Fimela.com, Jakarta Kita bisa bersinar melalui setiap pilihan hidup yang kita buat dalam hidup. Baik dalam hal pendidikan, karier atau pekerjaan, dan pilihan soal impian serta cita-cita. Setiap perempuan bisa menjadi sosok tangguh melalui setiap pilihan hidup yang diambil. Seperti dalam tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Oktober 2020: Menjadi Lady Boss Versimu ini.
***
Oleh: RKW
Sudah hampir satu tahun sepertinya dunia ini merasakan sakit. Dan selama itu pula, aku juga berusaha untuk menambal dan mengobati luka atas rindu dan lelah yang sampai detik ini aku rasakan.
Kali ini, aku sakit bukan karena wabah, lebih tepatnya karena jarak dan waktu. Berpisah jauh dengan orang terkasih adalah hal yang sulit untuk disembuhkan. Apalagi perpisahan ini masih belum tahu kapan akan berujung. Sebab, pandemi yang jumlah korbannya semakin lama semakin tinggi, menjadikan para WNI yang berada di luar negeri belum boleh pulang ke tanah air. Meskipun boleh, mungkin akan ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan diselesaikan.
Sudah sejak awal pandemi ini menyebar secara global, suamiku masih harus bertahan di perairan luar negeri. Sekalinya menepi, itu pun tidak di laut Indonesia. Ia masih harus berlayar di tengah lautan yang jaraknya begitu jauh dari tempat aku tinggal. Meski kami sama-sama menahan rindu, tapi keadaan seperti inilah yang perlu kami jalani.
Tidak boleh saling mengeluh, yang boleh hanyalah saling berpura-pura bahwa kita semua baik-baik saja. Jangan sampai, rindu itu menerobos pondasi rumah tangga yang sudah bertahun-tahun kami jalani. Jika rindu itu dibiarkan memberontak, yang ada hanya ancaman bagi rumah tangga kami. Biarkan, rasa rindu kami menjadi sebuaha doa yang selalu dipanjatkan di setiap sujud yang panjang.
Kondisi seperti ini mengharuskan kami untuk terus berteguh pendirian dengan cara berdiam diri di dalam rumah. Menikmati pergantian hari dan bulan dengan melakukan semuanya dari rumah. Sekolah, bekerja, beribadah, bahkan jalan-jalan pun dilakukan secara virtual.
Meski demikian, kehidupan sehari-hari harus terus berlanjut. Tidak boleh berhenti. Termasuk dalam hal mencari pendapatan sehari-hari pun juga masih harus terus dilakukan. Semangat menjalani keseharian di tengah pandemi seperti ini sangat diperlukan.
What's On Fimela
powered by
Lebih Mandiri
Dengan kondisi yang saling berjauhan, tentu saja aku tidak akan berdiam diri menunggu hasil keringat suamiku sampai ke rumah. Aku harus berusaha sendiri, walau dalam keadaan apa un. Berjualan hingga mengajar ngaji aku lakoni demi menjadi istri yang mandiri.
Saat ini, media sosial sungguh sangat membantuku. Di tengah keterbatasan fisikku, media sosial menjadi perantara untuk mempromosikan barang-barang daganganku ke tetangga-tetangga sekitar. Dengan sosial media pula, rasa sepi yang kerap kali menghampiri menjadi obat bagiku untuk bersua bersama suami atau teman-teman disabilitasku yang sekarang juga sudah mulai berjarak.
Aku bekerja bukan semata untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja. Lebih dari itu, aku ingin sekali belajar untuk menjadi wanita hebat, yang bisa mandiri di tengah segala keterbatasan yang aku miliki. Meski aku memiliki keluarga, tak selamanya mereka bisa menemani. Aku sangat-sangat tidak berharap mereka yang aku sayangi pergi terlebih dahulu, namun semuanya bisa saja terjadi ketika Tuhan telah berkehendak. Oleh karenanya, menjadi individu yang bisa ini dan itu dengan tenaga sendiri adalah prinsip hidup yang selalu aku pegang teguh.
Aku sendiri aktif dalam sebuah perkumpulan penyandang disabilitas. Ada banyak orang hebat di sana yang seringkali dipandang sebelah mata. Pun begitu denganku. Di balik persepsi orang-orang tentang aku dan mereka, ada banyak hal positif yang bisa dilakukan. Teman-teman penyandang disabilitas di komunitasku membentuk sebuah usaha kerajinan tas dan dompet. Usaha itu sangat membantu menciptakan lapangan pekerjaan bagi teman-teman disabilitas yang lain. Ternyata, teman-temanku juga sangat ahli dalam membuat sebuah hasil karya seni yang indah. Lalu, bagaimana denganku?
