Fimela.com, Jakarta Kita bisa bersinar melalui setiap pilihan hidup yang kita buat dalam hidup. Baik dalam hal pendidikan, karier atau pekerjaan, dan pilihan soal impian serta cita-cita. Setiap perempuan bisa menjadi sosok tangguh melalui setiap pilihan hidup yang diambil. Seperti dalam tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Oktober 2020: Menjadi Lady Boss Versimu ini.
***
Oleh: A
Mungkin ceritaku ini akan sangat berbeda dibanding cerita sahabat Fimela lainnya. Aku bukan seorang entrepreneur, tidak sedang merintis bisnis apa pun juga, bahkan saat ini tidak ada pemasukan dan tidak ada pengeluaran. Aku adalah seorang pengangguran. Ya, pahit, tapi harus aku akui. Dan di sini, aku yakin pasti ada beberapa di antara sahabat Fimela yang bisa memahami keadaanku. Aku percaya.
Langsung saja, ini adalah ceritaku. Jadi, aku ini adalah lulusan sarjana psikologi tiga tahun lalu, dari salah satu universitas swasta di Jawa Barat. Sedikit mundur ke masa lalu, seperti yang dilakukan fresh graduates pada umumnya, tentu aku juga secara aktif melamar pekerjaan ke sana kemari, tentunya pekerjaan dengan kualifikasi yang sesuai latar belakang pendidikan, minat, dan kemampuanku. Teknologi memang sudah canggih pada saat itu, dan perusahaan banyak yang memang meminta lamaran dikirimkan melalui email saja.
Logikanya, melamar kerja menjadi kegiatan yang sangat sederhana dan mudah. Namun kenyataannya, panggilan tes dan interview itu bisa dihitung oleh jariku sendiri dari sekian banyak perusahaan tempat aku melamar. Aku melamar, menanti, melamar, menanti, dan terus begitu, jarang sekali aku diberi kesempatan untuk mendatangi perusahaan langsung. Entah apa yang salah, mungkin memang aku kurang menarik dan tidak cocok dengan yang sedang mereka cari.
Patut disyukuri, setelah menanti dengan status yang masih pengangguran, di pertengahan tahun berikut setelah tahun kelulusanku, akhirnya aku berhasil mendapat pekerjaan, pekerjaan yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan. Ya, saat itu aku sebagai sarjana tanpa pengalaman kerja, lalu bisa mendapat pekerjaan meski tidak relevan dengan pendidikanku tentu adalah sebuah anugerah.
Sayangnya karena satu dan lain hal aku hanya mampu bertahan kurang lebih satu tahun dan memutuskan untuk resign dari sana. Kuyakini itu adalah masalah mental saja. Aku terlalu manja, terlalu menganggap enteng, terlalu bawa perasaan, kurang profesional, sampai resign jadi keputusan bulatku di akhir. Dan lalu, untuk kedua kalinya aku menganggur lagi, sebuah kata yang hanya aku sukai di dua bulan pertama lulus kuliah, hmm....
Memasuki awal tahun berikutnya, yang adalah tahun 2020 ini, akhirnya aku mendapat pekerjaan lagi, pekerjaan yang juga aku sukai dan lagi-lagi tidak ada hubungannya dengan yang kupelajari selama kuliah. Aku sangat bersyukur karena dari banyaknya hingga ratusan lamaran yang kuajukan, ada yang akhirnya mau menerimaku lagi.
Aku mengikuti pelatihan yang diberikan perusahaan itu, dan resmi menjadi karyawan di sana. Semua baik-baik saja sampai negara api menyerang. Negara api? Bukan sih. Maksudku adalah virus corona. Siapa yang menyangka akan ada situasi semacam ini melanda negeri kita, bahkan seluruh dunia? 1 Mei 2020, hari saat aku dan beberapa karyawan lain di-PHK, dengan alasan kondisi keuangan perusahaan yang memburuk akibat pandemi, dan harus ada pengurangan jumlah karyawan.
