Fimela.com, Jakarta "Sudah kuduga bahwa untuk hamil itu tidak mudah," kata Sarah Powell-Davies. Setelah menikah tahun 2008, dia dan sang suami, Peter tidak menunda-nunda lagi untuk punya momongan. Namun, untuk bisa mendapatkan buah hati ternyata butuh perjuangan yang panjang.
Seperti yang ia kisahkan melalui laman metro.co.uk, Sarah Powell-Davies didiagnosis polycystic ovary syndrome (PCOS) pada usia 17 tahun. Sebelum menikah ia sudah jujur kepada Peter soal kondisinya. Peter pun memahaminya.
Setahun berusaha untuk hamil setelah menikah, belum ada hasilnya juga. Akhirnya Sarah pergi ke dokter untuk memeriksakan diri. Dia kelebihan berat badan dan harus menurunkan berat badan untuk meningkatkan peluang hamil. Selain itu, dia pun menjalani perawatan kesuburuan dan berharap bisa menjalani In Vitro Fertilization (IVF), yaitu fertilisasi in vitro atau pembuahan in vitro, atau sering disebut bayi tabung.
Tiga tahun berlalu masih nihil. "Banyak temanku yang hamil saat itu dan meski aku ikut bahagia untuk mereka, aku juga sedih. Kabar bahagia mereka semacam pengingat lagi bahwa sedikit pun aku tak kunjung memiliki bayi," papar Sarah.
Peter dan Sarah semakin dekat dalam perjalanan untuk memiliki buah hati. Mereka tetap menjaga harapan mereka, berbagi mimpi, mendiskusikan calon-calon nama bayi hingga membayangkan apa yang akan mereka lakukan saat menjadi orangtua nanti.
Bulan Januari 2013, pasangan suami istri mencoba IVF yang pertama kalinya di Wales selatan yang menghabiskan biaya beberapa ribu poundsterling. Sayangnya, usaha pertaa itu gagal. Hal ini jelas membuat Sarah sangat terpukul. "Aku tak bisa membicarakannya tanpa menangis selama berminggu-minggu sesudahnya. Peter tetap kuat dan menguatkanku sebaik yang bisa ia lakukan tapi dia jelas sedih juga," ujar Sarah.
Selama 18 bulan, Sarah mencoba IVF tiga kali tapi semua berakhir gagal atau keguguran. Setiap kegagalan terasa makin berat. Sebab IVF merupakan prosedur yang tidak mudah. Melibatkan hormon tubuh, suntikan, dan lainnya. Namun, bagi Sarah hal terburuknya adalah selalu kehilangan harapan dalam setiap percobaan, itu benar-benar terasa menakutkan.
Setelah enam tahun berusaha, Sarah dan Peter membuat pendekatan berbeda dan menuju Praha untuk pergi ke sebuah pusat kesuburan dan mencoba IVF tiga kali. Sempat merasa sudah putus asa tapi Sarah dan Peter berusaha untuk mencoba segala hal yang mungkin.
Hadirnya Malaikat Kecil
Sebuah harapan pun muncul pada tahun 2015.
Seorang spesialis dari sebuah klinik menemukan bahwa sistem imun Sarah menghasilkan jumlah sel T yang tinggi, yang artinya tubuhnya menyerang embrionya sendiri. Sarah pun diberi obat untuk menekan sistem imunnya yang harganya 400 pundsterling setiap injeksi. Efek sampingnya sendi-sendinya bengkak dan mengalami ruam.
Pada usaha yang ke-10, saat usianya 43 tahun, Sarah merasakan sesuatu yang berbeda. Warna biru pada tes kehamilannya lebih gelap dan jelas. Enam minggu kemudian, saat menjalani pemeriksaan tampaklah ada detak jantung pada janin yang dikandung Sarah. Karena kehamilan Sarah berisiko tinggi, maka dokter selalu memeriksa kondisi janin Sarah setiap minggu.
Akhirnya pada tanggal 22 November 2016, putri pertama Sarah lahir dan diberi nama Tirion. Peter dan Sarah sangat bahagia dengan kehadiran Tirion. Mereka berdua pun kembali berusaha untuk memberi adik pada Tirion.
Setelah semua perjalanan panjang dan perjuangan yang tidak mudah, Sarah dan Peter menetapkan hati untuk mencoba lagi. Pada usaha IVF yang pertama gagal, lalu yang kedua akhirnya berhasil. Anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki lahir tanggal 18 Februari 2019 dan diberi nama Cadel.
Menjalani 12 kali IVF jelas sangat berat tapi Sarah merasa bersyukur dengan hadirnya dua malaikat kecil dalam pernikahannya. "Aku tak tahu sudah berapa banyak uang yang kami habiskan. Kami sudah berhenti menghitungnya sejak lama tapi aku yakin sekitar ratusan ribu poundsterling. Tapi itu tidak penting. Dua bayi ajaib kami sepadan dengan setiap sennya," pungkas Sarah.
#ChangeMaker