FIMELA FEST 2020: 4 Masalah Kesehatan Akibat Toxic Relationship

Anisha Saktian Putri diperbarui 12 Okt 2020, 17:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Pikiran dan tubuh, saling berhubungan, maka tak mengerankan jika stres karena toxic relationship begitu merusak kesehatan secara keseluruhan. Shahida Arabi, MA, penulis buku terlaris 'Power: Surviving and Thriving After Narcissistic Abuse', menjelaskan, toxic relationship tidak hanya memengaruhi pikiran dan jiwa tetapi juga tubuh.

"Begitu banyak orang mengatakan kepada saya mereka telah merasakan masalah kesehatan karena toxic relationship. Misalnya saja berat badan mereka mungkin bertambah atau berkurang, berjuang dengan masalah tidur, atau bahkan mengembangkan kondisi kesehatan kronis. Dan yang tidak bisa dihindari ialah depresi dan kecemasan, karena hubungan ini dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Sistem kekebalan dan jiwa kita sama-sama terkena dampak toksisitas,” papar Arabia melansir thethirty.

Terdapat empat masalah kesehatan lainnya akibat toxic relationship, apa saja? Mari cari tahu.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

1. Perubahan tubuh

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/motortionfilms

Tubuh kita memandang stresor fisik dan mental sebagai 'ancaman', dan mereka mencoba menjaga tetap aman ketika terancam dengan cara yang sama.

Ketika berbicara tentang perasaan 'stres', kita hanya menggambarkan reaksi terhadap pengalaman hidup fisik dan mental, yang tentunya dapat mencakup hubungan beracun yang membuat emosi terkuras," katanya.

Masalah kesehatan yang terlihat ialah perubahan tubuh, entah menjadi lebih gemuk atau kurus. Karena stres memicu kita untuk makan terus-menerus, atau justru tidak nafsu makan.

2. Perubahan hormonal

Sebagai manusia, kita beradaptasi untuk menanggapi ancaman dengan berkelahi atau melarikan diri, baik secara harfiah atau kiasan. Beberapa peneliti menyebut respons stres instingtual sebagai overdrive metabolik karena perubahan hormonal yang disebabkan stres dalam fisiologi.

Ini semua berasal dari hipotalamus, yang disebut pusat komando otak yang bertanggung jawab atas keseimbangan hormon.  Karena itu, area otaklah yang paling merespons stres. Sekresi hormon stres, seperti adrenalin dan kortisol, membanjiri tubuh selama masa stres, baik mental maupun fisik, yang memiliki banyak efek pada perasaan.

Misalnya, perubahan kardiovaskular terjadi saat kita dalam keadaan tertekan, seperti gula darah meningkat dan detak jantung menjadi lebih cepat. Ini dapat terjadi baik secara fisik dalam bahaya atau hanya sekadar khawatir atau merasa tertekan. Hati, pencernaan, organ, dan sistem reproduksi juga beroperasi secara berbeda dalam menanggapi peningkatan hormon stres dalam aliran darah.

3 dari 3 halaman

3. Menurunkan kekebalan tubuh

Ilustrasi Penyakit Batu Empedu Credit: unsplash.com/Sydney

Insomnia, peningkatan tekanan darah, ketegangan otot, bahkan penurunan fungsi kekebalan: Ini hanyalah beberapa efek samping fisiologis potensial dari hubungan yang menguras emosi dalam hidup. 

4. Merasa letih dan lesu

Jika bisa makan makanan yang sehat, berolahraga, dan mengonsumsi suplemen ketika pikiran jernih. Namun, jika sedang melawan stres kronis, hal tersebut sulit dilakukan, alhasil akan merasa lesu, lelah, murung, dan tidak sehat.

Ketika pikiran terus-menerus stres, hal itu memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur peradangan, yang merupakan akar dari banyak penyakit. Inilah mengapa sangat penting menemukan cara untuk relaks dan melepas lelah sehingga tubuh dapat mulai pulih dan kembali normal.

Untuk tahu lebih lanjut topik seputar toxic relationship, daftarkan dirimu di sini dan dapatkan info terupdate FIMELA FEST 2020. Jangan sampai terlewat ya.

#changemaker