Fimela.com, Jakarta Ada yang bilang uang bukan segalanya. Hanya saja uang tetaplah kita butuhkan dalam kehidupan. Mengatur keuangan, membuat rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu, mewujudkan impian melalui perencanaan finansial yang baik, rencana investasi dan membeli rumah, hingga pengalaman terkait memberi utang atau berutang pasti pernah kita alami. Banyak aspek dalam kehidupan kita yang sangat erat kaitannya dengan uang. Nah, dalam Lomba Share Your Stories September 2020: Aku dan Uang ini Sahabat Fimela semua bisa berbagi tulisan terkait pengalaman, cerita pribadi, kisah, atau sudut pandang terkait uang. Seperti tulisan berikut ini.
***
Oleh: Ika Wulandari
Kata orang, uang adalah segalanya. Dengan uang kita bisa membeli apa pun yang kita inginkan. Di zaman yang semakin maju seperti sekarang, bentuk uang tidak hanya dalam bentuk kertas melainkan dalam bentuk kartu. Salah satunya kartu kredit.
Kartu kredit benar-benar mempermudah kita untuk belanja ini itu tapi tidak memiliki uang. Walaupun konsekuensinya, kita harus membayar utangnya beserta bunganya. Bercerita mengenai kartu kredit, aku mengenal benda kecil ini sekitar lima tahun yang lalu ketika aku baru pertama kali diterima bekerja di salah satu perusahaan swasta di kotaku.
Sejujurnya, aku tak paham betul mengenai apa itu kartu kredit dan bagaimana menggunakannya. Bahkan, ibuku sudah mewanti-wantiku untuk jangan menggunakan kartu kredit. Kata beliau itu bahaya.
Hingga suatu hari, ada temanku yang bekerja di sebuah bank dan menawarkan kartu kredit padaku. Aku sungguh merasa kasihan padanya karena katanya jika dia belum bisa menawarkan kartu kredit kepada nasabah maka dia akan dipecat. Saat itu, aku benar-benar bingung apakah aku harus menerima tawaran temanku atau tidak. Di satu sisi aku takut ketahuan ibuku. Setelah berpikir cukup lama, aku memutuskan untuk menggunakan kartu kredit itu tanpa sepengetahuan ibuku. Di titik ini, aku sungguh merasa bersalah sekali dengan ibuku.
Awalnya, kartu kredit itu tidak kugunakan sama sekali. Karena memang aku tidak tahu bagaimana caranya. Sampai teman-teman kantor mengajariku menggunakannya. Belanja ini itu apalagi ada diskon membuatku khilaf. Aku sempat berpikir, "Oh, ternyata pakai kartu kredit enak juga ya. Bisa beli apa pun nanti pas gajian tinggal bayar." Bulan pertama, pembayaran kartu kreditku lancar sampai bulan ketujuh. Memasuki bulan kedelapan, aku belum bisa membayar kartu kreditnya.
Didatangi Debt Collector
Aku bingung harus membayarnya pakai apa. Karena gajiku tidak cukup membayar cicilan begitu pula bunganya. Padahal aku sudah hidup hemat. Tapi, kenapa aku belum juga bisa membayar cicilannya. Aku tak mungkin meminjam apalagi meminta uang kepada ibuku. Ibuku mulai curiga namun aku masih tidak mau memberitahu beliau karena malu.
Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Mungkin itulah peribahasa yang tepat untukku saat itu. Dan puncaknya, rumahku kedatangan debt collector untuk menagih utangku. Akibatnya, ibuku mengetahui aku memakai kartu kredit. Beliau marah besar dan kecewa.
Alhamdulillah ibuku sangat baik, beliau bersedia membantu melunasi utangku. Dengan syarat, aku harus berhenti menggunakannya. Setelah semua utangku lunas kupatahkan kartunya agar aku tidak tergoda lagi untuk menggunakannya. Dan sekarang aku mulai belajar mengatur keuanganku sendiri.
Setiap gajian tiba, aku akan membagi-bagi uangku berdasarkan prioritas. Dengan cara itu, aku bisa menabung sedikit demi sedikit untuk menggapai mimpiku memiliki rumah sendiri. Dan ini sudah tahun kedua aku berhenti menggunakan kartu kredit.
Terima kasih kartu kredit, berkatmu aku belajar untuk tak selalu mengandalkanmu walaupun godaannya berat. Justru berkatmu, aku belajar dari kesalahanku untuk mengatur keuanganku sendiri agar aku tetap bisa hidup hemat.
#ChangeMaker