Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti punya pengalaman tak terlupakan terkait negeri kita tercinta Indonesia. Ada kebanggaan yang pernah kita rasakan sebagai bagian dari Indonesia. Kebanggaan terhadap keindahan alam Indonesia, kekayaan tradisi dan budaya, kecintaan terhadap masyarakat Indonesia, dan lain sebagainya. Kita pun punya cara tersendiri dalam mengartikan kebanggaan terhadap tanah air ini. Melalui Lomba Share Your Stories Bulan Agustus: Bangga Indonesia ini, Sahabat Fimela bisa berbagi cerita, pengalaman, dan sudut pandang tentang hal tersebut.
***
Oleh: Andi Annisa Ivana Putri
Bicara tentang Bali tidak akan ada habisnya. Popularitasnya di dunia atas berbagai objek wisatanya yang mengagumkan terus menimbulkan dengung percakapan. Ada yang membicarakan pantainya, tempat makannya, budayanya, dan tradisinya. Semua aspek itu memang sangat luar biasa. Namun, ada satu hal yang kerap luput diingat oleh orang-orang.
Langit di pulau Bali selalu berwarna biru. Biru terang dengan sedikit awan putih yang selalu bergerak lantaran tertiup angin. Langit tak bernoda yang mengantarkan sinar matahari dengan begitu terik. Langit yang warnanya sangat memanjakan mata.
Sedikitnya polusi dan tidak adanya bangunan tinggi di Bali bisa jadi faktor pendukung hal tersebut. Berbeda dari kota-kota lainnya di Indonesia, Bali memiliki peraturan yang melarang adanya bangunan dengan tinggi melebihi 15 meter. Seluruh bangunan di Pulau Dewata memiliki lantai yang bisa dihitung dengan jari.
Indahnya Langit Biru Bali
Tidak adanya halangan yang berdiri membelah langit Bali membuat segala objek di angkasa terlihat lebih jelas. Misalnya, layang-layang. Mulai bulan Juni hingga Agustus, benua Australia sedang mengalami musim dingin. Berdasarkan hal itu, angin yang berhembus ke wilayah Bali menjadi lebih kuat. Pada bulan-bulan ini, layang-layang akan terlihat dengan sangat jelas di siang maupun malam hari.
Berbeda dengan layang-layang pada umumnya, layang-layang tradisional Bali memiliki ukuran raksasa, dengan lebar 4 hingga 10 meter. Kini, banyak penduduk lokal yang memberikan lampu LED di sekitar layang-layang. Cahaya yang membungkus layang-layang membuatnya berpendar di malam hari, seakan-akan bintang mendapat teman baru.
Melukis langit dengan layang-layang pun telah menjadi kebiasaan masif orang-orang di pulau ini. Bahkan, ada festival yang disebut Festival Layang-Layang Bali yang diselenggarakan tiap tahunnya dengan makna keagamaan yakni pengiriman pesan kepada Dewa-Dewi Hindu untuk hasil tani yang melimpah.
Tiga jenis layang-layang tradisional yang dilombakan di ajang ini adalah Bebean (berbentuk ikan), Janggan (berbentuk burung) dan Pecukan (berbentuk daun). Diiringi dengan gamelan, peserta dari festival ini adalah tim dari berbagai banjar di Denpasar. Bila asing dengan istilah banjar, Wikipedia menyebutnya sebagai pembagian wilayah administratif di Provinsi Bali.
Maka dari itu, langit siang hari di Bali tampak paling cantik ketika layang-layang menari bebas di luasnya kanvas berwarna biru terang.
Keindahan Langit Bali yang Selalu Dirindukan
Namun, langit Bali di malam hari tidak kalah cantiknya. Umumnya, mata manusia akan sulit melihat bintang lantaran cahaya lampu lebih terang dari jarak dekat. Di Bali, ada hari raya bernama Nyepi yang mewajibkan seluruh pulau untuk mematikan lampu selama satu hari penuh. Bukan hanya lampu, segala aktivitas di luar rumah dan aktivitas dalam rumah yang menimbulkan suara gaduh tidak diperbolehkan.
Dari segi filosofisnya, Nyepi adalah momentum di mana umat Hindu berdoa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk melalukan penyucian terhadap Buana Alit (manusia) dan Buana Agung (alam dan seluruh isinya).
Tiada aktivitas luar rumah selama satu hari penuh berdampak sangat besar bagi lingkungan Bali. Polusi hilang selama satu hari, terutama polusi dari kendaraan bermotor. Langit pun dibersihkan, bintang-bintang menjadi senang karena tidak ada saingan penerang langit malam.
Bukan suatu ucapan yang hiperbolis, hanya saja langit malam di Bali saat Nyepi memang sangat amat cantik. Ribuan bintang terlihat jelas dengan kerlap-kerlipnya yang malu-malu. Bila anda penasaran, sila mencari di kolom pencarian Google dengan kata kunci ‘bintang saat nyepi.’
Selain pantainya yang berlomba memikat hati para wisatawan, langit siang dan malam Bali nampaknya juga tidak ingin kalah.
Sebagai seseorang yang tinggal dan besar di Bali, langit yang bersih dan indah merupakan sesuatu yang awalnya saya anggap biasa. Saya beranggapan bahwa memang sudah sewajarnya semua langit seperti itu.
Namun, pemikiran itu berubah ketika saya merantau ke ibu kota. Langit Jakarta cenderung berwarna abu-abu. Gedung-gedung pencakar langit di Sudirman pun bagai menyembunyikan langit Jakarta, meski saya paham betul bahwa gedung-gedung itu ada untuk menggerakkan roda ekonomi. Maka ketika datang masa saya jenuh mengikuti tempo cepat pergerakan manusia di ibu kota, yang paling saya rindukan adalah langit di kampung halaman saya.
Saya rindu melihat langit berwarna biru. Saya rindu merasakan kulit yang tiba-tiba menjadi gosong karena langit Bali telah menjadi medium penghantar cahaya matahari yang sangat baik. Saya rindu melihat layangan terbang bebas dan bintang pamer kilauannya.
Saya yakin langit-langit di belahan Indonesia lainnya memiliki pesonanya masing-masing. Untuk saya, langit Bali berkesan karena ada unsur adat yang mendorongnya untuk tampil cantik dengan maksimal. Dengan itu, saya bisa menjadi lebih menghargai langit tanah kelahiran ini di langit mana pun saya bernaung.
#ChangeMaker