Sering Tantrum, Pasutri Ini Berjuang Membesarkan Anak dengan Gangguan Pemrosesan Sensorik

Annissa Wulan diperbarui 24 Sep 2020, 14:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Kristin Asche memiliki anak laki-laki berusia 5 tahun dan harus dikeluarkan dari kelompok perawatan karena perilakunya. Anaknya menggigit, merusak furnitur, mencubit, mendorong, dan memukul orang lain.

Kristin selalu gugup jika ada anak lain yang berdiri terlalu dekat dengan anaknya, karena selalu ada dua kemungkinan. Interaksi akan berjalan baik atau anak lain akan menangis dalam beberapa detik.

CA, begitu ia menuliskan nama anaknya di cerita yang diunggahnya di Huffpost Personal, lahir dalam kondisi yang buruk. Lahir secara prematur di usia kandungan baru 9 minggu dan beratnya hanya 3,6 ons, paru-paru CA belum berkembang, terpapar MRSA, hepatitis, dan metamfetamin dalam rahim.

Ibu kandung CA adalah pengguna narkoba. Sebelum melahirkan, ibu kandung CA meminta Kristin dan sang suami mengadopsi anaknya.

Ketika lahir, Kristin dan suaminya telah berperan sebagai orangtua dan mereka ingin merayakan kelahiran dan kehidupan CA, meskipun diawali dengan kondisi yang buruk. CA menghabiskan 8 minggu di unit perawatan intensif neonatal dan diberi makan dengan tabung.

Saat CA sudah bisa bernapas dan makan sendiri, ia dikeluarkan dari rumah sakit dengan jaminan ia akan memiliki umur yang panjang dan sehat. Sayangnya, CA adalah anak yang temperamental sejak awal.

 

 

 

2 dari 3 halaman

CA yang sering tantrum

Ilustrasi/copyright pexels.com/pixabay.com

Ia mudah menangis dan makan adalah perjuangan bagi CA. Di usia CA yang kedua, ia membuang semua yang bisa dijangkaunya, merusak mainan, menendang, mencakar, menggigit anak lain, menyendiri, dan tidak suka berada di dekat anak lain.

Kristin dan suaminya tidak bisa meninggalkan CA sendirian, karena takut ia akan melukai dirinya sendiri atau saudara perempuannya atau hewan peliharaan mereka. Kristin dan suaminya masih tidak dapat menentukan apa yang menjadi pemicu perilaku CA dan memilih untuk melewatkan berbagai acara sosial agar terhindar dari penilaian publik yang buruk.

CA sempat dititipkan ke pusat penitipan anak karena Kristin dan suaminya harus bekerja. Ada kejadian di mana CA menggigit 7 anak dalam waktu 90 menit, sampai Kristin dan suaminya mengubah jadwal kerja mereka untuk bergantian merawat CA di rumah.

Di usia CA yang ke 3,5 tahun, Kristin memberanikan diri membawanya untuk kebaktian di gereja. Di akhir kebaktian, CA mengamuk hingga Kristin harus cepat-cepat membawanya pulang ke rumah.

Saat itulah CA mengatakan bahwa musik yang keras melukainya secara fisik. Kristin akhirnya berkonsultasi dengan dokter anak dan mendapatkan pengetahuan bahwa kemungkinan besar apa yang dialami CA adalah efek dari gangguan pemrosesan sensorik atau biasa dikenal sebagai SPD.

Pemrosesan sensorik mengacu pada cara otak menerima dan menanggapi pesan dari indera. Gangguan pemrosesan sensorik atau SPD adalah gangguan neurologis yang terjadi ketika otak tidak dapat menerima pesan tersebut atau tidak dapat menafsirkan pesan yang diterimanya.

3 dari 3 halaman

CA mengalami gangguan pemrosesan sensorik

Ilustrasi/copyrightshutterstock/Africa Studio

Gangguan ini pertama kali ditemukan pada tahun 1960-an oleh Dr Jean Ayres yang menggambarkannya sebagai kemacetan lalu lintas otak. Di tahun 2019, Kristin dan sang suami mengenali hipersensitivitas CA terhadap suara dan sentuhan.

Beberapa faktor, seperti kelahiran prematur, paparan obat dalam rahim, keterlambatan perkembangan atau gangguan neurologis tertentu, dan kurangnya stimulasi selama periode perkembangan neurologis membuat CA memang memiliki risiko tinggi terkena SPD. Sampai ketika Kristin dan suaminya mendaftarkan CA ke prasekolah.

Di masa prasekolah itulah, CA dikelilingi oleh sistem pendukung yang tepat dan berkembang pesat di sana. Ia berteman, bermain, dan mulai mencintai buku.

CA memiliki staf prasekolah yang suportif dan tim pendidikan khusus yang luar biasa, walaupun terkadang Kristin dan suaminya masih kewalahan ketika di rumah. 6 bulan berlalu selama pandemi, CA kehilangan sistem pendukungnya.

Karantina berarti tidak ada yang bisa melarikan diri dari kekacauan, Kristin dan suaminya menjadi sangat lelah dan sedih, putri mereka menjadi frustasi dan marah, sedangkan CA sendiri kehilangan senyumnya. Namun, yang paling membuat Kristin sedih adalah penghakiman publik kepada CA.

Ia hanya ingin semua orang tahu bahwa anaknya tidak nakal atau jahat, ia memiliki gangguan pemrosesan sensorik. Bagaimana menurutmu, Sahabat FIMELA?

#ChangeMaker