Utang Itu Candu, Sekali Terbiasa akan Terjebak di Lingkaran Setan

Endah Wijayanti diperbarui 21 Sep 2020, 10:13 WIB

Fimela.com, Jakarta Ada yang bilang uang bukan segalanya. Hanya saja uang tetaplah kita butuhkan dalam kehidupan. Mengatur keuangan, membuat rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu, mewujudkan impian melalui perencanaan finansial yang baik, rencana investasi dan membeli rumah, hingga pengalaman terkait memberi utang atau berutang pasti pernah kita alami. Banyak aspek dalam kehidupan kita yang sangat erat kaitannya dengan uang. Nah, dalam Lomba Share Your Stories September 2020: Aku dan Uang ini Sahabat Fimela semua bisa berbagi tulisan terkait pengalaman, cerita pribadi, kisah, atau sudut pandang terkait uang. Seperti tulisan berikut ini.

***

Oleh:  Fuatuttaqwiyah El-adiba

Uang bagaikan mata pisau tajam yang akan menusuk empunya ketika salah mengelolanya. Pengalaman masa lalu telah mengajarkanku untuk hati-hati dalam menggunakan uang. Pasalnya aku pernah tertipu oleh rekan bisnis hingga puluhan juta rupiah. Selain itu, aku juga harus melunasi pinjaman uang yang jumlahnya sangat besar menurut ukuranku. 

Pengalaman itu cukup membuatku mawas diri. Zero utang menjadi tujuan dalam hidupku. Aku bersyukur dengan usaha dan kerja keras yang kulakukan, semua utang terlunaskan. Utang membuatku trauma, apalagi aku sampai harus pinjam uang ke sana kemari untuk melunasinya. Saat aku terpuruk karena utang, tidak satu pun kawan atau pun saudara mau membantuku. Malu, sedih, dan bingung masih terbayang dalam ingatan.

Zero Utang

Awal menikah, aku dan suami sepakat untuk tidak boleh utang. Apa pun kondisi keuangan yang kami alami, pilihan utang harus disingkirkan jauh-jauh. Soalnya utang itu candu. Kalau sudah terbiasa utang, maka seumur hidup akan tergantung dengan hal tersebut. Ya, kalau ada uang dan umur untuk membayarnya, bagaimana kalau sebaliknya? Apakah aku tega membebankan utang kepada ibu mertua dan keluarga? Tentu tidak. Oleh karena itu, kutahan diri agar tidak jatuh ke lobang yang sama.

Zero utang menjadi pedoman dalam penggunaan uang keluarga kecilku. Sebisa mungkin aku tidak membuat utang yang baru baik kepada orang ataupun lembaga keuangan. Aku juga mematikan dua kartu kredit yang kumiliki tepat dua hari setelah peringatan hari ulang tahun RI, tahun lalu. Toh, aku juga jarang menggunakannya. Keberadaan kartu kredit akan membuatku tergoda untuk memakainya.

Dulu, aku pernah terjerat kartu kredit. Nominalnya tidak banyak. Namun, cukup membuat hari-hariku tidak tenang jelang tanggal jatuh tempo. Terlebih kalau kondisiku sedang tidak punya uang. Pada akhirnya aku bisa melunasi semua tagihan kartu kredit tanpa menunggak. Caranya dengan memangkas semua kebutuhan yang tidak penting. Selain itu, aku juga melakukan penghematan dalam semua hal.

Dahulukan Urusan Orang

Selain zero utang, prinsip yang kedua adalah mendahulukan urusan orang lain. Artinya keuangan yang berhubungan dengan orang lain, kuprioritaskan terlebih dulu. Misalnya cicilan ke bank, uang kontrakan, bayar listrik, air, membayar fee tim marketing, dan sedekah bulanan. Setelah semua beres, aku baru menghitung untuk kebutuhan sendiri. Hati tenang, hak orang lain pun terpenuhi. Kebayang kan kalau akhir bulan baru dibayar. Uang sudah habis dan tidak bisa membayar tagihan.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Menyisihkan Uang untuk Menabung

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/unge255_stock

Tabungan menjadi prioritas ketiga. Aku sengaja menggunakan satu rekening khusus tabungan yang tidak boleh diambil kecuali kondisi darurat. Nominalnya minimal 20% dari gaji bulanan yang kuterima. Selain itu, ketika menerima uang dari menulis, semua kumasukkan ke tabungan. Tujuannya biar jadi satu dan bisa menjadi penyemangat untuk bekerja lebih giat lagi.

September ini aku bisa bernapas lega. Cicilan di bank, sudah lunas. Aku pun tidak ingin memperpanjang lagi. Cukup sudah kemarin dibuat sakit kepala dengan utang. Kini tidak lagi. September kembali ceria dan bahagia karena sudah tidak punya utang. Syukurku tidak terkira.

Hidup Hemat

Sejak awal menikah, hidup hemat sudah kuterapkan. Kami sepakat tidak menambah barang di rumah kontrakan. Terutama peralatan rumah tangga. Hingga kini, di rumahku tidak ada kulkas, mesin cuci, dan rice cooker. Aku sengaja tidak membelinya karena belum perlu. Di samping tempatnya tidak ada, biaya listriknya juga lumayan. Daripada tidak bisa membayar tagihan listrik bulanan, mendingan tidak usah dulu.

Setiap mau membeli barang, kuhitung dengan cermat. Apakah barang itu memang perlu atau tidak. Sebisa mungkin aku tidak membeli barang yang hanya digunakan sesaat. Maka jangan heran kalau baju yang kupakai tidak berubah. Begitu juga tas yang kupakai.

Membawa Bekal Makan Siang

Untuk menghemat pengeluaran sehari-hari, aku selalu membawa bekal makan siang. Di rumah kusempatkan masak setiap hari. Tujuannya menghemat pengeluaran. Terbukti, sejak masak sendiri, kami (aku dan suami) tidak pernah jajan. Dalam sebulan, paling 1-2 kali beli makanan di luar rumah. Bagiku, masakan paling enak ya masakan dari rumah karena ada cinta di dalamnya.

Begitulah tips pengaturan uang di keluargaku. Sejauh ini efektif dan terus kujalankan. Kalau bisa hidup tanpa utang, kenapa tidak dilakukan?

#ChangeMaker