10 Cara Mendidik Anak Tumbuh Cerdas dan Mandiri Menurut Studi

Novi Nadya diperbarui 04 Nov 2020, 17:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Anak tumbuh cerdas dan mandiri merupakan impian semua orangtua yang membantunya sukses menjalani kehidupan. Tentu saja banyak tips yang bisa ditemukan untuk membantu anak tumbuh cerdas dan mandiri, namun dalam praktiknya tidak semudah itu untuk dilakukan. 

Sebenarnya juga, tidak ada jalan pasti untuk menjamin kesuksesan menjadi orangtua, namun bukan berarti tidak ada pedoman untuk meningkatkan peluang mendidik anak sukses dan mandiri. Melansir dari inc.com, terdapat sejumlah strategi dari menurut studi yang bisa dilakukan untuk mendidik anak tumbuh cerdas, berpengetahuan luas, dan mandiri.

1. Ajarkan keterampilan sosial 

Sebuah studi yang dilakukan selama 20 tahun oleh para peneliti di Pennsylvania State dan Duke University menunjukkan korelasi positif antara keterampilan sosial anak-anak di TK dan keberhasilan mereka di masa dewasa awal. Mengajari anak cara menyelesaikan masalah dengan teman, berbagi, mendengarkan tanpa menyela, dan membantu orang lain di rumah adalah tempat yang tepat untuk memulai.

2. Jangan overprotect

Di era helicopter parenting sekarang ini, banyak orangtua mengalami kesulitan dalam memberi izin anak-anak memecahkan masalah, karena mereka buru-buru untuk membantu. Berdasarkan studi Universitas Harvard, Julie Lythcott-Haims berpendapat membiarkan anak-anak membuat kesalahan dan mengembangkan pikiran untuk menyelesaikan masalahnya menyiapkan mereka sebagai orang sukses dan mandiri.

 

 

2 dari 10 halaman

3. Melibatkan anak dalam dunia akademis sejak dini

Peringati Hari Anak Nasional dengan mencoba belajar jadi ibu yang pengertian melalui pola asuh mindful parenting. (Ilustrasi: Pexels.com/Pixabay)

Cara nomor 3 akan membantu mereka lebih mandiri saat dewasa nanti. Penelitian menunjukkan membacakan untuk anak-anak dan mengajari matematika sejak dini dapat mempengaruhi pencapaian di tahun-tahun berikutnya. Namun, yang terbaik untuk memulainya adalah tidak membantu mereka mengerjakan PR yang dapat menghambat perkembangan.

Orangtua harus selalu mengomunikasikan minat anak pada sekolah sambil mengajarkan tanggung jawab atas pekerjaan mereka secara mandiri.

 

 

3 dari 10 halaman

4. Jangan biarkan terlalu lama di depan layar

Ilustrasi anak bermain sambil belajar | pexels.com/@tatianasyrikova

Terlalu banyak waktu di depan layar dikaitkan dengan obesitas masa kanak-kanak, pola tidur tidak teratur, dan masalah perilaku. Selain itu studi tahun 2017 oleh Greg L. West di University of Montreal mengungkapkan bermain game "penembak" dapat merusak otak, menyebabkan otak kehilangan sel.

Jadi apa yang dapat kita lakukan di dunia pengasuhan bayi digital? Menurut American Academy of Pediatrics waktu di depan layar untuk hiburan harus dibatasi menjadi dua jam sehari.

Ide lainnya adalah membuat anak menjadi content maker bukan konsumen pasif. Pacu mereka mempelajari pemrograman komputer, pemodelan 3D, atau produksi musik digital yang bisa mengubah waktu di depan layar menjadi produktif.

 

4 dari 10 halaman

5. Tetapkan ekspekstasi tinggi

Ilustrasi/copyrightshutterstock/A3pfamily

 

Memanfaatkan data dari survei nasional, tim UCLA menemukan bahwa harapan yang dipegang orangtua untuk anak-anak mereka berpengaruh besar pada pencapaian. Studi tersebut menemukan jika saat anak berusia empat tahun, hampir semua anak dalam kelompok belajar yang berkinerja tertinggi memiliki orangtua yang mengharapkan mereka meraih gelar sarjana. 

 

5 dari 10 halaman

6. Jangan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk memuji kualitas bawaan seperti kecerdasan atau penampilan

Ilustrasi Anak Bermain Credit: pexels.com/pixabay

"Wow, kamu mendapat nilai A bahkan tanpa belajar? Kamu pintar sekali!"

Sebuah studi Universitas Stanford menunjukkan memuji anak-anak dengan pernyataan di atas dan berfokus pada kecerdasan mereka sebenarnya dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Sebagai strategi pengasuhan alternatif, orangtua disarankan untuk memberikan pujian yang berfokus pada usaha anak-anak untuk mengatasi masalah dan tantangan dengan menunjukkan ketekunan dan tekad.

 

 

6 dari 10 halaman

7. Lakukan tugas-tugas

Ilustrasi/copyrightshutterstock/MIA Studio

Ada banyak bukti penting yang menunjukkan jika pekerjaan rumah bermanfaat bagi perkembangan masa kanak-kanak. Namun dalam jajak pendapat Braun Reasearch, hanya 28 persen orangtua yang mengatakan mereka secara teratur memberikan tugas pada anak-anaknya. 

Analisis data dari University of Minnesota menemukan prediktor terbaik untuk sukses di masa dewasa muda adalah apakah anak-anak telah melakukan tugas-tugas rumah dalam usia 3-4 tahun.

 

 

7 dari 10 halaman

8. Jangan mengabaikan

Ilustrasi Orangtua dan Anak Remaja Credit: pexels.com/pixabay

Menurut survei Common Sense Media, 28 persen remaja mengatakan orangtua mereka kecandungan perangkat seluler. Studi terbaru lainnya oleh AVG menemukan 32 persen anak-anak yang disurvei merasa tidak penting ketika orangtua mereka terganggu oleh ponsel mereka.

Sebagai generasi pertama orangtua dengan akses internet 24/7, penting bagi kita untuk mengetahui kapan harus memutuskan hubungan dan fokus pada keluarga.

 

 

 

 

 

 

8 dari 10 halaman

9. Menciptakan rumah yang damai dan penuh kasih

Ilustrasi Orangtua dan Anak Credit: pexels.com/pixabay

Anak-anak dalam keluarga dengan konflik tinggi cenderung lebih buruk daripada memiliki orangtua yang akur seperti tinjauan studi University of Illinois. Menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan mendukung dengan makanan sehat membuat juga sehat dan produktif. 

Jika memang ada pertengkaran yang tidak bisa dihindari dengan pasangan, disarankan untuk mencontohkan perdebatan yang adil, penetapan batas, dan fokus pada rekonsiliasi dan resolusi.

  

9 dari 10 halaman

10. Jangan terlalu keras (atau terlalu lembut)

Ilustrasi Remaja dan Orangtua Credit: pexels.com/pixabay

 

Diana Baumrind, dalam penelitiannya yang inovatif pada tahun 1966, membedakan antara orangtua yang otoriter, permisif, dan berwibawa. Singkatnya orangtua otoriter terlalu keras, permisif terlalu lembut, dan otoritatif itu tepat. 

Saat seorang anak mencontoh orangtua mereka yang berwibawa, maka mendapatkan keterampilan pengaturan emosi dan pemahaman sosial yang penting untuk kecerdasan, kemandirian, dan kesuksesan.

 

10 dari 10 halaman