Aku baru 3 bulan merasakan pekerjaan baru itu. Sempurnalah sudah. Aku merasakan rasanya mengundurkan diri dan merasakan juga rasanya dipecat. Jujur, waktu itu aku sedih dan cukup syok, tapi aku tahu betul apa yang akan aku hadapi setelah kehilangan pekerjaan. Yaitu aku menganggur, dan kembali harus berjuang mencari, melamar pekerjaan. Di titik ini, aku sampaikan pada diriku sendiri untuk tetap optimis, tapi jangan berharap pada manusia, apalagi pada perusahaan.
Sekarang sudah akan memasuki akhir tahun, seperti yang kusampaikan di awal, aku masih pengangguran. Aku ingat betul, dari semua lamaran yang kuajukan sejak kembali menganggur, hanya 3 yang merespons dan memanggil untuk seleksi tatap muka. Berapa jumlah lamaranku? Tidak usah dibahas, perbandingannya seperti gajah dan kucing, jauh juga. Semua kurasakan semakin sulit.
What's On Fimela
powered by
Tetap Mengusahakan yang Terbaik
Aku bukan lagi fresh graduates, usiaku pun semakin tua mendekati seperempat abad. Ditambah pengalaman kerja yang tidak berkesinambungan apalagi dengan background pendidikanku. Aku pasrah dan mulai merendahkan ekspektasi, karena peluang semakin sempit dan aku tidak akan semujur nasibku sebelum-sebelumnya.
Aku tahu menanti dan menunggu itu membosankan, mencari dan memilah iklan lowongan pekerjaan itu menjemukan. Dan dunia digital adalah jalan ninjaku! Dari mulai Instagram, YouTube, Facebook, forum komedi, blog, sampai yang terbaru sangat digandrungi tahun ini, TikTok! Aku jelajahi semua itu, dan aku berkarya, terjun ke dalamnya membangun sesuatu di sana. Ide menjadi buah pikir termanis yang membuatku semangat dan termotivasi walau aku masih berstatus pengangguran. Apakah aku viral? Apakah aku menghasilkan sesuatu yang bernilai uang dari semua itu? Tidak. Tapi aku yakin jawaban yang lebih tepat adalah belum.
Aku bahagia, karena aku melakukan apa yang aku sukai, aku mengasah kreativitasku, aku menuangkan ideku menjadi sebuah produk, bukan sekadar melintas atau terbengkalai di buku catatan. Dan yang lebih kusukai adalah bisa memberi manfaat, sekecil-kecilnya bisa menghibur penikmat karyaku yang mungkin hanya sedikit jumlahnya. Sungguh, membuat mereka tersenyum, terhibur, sampai bisa mengapresiasi yang aku buat dan kubagikan, bahagia rasanya.
Aku memang belum bisa memulai usahaku sendiri, bisnisku sendiri, apalagi membangun lapangan pekerjaan sendiri. Mungkin aku belum seperti orang lain yang di tahap harus berjuang bertahan hidup, karena aku masih di bawah naungan orang tuaku. Aku bisa saja haha hihi di media sosial tanpa perlu mengganti statusku ini. Tapi tujuanku tetap tak berubah sejak hari kelulusanku, yaitu untuk menjadi mandiri dan bisa banyak memberi.
Sampai kini dan entah ke depannya aku hanya bisa mencari, memilih, melamar, lalu menanti, penantian yang mungkin akan panjang atau lekas mendapat jawaban. Tapi aku tidak ingin bersedih. Di genggamanku ini aku bisa memanfaatkan seluruh platform yang bisa kujamah bahkan meski hanya di rumah. Selagi aku diberi privilege kebutuhan hidup tetap terpenuhi walau menganggur, aku harus menghasilkan sesuatu, yang aku yakin tidak akan pernah menjadi sia-sia di masa depan.
Itulah ceritaku, antara aku dan penantianku, juga dunia digital yang menyenangkanku. Aku bukan seorang pengusaha besar, menengah, atau kecil sekalipun, tapi aku adalah super lady boss at home bagi waktu luangku sendiri. Aku mengatur dan mengendalikan suasana hatiku, kegiatanku, dan kesehatan mentalku. Tidak akan aku biarkan diriku benar-benar ada di titik tidak berguna, I'm the boss of myself!
#ChangeMaker