Indonesia Digital Association Membahas Perlindungan Data Pribadi Bagi Industri Periklanan Digital

Gayuh Tri Pinjungwati diperbarui 03 Nov 2020, 12:07 WIB

Fimela.com, Jakarta Kehadiran peraturan pengelolaan data pribadi di Tanah Air sudah dinantikan banyak pihak untuk memberikan payung hukum secara detail terkait pengelolaan dan penggunaan data pribadi untuk kepentingan komersial. Pemerintah Indonesia sudah memberikan sinyal bahwa regulasi ini tengah dibahas dan mengadopsi General Data Protection Regulation (GDPR) yang dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk melindungi data pribadi masyarakat.

Para pelaku industri digital secara global sepakat bahwa GDPR bisa menjadi gold standard dalam penyusunan peraturan pengelolaan data pribadi. Oleh karena itu, seperti diungkapkan oleh Chairman Indonesia Digital Association (IDA) Dian Gemiano, para pelaku industri digital di Tanah Air untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam GDPR.

“IDA berinisiatif untuk mengadakan sebuah webinar membahas GDPR dalam konteks data governance dan operational complience untuk para anggota IDA dan industri periklanan digital secara umum,” ujarnya.

Dalam webinar bertajuk “Act or React: Towards Personal Data Protection Regulation” ini, IDA akan menggandeng Asosiasi Big Data Indonesia (ABDI) dengan menghadirkan Rudi Rusdiah Chairman ABDI dan Rieke Caroline Founder & CEO Kontrak Hukum sebagai pembicara.

ABDI sendiri terlibat langsung dalam penyusunan data governance dengan pemerintah Indonesia untuk menelurkan regulasi perlindungan data pribadi yang relevan dengan kondisi terkini di Indonesia.

Menurutnya, para pelaku industri digital advertising di Indonesia saat ini sangat perlu memahami GDPR karena akan sangat berguna untuk mempersiapkan strategi pengelolaan dan monetisasi first party data yang lebih efektif.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Melindungi Data Pribadi Bagi Industri Periklanan sangatlah Dibutuhkan

Ilustrasi/copyrightshutterstock/metamorworks

Hal ini mengingat Google secara bertahap akan menghapus third party cookies dari browser Chrome dalam 2 tahun ke depan. Sebagai informasi, third party cookies di dunia digital advertising merupakan tools yang sangat penting untuk penelusuran (tracking) data pengguna antar website yang berbeda sehingga memungkinkan sebuah kampanye untuk melakukan re-marketing atau re-targeting.

Kampanye ini umum digunakan oleh situs-situs e-commerce untuk mendorong transaksi. Dia menambahkan, penghapusan third party cookies dari browser Chrome di Indonesia akan berdampak signifikan bagi pelaku industri digital di Tanah Air.

Menurut Statcounter, per September 2020, pangsa pasar browser Chrome di Indonesia sudah mencapai 77,5%. Google sendiri juga memperkirakan terjadi penurunan pendapatan programmatic advertising publisher global dari perubahan ini, yaitu sekitar 52%.

“Para pelaku industri periklanan digital baik publisher, ad networks maupun perusahaan teknologi periklanan harus bersiap mengantisipasi perubahan itu dengan mengakselerasi kemampuan mengelola dan memonetisasi first party data,” tambahnya.

Kendati demikian, pengelolaan first party data ini akan bersinggungan secara langsung dengan area-area data privacy (pengelolaan data pribadi) yang sangat sensitif dan kompleks. Apalagi, saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal ini.

Dian menambahkan, ketidakhadiran payung hukum yang sesuai ini akan menimbulkan banyak masalah nantinya baik masalah operasional maupun etika. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah betul-betul serius dalam membahas regulasi perlindungan data pribadi ini.

Melalui webinar yang diadakan pada hari Senin, 9 November 2020, pukul 16.00 WIB ini, para pelaku industri dapat memiliki pemahaman yang sama mengenai GDPR dan bersama-sama membantu mengawal pemerintah dalam menyusun peraturan pengelolaan data pribadi yang adil untuk semua pihak. Untuk mwngikuti webinar, silahkan melakukan pendaftaran langsung melalui link ini http://bit.ly/webinarIDA

3 dari 3 halaman

Cek Video di Bawah Ini

#Changemaker