Fimela.com, Jakarta Bagi Stephanie Kurlow, menari balet adalah hidupnya. Sejak kecil, Stephanie sangat ingin menjadi seorang balerina profesional. Namun, impiannya terasa sangat muluk-muluk, mengingat dia ditolak banyak sekolah balet. Pasalnya, Stephanie mengenakan hijab.
"Sekolah-sekolah mengatakan saya tidak diperbolehkan masuk sekolah balet kalau saya mengenakan hijab," katanya saat diwawancarai AJ+.
Mimpinya kemudian berubah. Tak lagi ingin sekadar menjadi seorang balerina, tetapi dia ingin menjadi balerina pertama yang berhijab. Dia mengaku tidak pernah melihat ada seorang balerina berhijab. Pada awalnya, dia pun berpikir hal ini sangat tidak mungkin. Namun, kegigihan dan dan niat kuat Stephanie akhirnya membuka pintu kesuksesan sedikit demi sedikit.
What's On Fimela
powered by
Terinspirasi Atlet Peluncur Es Berhijab
Ibu Stephanie berasal dari Rusia. Sementara sang ayah berasal dari Australia. Keduanya memutuskan untuk memeluk agama Islam pada saat Stephanie masih berusia 9 tahun. Ketika Stephani memutuskan untuk berhijab, dia pikir mimpinya untuk menjadi balerina akan berakhir.
Namun, dia kemudian mendengar kisah perempuan dari UEA, Zahra Lari, seorang atlet peluncur es pertama yang mengenakan hijab.
"Saya ingat melihatnya di sebuah berita, dan saya pikir 'wah itu sangat luar biasa, dia cantik sekali! Kalau dia bisa, kenapa saya tidak?'" katanya.
Kemudian, ibu Stephanie mendirikan sebuah sekolah balet agar Stephanie bisa berlatih balet dengan bebas, tanpa harus dipaksa melepas hijabnya. Pada usianya yang ke-14, Stephanie memulai kariernya sebagai balerina secara profesional.
Sejak itu, dia sudah melakukan tur ke beberapa benua, seperti Eropa dan Australia. Termasuk tampil bersama musik grup anak-anak Australia, the Wiggles.
Komentar Kebencian dan Islamofobia
Sosok Stephanie ternyata menginspirasi banyak anak perempuan lainnya. Kini, Stephanie juga menjadi wajah dari berbagai brand internasional. Meski terbilang sukses, Stephanie tetap saja masih menerima banyak komentar kebencian.
"Saya menerima banyak komentar kebencian dan Islamofobia pada saat saya masih berusia 14 tahun. Itu bukan sesuatu yang mudah. Ada ratusan, ribuan orang yang bilang saya seharusnya tidak memakai hijab," katanya.
"Bahkan, saya menerima ancaman," katanya.
Kini, Stephanie bercita-cita ingin mendirikan sekolah balet yang menerima semua orang, tanpa memandang agama dan ras.
"Kalau kamu tidak melihat representasi itu di panggung, itu tidak masuk akal, karena kita semua ada di dunia ini. Dan bagi saya, ini sangat penting memiliki ruang untuk memberikan orang lain kesempatan yang sebelumnya mereka tidak miliki. Ini salah satu mimpi besar saya," tutupnya.
#ChangeMaker