Fimela.com, Jakarta Ada yang bilang uang bukan segalanya. Hanya saja uang tetaplah kita butuhkan dalam kehidupan. Mengatur keuangan, membuat rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu, mewujudkan impian melalui perencanaan finansial yang baik, rencana investasi dan membeli rumah, hingga pengalaman terkait memberi utang atau berutang pasti pernah kita alami. Banyak aspek dalam kehidupan kita yang sangat erat kaitannya dengan uang. Nah, dalam Lomba Share Your Stories September 2020: Aku dan Uang ini Sahabat Fimela semua bisa berbagi tulisan terkait pengalaman, cerita pribadi, kisah, atau sudut pandang terkait uang. Seperti tulisan berikut ini.
***
Oleh: Ajeng Rara Tirta
It's really true story of mine. Why? Karena credit card, hidup saya merana selama kurang lebih 5 tahun. Oke ceritanya bermula dari tahun 2012, saat itu saya bekerja di sebuah drilling company di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD). Saat itu salah saya apply credit card di bank swasta yang paling terkenal. Pertama kali ketika saya mengajukan, gagal. Dan selang satu bulan setelah ditolak, saya mencoba mengajukan ulang dan ternyata approved.
Awal muka saya mengajukan credit card karena mikirnya buat jaga-jaga, just in case saya atau keluarga saya harus masuk rumah sakit dan saya punya kartu itu untuk "membayarkan" terlebih dahulu. But, godaan setan ternyata lebih berat. Saya inget banget pertama kali pakai credit card untuk membeli hadiah mantan pacar yang sekarang jadi suami berupa jam tangan yang nilainya cukup lumayan. Lucunya, saya transaksi dengan sistem installment di depan dia langsung.
Waktu awal saya pakai credit card saya masih tergolong rutin mengumpulkan struk dan saya simpan untuk saya hitung lagi berapa pemakaian saya. Dan di awal pula saya membayar sesuai dengan nominal tagihan yang tertera di billing tiap bulannya.
Tapi, sekali lagi godaan setan makin berat, ketua saya tahu di dalam billing ada kalimat "nominal pembayaran" maka saya mulai sering membayar tagihan sesuai dengan nominal pembayaran, padahal itu sangat tidak boleh.
Entah kenapa setelah saya memiliki satu credit card bank swasta terkenal itu, bank swasta lain menelepon saya bahkan ada yang langsung mengirimkan ke kantor padahal saya tidak mengajukan. Hingga puncaknya saya memiliki 3 credit card dari 3 bank berbeda. Dan di saat itulah hancurnya pola keuangan saya.
Mengecek Kondisi Keuangan
Akhir tahun 2014 saya tersadar kalau saya sama sekali tidak memiliki tabungan. Saya mulai beranikan diri untuk breakdown keuangan saya, dan ternyata gaji saya minus tapi bersyukurnya saya tidak pernah merasa bahwa gaji saya ternyata minus. Di tahun itu pula saya sedang melanjutkan sekolah strata 1.
Hasil dari melakukan breakdown keuangan saya, saya tahu ada pembengkakan di angka saya membayar 3 credit card saya yang menyebabkan minus. Sejak saat itu pula saya menggunting seluruh credit card saya dan mulai untuk melunasi satu per satu.
Tidak mudah memang mencoba melunasi utang-utang credit card, tapi setidaknya dengan menggunting semua credit card itu langkah awal saya untuk berhenti memiliki pola hidup konsumtif. Karena saya mudah sekali memiliki barang hanya, dengan memasukkan nomor credit card beserta CVC-nya saja padahal waktu itu saya termasuk yang kena "red light" dari Bank Indonesia pada saat saya melakukan BI Checking.
Sekarang saya bersyukur banget sudah tidak terbelenggu permasalahan credit card. Dan perlahan saya mencoba belajar menabung, walaupun bisa dibilang mungkin saya cukup telat untuk melakukannya. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan?
#ChangeMaker