cari benchmark untuk mengukur performa reksa dana
Data historis seputar imbal hasil sebuah reksa dana secara bulanan hingga tahunan tidak bisa dijadikan satu-satunya acuan untuk memilih produk reksa dana. Anda bisa melakukan perbandingan dengan menggunakan beberapa acuan atau benchmark.
Kinerja reksa dana yang disertai benchmark bisa Anda temukan di fund fact sheet produk reksa dana. Namun Anda pun bisa melakukan perbandingan secara mandiri dengan menggunakan benchmark sebagai berikut:
Reksa dana pasar uang vs bunga deposito
Reksa dana pasar uang merupakan reksa dana yang memiliki underlying asset atau aset dasar berupa instrumen pasar uang. Beberapa di antaranya adalah deposito dan surat utang jangka pendek yang jatuh temponya di bawah satu tahun.
Kinerja reksa dana pasar uang memang tergolong lebih stabil ketimbang reksa dana lainnya. Satu-satunya cara untuk mengukur performa reksa dana adalah dengan membandingkannya dengan deposito bank umum.
Reksa dana campuran vs saham dengan IHSG
Jika reksa dana yang Anda beli adalah reksa dana saham, maka Anda bisa menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mengukur performanya.
Ketika kinerjanya bisa mengalahkan IHSG secara konsisten, maka hal itu bisa Anda pertimbangkan. IHSG pun bisa dijadikan benchmark untuk mengukur performa reksa dana campuran, asalkan komposisi portofolio efek di reksa dana campuran tersebut, sebagian besarnya adalah saham.
Reksa dana pendapatan tetap vs indeks obligasi
Sementara itu, untuk reksa dana pendapatan tetap, benchmark berupa Indonesian Indeks Obligasi Pemerintah, Indeks Obligasi Korporat, atau ICBI (Indonesia Composite Bond Index). Semuanya tergantung isi dari underlying asset dari reksa dana pendapatan tetap yang dipilih.
Ketika sebagian besar underlying asset adalah obligasi pemerintah, maka Indeks Obligasi Pemerintah bisa menjadi benchmark. Namun ketika obligasi swasta yang lebih banyak, Indeks Obligasi Korporat boleh dijadikan acuan.
3. Perhatikan Sharpe Ratio
Ketika seseorang memilih instrumen investasi yang memiliki volatilitas tinggi maka mereka juga mengharapkan imbal hasil yang tinggi. Sharpe ratio bisa digunakan untuk tingkat risiko dari reksa dana.
Tidak ada patokan berapa sharpe ratio yang terbaik. Sharpe ratio merupakan rasio yang mengukur kinerja reksa dana dengan perbandingan imbal hasil dan risiko (standar deviasi). Makin tinggi sharpe ratio maka makin baik kinerja reksa dana tersebut.
Jika menemukan nilai sharpe ratio negatif di produk reksa dana, maka akan lebih baik bagi kita untuk memilih reksa dana yang sharpe ratio negatifnya paling kecil. Sharpe ratio yang negatif menandakan tingkat risiko lebih besar dibanding dengan tingkat pengembalian.
Ketika membeli reksa dana di platform milik agen penjual efek reksa dana atau perusahaan sekuritas, maka nilai rasio ini akan tertera di daftar reksa dana. Nilai sharpe ratio juga bisa berubah, bisa saja satu reksa dana saham memiliki nilai sharpe ratio yang tinggi dalam 3 bulan namun minus di periode 1 tahun.
4. Perhatikan nilai draw down
Draw down bisa dimaknai sebagai tingkat kerugian maksimal yang ada di produk reksa dana, atau bisa juga didefinisikan sebagai tingkat penurunan kinerja dari titik puncaknya ke titik terendah.
Apabila sebuah reksa dana memiliki nilai draw down sebesar 30% setahun, berarti kinerja reksa dana tersebut pernah mengalami penurunan sebesar 30%. Sama seperti sharpe ratio, nilai draw down juga bisa dipengaruhi oleh time frame.
Draw down yang tinggi umumnya ditemukan di reksa dana campuran maupun saham. Untuk sebagian besar reksa dana pasar uang, nilai draw down ada di angka 0 koma sekian. Bahkan tidak sedikit pula yang nilainya 0,00%.
5. Waspadai expense ratio reksa dana
Expense ratio bisa juga disebut sebagai perbandingan beban operasional reksa dana dengan rata-rata NAB dalam setahun.
Pengelolaan sebuah reksa dana tentu akan memunculkan biaya. Biaya-biaya tersebut sebut saja, biaya kustodian, trading, marketing, dan lainnya. Semakin kecil expense ratio mencerminkan kehandalan Manajer Investasi dalam mengelola produknya.
6. Pilih reksa dana sesuai dengan jangka waktu investasi
Semakin pendek jangka waktu investasi, maka pilihan reksa dana yang disarankan adalah reksa dana yang volatilitas nilai aktiva bersih (NAB)-nya rendah. Namun untuk jangka panjang, maka pilihan reksa dananya akan semakin fleksibel, boleh yang rendah volatilitasnya atau yang tinggi karena mengharap imbal hasil yang besar.
Untuk jangka waktu pendek (1-3 tahun), sangat disarankan untuk memilih reksa dana yang rendah fluktuasi seperti reksa dana pasar uang, atau pendapatan tetap.
Untuk jangka menengah (3-5 tahun), disarankan untuk memilih reksa dana pasar uang, pendapatan tetap dan campuran. Sementara itu untuk kebutuhan dana pendidikan di atas 5 tahun, maka reksa dana saham boleh dicoba.
Itulah hal-hal yang mesti diketahui ketika kita memilih reksa dana.
Pada intinya produk investasi ini memang cocok bagi investor pemula, yang belum pernah berinvestasi. Namun sebelum memilih produknya, kenalilah lebih dalam seputar produk investasi ini.
#changemaker