Pikun Bukan Hal Normal, Jangan Sepelekan dan Segera Obati

Anisha Saktian Putri diperbarui 21 Sep 2020, 06:59 WIB

ringkasan

  • Demensia sebagian besar dialami oleh lansia, kondisi ini bukanlah hal yang normal
  • Penanganan Alzheimer sejak dini juga penting untuk mengurangi percepatan kepikunan

Fimela.com, Jakarta Saat ini di dunia, lebih dari 50 juta orang mengalami demensia dan Demensia Alzheimer adalah jenis demensia yang terbanyak, sekitar 60-70 persen. Masyarakat sering menyebut kondisi ini sebagai pikun.  

Estimasi jumlah penderita Penyakit Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Pikun seringkali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga Demensia Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia). 

Padahal, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI, DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K) mengatakan, meskipun demensia sebagian besar dialami oleh lansia, kondisi ini bukanlah hal yang normal. Demensia Alzheimer merupakan penyebab utama ketidakmampuan dan ketergantungan lansia terhadap orang lain.

“Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang Demensia Alzheimer mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan dalam diagnosis dan perawatan,” paparnya.

Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan secara terus menerus sangat penting. Misalnya saja, deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif dan pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. 

“Selain itu penanganan Alzheimer sejak dini juga penting untuk mengurangi percepatan kepikunan,” paparnya.

 
2 dari 3 halaman

Faktor risiko

Ilustrasi kakek dan nenek (Shutterstock)

Ketua Studi Neurobehavior PERDOSSI, dr. Astuti, Sp.S(K), mengatakan penyakit Demensia Alzheimer memiliki faktor risiko yang bisa dimodifikasi seperti penyakit vaskular: hipertensi; metabolik: Diabetes, dislipidemia; pasca cidera kepala, pendidikan rendah, depresi dan yang tidak bisa dimodifikasi yaitu usia lanjut, genetik yaitu memiliki keluarga yang mengalami Demensia Alzheimer.

Selain mengetahui faktor risikonya, penting juga untuk menyadari bahwa Demensia Alzheimer bersifat kronis progresif, artinya semakin bertambah kerusakan otak seiring bertambahnya umur. 

“Sehingga deteksi dini sangat penting bagi penyakit Demensia Alzheimer. Dengan deteksi dini, pasien dapat lebih cepat ditangani sehingga kerusakan otak karena Alzheimer dapat diperlambat,” ujarnya.

3 dari 3 halaman

Aplikasi E-Memory Screening Bantu Ungkap Skor Kepikunan

Pikun/dok. #Obatpikun

Untuk mempermudah deteksi dini, para pakar dari Perhimpunan Dokter Spesial Saraf Indonesia (Perdossi) bekerja sama dengan PT Eisai akan segera meluncurkan aplikasi E-memory Screening (E-MS). Dokter Spesialis saraf dr Pukovisa Prawiroharjo SpS mengatakan, aplikasi ini menjadi salah satu cara untuk bisa mengedukasi, mendeteksi dini berbasis aplikasi gawai, dan direktori rujukan terpercaya dari para ahli.

Aplikasi E-MS bisa berfungsi sebagai tes massal bagi setiap orang untuk mendeteksi secara cepat dan sedini mungkin kemungkinan mengarah ke demensia. E-MS sebagai aplikasi akan resmi diluncurkan tanggal 20 September 2020 dan akan dapat diunduh di Playstore dan Appstore. 

“Aplikasi ini cukup mudah digunakan. Nanti, pengguna hanya tinggal mengikuti instruksi dan memilih apa yang ingin diketahui, apakah informasi seputar demensia atau melakukan deteksi dini,” ujar Menurut dr Pukovisa.

Apabila skor E-MS hasil deteksi mengarah ke abnormal, maka aplikasi ini juga menyediakan fitur direktori rujukan terpercaya kepada para pakar di sekitar pengguna aplikasi berbasis GPS. Informasi jarak, nama dokter beserta keahliannya di bidang demensia, dan call center RS tempat praktek yang dapat dihubungi juga akan tertera.  

#changemaker