Perjuangan dan Pesan Seorang Ibu yang Kehilangan Bayinya saat Pandemi, hanya 6 Minggu setelah Dilahirkan

Annissa Wulan diperbarui 09 Nov 2020, 14:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Dokter mengarahkan tim perawat untuk mengelilingi tubuh mungil bayi Alejandra Wilcox. Alejandra merasa seperti menyaksikan adegan medis di film, hanya ini versi nyata, di kehidupan nyata, dengan bayinya.

Selama 6 minggu hidupnya, bayi Alejandra telah menggunakan ventilator. Alejandra melahirkan 17 minggu sebelum waktunya dan sejak itu, ia menghabiskan 24 jam dalam sehari di NICU.

Alejandra berusaha untuk menjaga bayinya dan semua bayi di NICU, aman dari COVID-19. Setiap hari, selama 42 hari berturut-turut, ia telah melewati beberapa pos pemeriksaan keamanan, menahan napas saat berjalan melalui lorong rumah sakit, mencuci tangan dengan air panas hingga kulitnya pecah-pecah, dan tetap mengenakan masker sambil menangis ketika memompa ASI.

Alejandra melahirkan seorang bayi laki-laki di tengah pandemi, sehingga ketika dirinya masuk rumah sakit, suaminya juga tidak boleh meninggalkan rumah sakit, bahkan untuk memindahkan mobil di tempat parkir sekalipun. Tidak ada keluarga atau teman yang diizinkan untuk berkunjung.

 

 

2 dari 3 halaman

Perjuangan Alejandra selama 6 minggu bayinya di NICU

Bayi Alejandra Wilcox, Ronan. Sumber foto: Document/Alejandra Wilcox.

Bayi-bayi di NICU tidak diizinkan untuk dikunjungi oleh orangtuanya sekalipun, kecuali dengan beberapa syarat. Beberapa orangtua yang datang dari tempat yang jauh tidak diperbolehkan melihat bayi mereka.

Alejandra menghabiskan waktunya di ruang isolasi bayi, berteman dengan perawat dan tim keamanan rumah sakit. Alejandra menjadi terobsesi dengan pencuci pompa ASInya, pembersih tangan, air panas, sabun, dan terus mencuci tangannya.

Alejandra sangat berhati-hati terhadap apa yang disentuhnya dan ketika melihat orang yang tidak memakai masker, ia selalu ingin berteriak. Ketika bayinya meninggal, ia menjadi sangat marah.

Alejandra sangat marah terhadap orang-orang yang mengeluh tentang betapa tidak nyamannya mengenakan masker. Ia marah pada orang-orang yang mengeluh tidak bisa pergi ke restoran dan memotong rambut, ketika di sisi lain, ada orangtua yang tidak bisa bertemu dengan anak-cucu mereka.

Di awal pandemi, kekhawatiran Alejandra hanya berpusat tentang isolasi, namun setelah melahirkan, ia fokus pada bayinya. Awalnya, Alejandra mengalami kehamilan yang normal dan sehat, hingga ia diminta untuk membuat pilihan apakah tetap ingin menyelamatkan bayinya.

3 dari 3 halaman

Alejandra merasa beruntung karena dikelilingi oleh orang-orang yang baik

Alejandra Wilcox dan bayinya. Sumber foto: Document/Alejandra Wilcox.

Setiap kali memikirkan bayinya, Alejandra juga merasa beruntung. Ia beruntung bisa dipindahkan ke NICU tepat waktu, memiliki akses ke asuransi yang sangat baik, suami yang terus menemani, dan diizinkan untuk melihat bayinya, dan menggendongnya. Alejandra juga merasa beruntung memiliki orang-orang terdekat yang bersedia mendukungnya secara emosional dan finansial.

Setelah kematian bayinya, Alejandra menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan orang lain. Ia perlu membicarakan hal-hal yang menyakitkan, ia perlu menjangkau orang lain untuk dapat tetap terhubung, untuk dapat tetap hidup sebagai manusia.

Suatu malam, ketika Alejandra dan suaminya sedang menunggui bayi mereka di sebuah hotel di dekat rumah sakit, mereka menerima sebuah pesan singkat dari seorang teman. Pesan tersebut berisi link video yang memperlihatkan dukungan dari semua teman-teman Alejandra dan suami yang tersebar di seluruh dunia.

Setiap orang seperti berusaha menjangkau orang lainnya dengan cara yang mereka bisa, yaitu secara virtual. Mereka mengatakan, "Tidak apa-apa, kita di sini, kita di sini."

#ChangeMaker