Fimela.com, Jakarta Terima saja, pada kenyataannya memang tidak semua pernikahan harus berdasarkan cinta. Ada banyak alasan mengapa seseorang menikah, dan mungkin ini juga yang ingin diungkapkan seorang perempuan yang menikah tanpa cinta berikut ini.
"Dia bukan tipeku." Itu kalimat pertama yang dikatakannya, seperti dilansir dari Yourtango dan dituliskan Leslie Bennetts.
Kita selalu bekerja bersama dan ia selalu mengajakku melakukan pekerjaan ini-itu secara profesional. Ketika teman-temanku bertanya apakah akan ada benih-benih cinta yang akan muncul di antara kita berdua, kukatakan dengan tegas dia bukan tipeku.
Aku selalu tertarik dengan pria yang lebih tua dariku dan bersikap dewasa. Tapi Jeremy hampir tiga tahun lebih muda dariku dan kita rekan kerja di media cetak yang sama.
Aku selalu pacaran dengan pria-pria agresif, tapi Jeremy lebih kalem. Seorang pecinta teater berkacamata yang mengajar anak-anak yang mengalami gangguan emosional. Jeremy juga sabar dan gigih, tidak peduli sudah berapa kali aku menolaknya, dia tidak tersinggung dan selalu mencoba mendekati lagi.
Perhatian yang tulus
Kami sering pergi bersama dan suatu ketika percakapan kita semakin akrab. Temanku bertanya, sungguh tidak ada apa-apa di antara kalian? Kutegaskan sekali lagi, tidak.
Mantan istrinya bertubuh pendek, berkulit hitam, dan tertutup, sedangkan aku tinggi, pirang dan ekstrovert. Kami jelas tidak cocok. Aku tak peduli soal anak-anak, tapi Jeremy selalu tersenyum ketika berpapasan dengan bayi dalam stroller atau berpapasan melihat anak-anak kecil di suatu tempat.
Ia bertanya, "Kamu nggak pengen punya anak?" Kukatakan aku tak masalah punya anak tapi itu kemungkinan tak akan terjadi. Ia hanya tersenyum penuh pengertian.
Suatu hari aku sampai di kantor setelah melakukan terapi. Emosiku sedang tidak baik, dan Jeremy menghampiriku. Ia tak bertanya apakah aku baik-baik saja karena jelas sekali aku tidak sedang baik-baik saja. Sebaliknya, ia mengatakan aku harus pulang dan istirahat. Ketika di rumah, dia menelpon dan menanyakan kabarku.
Saat itulah aku sadar ada sesuatu yang terjadi.
Melamar tiba-tiba
Suatu ketika ia mengajakku nonton, dan bertanya apakah aku mau menikah dengannya. Aku sangat histeris dan memintanya menunggu selama 10 tahun. "Bisakah kita tunangan saja selama 10 tahun?" kataku. Tapi ia menggeleng pelan dan meyakinkanku menikah dengannya.
Bahkan di hari pernikahanku aku masih bingung bagaimana ini bisa terjadi. Di satu sisi pikiranku terpaku dengan kalimat 'Ia bukan tipeku', di sisi lain aku juga berpikir Jeremy adalah pria cerdas, berbakat, dan menarik. Tetapi tidak seperti pria-pria yang pernah kukencani sebelumnya, dia juga jujur, bisa dipercaya dan diandalkan.
Ketika aku melihat ia sangat suka bermain dengan anak-anak, aku tahu betapa hebatnya dia jika menjadi ayah. Dia tenang dan stabil, aku merasa bisa mengandalkannya sebagai suami. Dia memiliki pemahaman matang soal komitmen.
Mungkin dia memang tidak datang dalam setiap pertemuan makan malam kenalanannya dan membuat orang lain terkesan, dia hanya bicara seperlunya dan meski wawasannya sangat luas ia tidak angkuh. Ketika ia sudah merasa nyaman dengan orang lain, ia bisa jadi orang yang sangat lucu.
Bahkan setelah 20 tahun mengenalnya, selera humornya tetap sama. Kini kami merayakan ulang tahun pernikahan dengan usia anak-anak kami 17 dan 14 tahun. Kami berbagi kehidupan bersama dan mungkin cinta itu tumbuh dengan sendirinya karena terbiasa.
Jodoh memang tak terduga ya, Sahabat Fimela.
#ChangeMaker with FIMELA