Fimela.com, Jakarta Jen Gobrecht tidak pernah mengira ia bisa hamil. Sebelum keajaiban terjadi, sebuah hal yang menghancurkan dunia menimpanya, dan ia harus membayangkan hidup tanpa memiliki anak.
Jen mengatakan ketika belum juga mengalami menstruasi pada usia 17 tahun, Jen pergi ke dokter untuk mencari jawaban. Saat itulah dia mengetahui bahwa dia dilahirkan dengan sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH) suatu kondisi bawaan yang terjadi pada 1 dari 14.500 perempuan. Kelainan ini langka dan berpengaruh pada sistem reproduksi perempuan.
Ia lahir tanpa rahim, karena itu dokter memberikan vonis tidak akan bisa hamil. Jen ingat saat pulang dari dokter bersama ibunya, menangis di dalam mobil karena berita yang memilukan.
“Saya tidak akan pernah bisa mengandung anak saya sendiri. Padahal saya dengan keyakinan bahwa suatu hari nanti akan memiliki bayi dan mengalami kehamilan. Jadi, berita itu sangat menghancurkan. Saya duduk di dalam mobil dengan ibu dan tidak bisa berhenti menangis,” papar Jen melansir Mirro.co.uk.
What's On Fimela
powered by
Setelah menikah kabar baik datang
Bertahun-tahun kemudian, ketika Jen dan suaminya Drew mengetahui bahwa dia akan menjadi kandidat yang sempurna untuk prosedur transplantasi rahim yang baru dan inovatif di sebuah rumah sakit di Philadelphia, mereka menaruh kepercayaan pada sains.
Sebuah tim yang terdiri dari 30 spesialis medis yang berdedikasi melakukan operasi yang sangat rumit dan mendetail ini, di mana Jen menerima rahim dari donor yang telah meninggal.
Enam bulan kemudian, dokter menanamkan embrio ke dalam rahim Jen, dan dia benar-benar sangat gembira saat hasil tes kehamilannya positif! Setelah melahirkan putranya Ben melalui operasi caesar, Jen resmi menjadi perempuan kedua di AS dan perempuan ketiga di dunia yang melahirkan setelah menerima rahim dari donor yang sudah meninggal.
Dan sebagai “keajaiban” Jen melahirkan bayi bernama Benjamin yang sekarang telah berusia 10 bulan.
“Bagi saya menjadi orang yang dapat menggendong anak kami adalah pengalaman yang luar biasa, hanya kegembiraan murni. Bahwa dia akhirnya di sini adalah keajaiban,” paparnya.
Melihat perjuangan sang istri
Sang suami, Drew, harus menyaksikan perjuangan perempuan yang dicintainya. “Ketika dia benar-benar merasa putus asa dan tidak berdaya, itu adalah saat-saat tersulit. Itu tugas saya untuk membuatnya merasa lebih baik, tapi tidak ada yang bisa saya lakukan, selain hanya berada di sana, "katanya.
Mereka berdua tahu sejak awal bahwa mereka menginginkan anak, jadi mulailah IVF pada tahun 2016, menciptakan 10 embrio beku. Mereka bahkan mulai berbicara dengan agen pengganti.
Tapi kemudian Jen membaca tentang percobaan medis baru. "Saya pernah membaca tentang beberapa penelitian tentang transplantasi rahim, tidak pernah berpikir dalam jutaan tahun ini bisa menjadi kemungkinan bagi kita," kata Jen.
Drew mengatakan khawatir Jen akan membuat harapannya sangat tinggi, dan kemudian dihancurkan jika terjadi kesalahan. “Saya mengatakan kepadanya untuk melamar tetapi tidak terlalu berharap pada hal ini,” ujar Drew.
Kriteria pendonor rahim antara usia 21 dan 40, memiliki fungsi ginjal normal, bukan perokok dan memiliki infertilitas uterus absolut. Dokter menjelaskan kepada pasangan tersebut risiko dari prosedur ini termasuk pendarahan dan infeksi, karena pasien akan memerlukan serangkaian operasi.
Kemudian Jen mengatakan sesuatu yang mengubah pikirannya. “Bahkan jika pada akhirnya kami tidak memiliki bayi, saya akan tetap merasa senang telah berpartisipasi, karena mereka dapat belajar sesuatu dari saya yang dapat membantu orang lain.' Dia berusaha untuk membantu perempuan lain. Itulah yang meyakinkan saya," papar Jen.
Jennifer dan Drew mendapat telepon bahwa mereka telah disetujui untuk memulai pada 1 Mei 2018, dan kemudian dengan gugup menunggu rahim tersedia. Butuh enam bulan untuk pulih sebelum embrio dapat ditanamkan.
Pada usia delapan bulan, Jen menjalani operasi caesar dengan Drew di sisinya.
#changemaker