Aku memilih untuk berwirausaha di bidang makanan menjual telur asin. Ya, itulah kesibukanku akhir-akhir ini. Membuat telur asin, menjual, dan menitipkannya di warung-warung. Bahkan, sudah ada beberapa rumah makan yang berlangganan di tempatku.
MasyaAllah, aku sangat menikmati hari-hariku seperti ini. Awal mula usaha ini aku rintis adalah karena aku berpikir bahwa berjualan makanan adalah kesempatan yang bagus di tengah pandemi seperti ini. Di saat orang-orang enggan untuk keluar rumah walau sekadar membeli makanan, usaha ini aku harap akan membantu banyak orang mendapatkan lauk sederhana hanya dengan di rumah saja.
Aku mengiyakan para pelanggan yang meminta untuk diantarkan telur asinnya sampai rumah mereka. Jika dekat, aku bisa melakukannya sendiri. Jika jauh, ada tetanggaku yang bersedia mengantarkannya. MasyaAllah memiliki tetangga yang baik adalah satu bentuk nikmat yang patut untuk disyukuri.
Menjalankan Usaha
Telur bebek mentah aku ambil dari peternak yang sudah biasa mengirimkan ke tempatku. Hampir setiap hari aku selalu produksi, meskipun tidak bisa dijual pada hari yang sama, mengingat waktu yang dibutuhkan untuk membuat telur asin mulai dari mencuci, mengolah hingga menjadi telur asin yang mantap memerlukan waktu sekitar satu minggu. Dalam berjualan, aku selalu mengedepankan kejujuran pada pelanggan. Jika baik aku katakan baik. Dan jika ada ketidaksempurnaan pada produk yang aku jual, aku pun akan menjelaskannya.
Oh iya, ada produk olahan lain yang berbahan dasar dari telur asin. Di kalangan orang Jawa makanan ini disebut dengan bothok. Kalau biasanya bothok terbuat dari daun melinjo, bothok yang saya buat terbuat dari telur asin. Alhamdulillah, menu ini bisa diterima oleh masyarakat sekitar.
Aku belum berani menyebutkan berapa besar omset yang aku dapatkan dengan berjualan telur asin ini. Sebab, belm cukup besar jika dibandingkan wirausaha lainnya. Seberapa pun pendapatan yang diperoleh, setidaknya sudah sangat membantu untuk menambal kebutuhan-kebutuhan pribadiku dan anak perempuanku tanpa harus menunggu rejeki dari suamiku sendiri.
Putri kecilku juga sangat rajin. Seringkali ia yang membantuku membuat telur asin. Membantu mencuci telur-telur yang baru datang dari peternak. Dengan hati-hatinya ia memasukkan satu per satu telur itu ke dalam bak, dan menyikatnya hingga bersih. Alhamdulillah, ia adalah salah bentuk rezeki yang Tuhan titipkan untukku. Ia juga sering membantuku menyetor telur-telur asin ke warung. Terkadang, ia membuntutiku dari belakang menggunakan sepeda. Tidak jarang pula, ia naik ke atas kursi rodaku sembari memegangi telur-telur asin yang akan disetor.
Aku tidak pernah malu sedikit pun pada apa yang saat ini aku jalani. Lebih luar biasanya lagi, putri kecilku juga tidak pernah komplain atau merasa berkecil hati ketika uminya ini harus berjualan telur asin sambil menggunakan kursi roda. Justru, aku sangat bangga pada diriku sendiri. Dengan keterbatasan ini, aku bisa membuka sedikit lapangan pekerjaan untuk ibu-ibu di dekat rumah. Para tetangga inilah yang utama membantuku dalam membuat telur asin.
Selain berjualan telur asin, aku pun menjadi reseller dari sebuah produk baju dan makanan ringan lainnya. Lagi-lagi, aku memanfaatkan Whatsapp atau Instagram untuk promosi. Alhamdulillah, rezeki tidak pernah berhenti ketika kita masih terus berusaha untuk mencarinya.
Kodratnya, wanita tidak berkewajiban untuk bekerja. Namun, akan menjadi ladang pahala jika ia mampu membantu suaminya mencari penghasilan tambahan dengan tetap menjalankan prioritasnya sebagai seorang istri bagi suaminya dan sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Indah jika masalah siapa yang bekerja dapat dibicarakan dengan baik dan hati yang terbuka. Tidak melulu wanita harus menerima tapi ada kalanya ia bisa juga menjadi wirausaha yang tetap memenuhi perannya.
Semangat untuk menjadi wanita yang segalanya serba bisa!
#ChangeMaker