Mengatur Keuangan saat Sudah Bekerja Perlu Penyesuaian Baru

Endah Wijayanti diperbarui 14 Sep 2020, 09:37 WIB

Fimela.com, Jakarta Ada yang bilang uang bukan segalanya. Hanya saja uang tetaplah kita butuhkan dalam kehidupan. Mengatur keuangan, membuat rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu, mewujudkan impian melalui perencanaan finansial yang baik, rencana investasi dan membeli rumah, hingga pengalaman terkait memberi utang atau berutang pasti pernah kita alami. Banyak aspek dalam kehidupan kita yang sangat erat kaitannya dengan uang. Nah, dalam Lomba Share Your Stories September 2020: Aku dan Uang ini Sahabat Fimela semua bisa berbagi tulisan terkait pengalaman, cerita pribadi, kisah, atau sudut pandang terkait uang. Seperti tulisan berikut ini.

***

Oleh:  Rayi Citha Dwisendy

Halo, aku Rayi usia 26 tahun, seorang pegawai swasta di sebuah perusahaan ritel Indonesia. Bicara tentang uang rasanya sangat lekat dengan aku bahkan semua orang. Yup mungkin benar, uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang.

Bisa setiap hari aku mengubah estimasi keuangan di notes handphone-ku. Padahal setiap bulan sudah aku catat apa saja pengeluarannya, tapi pasti berubah. Aku tipe yang selalu mencatat pemasukan dan pengeluaranku di notes handphone, ini membantuku untuk mengingat atau bahkan menghukum diri sendiri jika terlalu banyak jajan tidak penting.

Masalahnya, tiap orang punya barometer sendiri seberapa penting barang itu untuk dibeli. Bahkan aku harus memisahkan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier dalam catatanku. Tapi untungnya aku punya banyak project dengan teman-teman, jadi kebutuhan sekunderku bisa dibeli dengan uang project atau minta mereka membelikan alih-alih kado jasaku hehe.

Lahir dari keluarga yang ‘cukup’ memaksaku untuk harus tahu bagaimana cara mengatur keuangan supaya tidak kesusahan. Saat kuliah aku dikenal teman-teman sebagai ‘si pandai menabung’. Padahal mereka tahu uang jajanku bisa setengah dari mereka.

Aku diberikan uang jajan satu kali dalam sebulan oleh orang tua, supaya belajar mengatur keuangan katanya. Setiap dikirim aku selalu ambil cash untuk semua kebutuhanku selama sebulan itu. Aku pisahkan uang lembaran untuk keperluan makan, cetak tugas, laundry, transportasi dan jajan, lalu aku bundle dengan paperclip di laci kosan. Maklum, waktu itu belum heboh adanya e-commerce atau dompet elektronik jadi masih banyak menggunakan uang cash. Jatah nabung wajib disisihkan tiap awal bulan dengan transfer ke ATM bank lain yang tidak ada m-banking-nya jadi tidak tergoda untuk pakai.

Setelah kerja dan muncul banyak dompet elektronik, kebiasaan itu hilang. Semuanya tercampur, bahkan aku sampai bingung kenapa hasil jualanku tidak ada wujudnya padahal banyak pemasukan pada saat itu. Sejak saat itu aku membiasakan diri untuk memisahkan uang sehari-hari, tabungan, dan jualanku pada bank yang berbeda. Tidak lupa selalu menyisihkan untuk sedekah dan self reward setiap bulannya supaya berkah, bersyukur, dan lebih semangat.

2 dari 2 halaman

Mengatur Keuangan dengan Lebih Baik

Ilustrasi/copyrightshutterstock/Selenophile

Empat tahun bekerja di Jakarta saat itu kantorku mulai terguncang dan banyak isu pengurangan karyawan. Aku panik dan selalu kepikiran sampai sulit tidur karena ada cicilan rumah yang harus dibayar tiap bulan dalam jumlah besar. Akhirnya temanku mendorong untuk mulai cari kantor baru dan untungnya dapat yang sesuai.

Aku buru-buru mengajukan resign dari kantor sebulan sebelum pindah, supaya lebih tenang untuk memikirkan hal lainnya. 10 hari setelah mengajukan resign, pengumuman pengurangan karyawan benar terjadi. Hampir semua teman-temanku dirumahkan dengan pesangon yang cukup besar dan menggiurkan. Rasa menyesal karena mengajukan resign lebih dulu selalu menghantui, iya, menyesal karena mengajukan resign lebih dulu yang menyebabkan tidak dapat uang sisa kontrak yang harusnya diberikan oleh kantor, puluhan juta secara cuma-cuma. Tapi aku percaya semua pasti ada hikmahnya kenapa Tuhan membuat aku mengambil keputusan di waktu itu.

Sejak kejadian itu aku tidak mau gegabah lagi dalam mengambil keputusan, khususnya finansial. Sekarang aku bisa hidup lebih tenang di kantor baru walaupun ada pengurangan gaji. Covid-19 mengubah kebiasaanku dalam bekerja dan mengatur keuangan karena bekerja di rumah. Semua estimasi transportasi dan makan di luar bisa dialihkan untuk keperluan masa depan.

Aku jadi bisa membantu banyak teman dan keluargaku untuk berwirausaha bahkan menyiapkan pernikahannya. Aku bersyukur saat ini pengeluaran dan pemasukanku sudah sesuai dengan harapanku waktu dulu, punya value lebih dan bermanfaat untuk orang sekitarku. Bisa memberikan modal usaha untuk kegiatan pensiun orang tua, mendesain visual usaha teman-temanku, memberikan ide, tenaga dan waktu untuk mereka. Segalanya memang butuh uang, tapi ternyata uang tidak bisa beli value.

#ChangeMaker