Pengalaman Manis dan Berkesan Menjadi Mojang Mimitran Bandung

Endah Wijayanti diperbarui 28 Agu 2020, 15:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti punya pengalaman tak terlupakan terkait negeri kita tercinta Indonesia. Ada kebanggaan yang pernah kita rasakan sebagai bagian dari Indonesia. Kebanggaan terhadap keindahan alam Indonesia, kekayaan tradisi dan budaya, kecintaan terhadap masyarakat Indonesia, dan lain sebagainya. Kita pun punya cara tersendiri dalam mengartikan kebanggaan terhadap tanah air ini. Melalui Lomba Share Your Stories Bulan Agustus: Bangga Indonesia ini, Sahabat Fimela bisa berbagi cerita, pengalaman, dan sudut pandang tentang hal tersebut.

***

Oleh: Aulia Hamidah Fauzia

Sebagai gadis desa yang tumbuh dengan nuansa kearifan lokal, aku mencintai Indonesia dengan segala parasnya. Ibu pertiwi yang hangat dalam pelukan garis khatulistiwa, hamparan permadani hijau memberi warna alami di setiap desa ditatar sunda. Namun, seiring beranjak remaja, aku mulai mendengar  racauan  teman dikelas yang pernah berwisata ke luar negeri, ada yang berapi-api menjelaskan indahnya negara tetangga bahkan negara-negara skandinavia yang pernah mereka pijak.

Ada rasa sedikit cemburu atau tepatnya cita-cita ingin pergi ke luar negeri juga. Tapi, setibanya di rumah, ibu selalu menjelaskan, bahwa negara Indonesia tidak kalah cantik, bahkan jauh lebih mempesona, bila kita mau membuka mata dan mulai menapaki setiap jengkal wisata dari Sabang sampai Merauke, disana tersimpan keindahan “surga dunia” maha karya Tuhan yang menjadi berkah  indah untuk negara Indonesia.

Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar (SD), setiap tanggal 14 dan 17 Agustus, aku selalu diajak Ibu ke alun-alun kota Garut yang megah dan asri, yang diapit oleh Mesjid Agung dan Gedung Pendopo untuk melihat parade marching band dan upacara bendera dalam memperingati hari pramuka dan hari kemerdekaan Indonesia. Sampai pulang ke rumah, aku bicara kepada Ibu, kelak ingin menjadi pengibar bendera.

Setelah masuk bangku Sekolah Menengah Akhir (SMA), di tahun pertama sekolah, aku baru tahu, bahwa yang masuk formasi pengibar bendera itu ternyata orang-orang pilihan, tak seperti sub ekstrakurikuler lainnya yang bila kita minat, tinggal bergabung saja. Kakak kelas yang terpilih, biasanya yang memiliki postur tubuh ideal dan proporsional, hampir sebagian besar dari mereka memiliki paras seperti model, juara kelas dan berprestasi, saat itu aku nyaris insecure karena dengan paras yang biasa saja, wajah sawo matang, dan postur tubuh “kelas berat” tapi bermimpi menjadi pengibar bendera, hehe.

Tapi, Ibu selalu bercerita tentang hakikat kepercayaan diri adalah kita harus belajar mencintai diri sendiri, lalu setelah itu kita akan mampu mencintai Indonesia.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Gagal jadi Paskibra

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/farknotarchitect

Ibu selalu berkata, jadi apa pun kita, apa pun yang kita kerjakan, berkontribusilah untuk membanggakan bangsa, negara, agama dan keluarga. Dan itu selalu aku ingat. Hingga tahun kedua di SMA, saat itu Aku terpilih menjadi ketua OSIS, banyak agenda yang aku kerjakan, hingga sering menguras energi dan pikiran.

Hingga satu saat aku sangat letih karena terlalu banyak beraktivitas, lalu aku pulang ke rumah dan di perjalanan, motorku dari belakang tertabrak mobil angkot biru, seketika aku terpental ke aspal dan karena itu aku harus istirahat selama satu bulan tidak sekolah. Berat badanku susut drastis karena sering di rumah, kulitku menjadi putih, Ibu bilang kalau kulit asliku sejak kecil memang putih, sempat berkulit sawo matang dan gemuk, hanya karena waktu kecil aku senang sekali bermain di sawah dan lapangan terbuka serta sangat suka menjajal jajanan kue-kue manis di pasar tradisonal. Setelah pulih, aku dan satu temanku terpilih mewakili sekolah untuk seleksi pasukan pengibar bendera (PASKIBRA) tingkat kabupaten, yang saat itu aturannya hanya diwakili oleh dua orang siswa setiap satu sekolah.

Seleksi dimulai, saat itu setiap siswa harus mengisi soal pilihan ganda terkait wawasan kebangsaan dan segala hal yang terkait dengan sejarah Indonesia, lalu ada seleksi minat dan bakat. Saat itu ada yang menampilkan kesenian, alat musik dan tahap terakhir adalah seleksi baris berbaris, saat itu aku bermain harmonica untuk mengcover lagu nasional. Karena delegasi terlalu banyak, akhirnya panitia mengerucutkan peserta calon paskibra dan saat itu kami tidak terpilih, sempat kecewa karena tidak dapat menjadi bagian dalam prosesi pengibaran bendera, tapi akhirnya kami dapat berlapang dada.

Tahun ketiga di SMA, banyak kakak-kakak duta pariwisata yang berstatus mahasiswa berbagi tips dan info kampus ke sekolah kami, paras mereka yang rupawan, wawasan mereka  yang global, dan tutur yang santun, membentuk imaji bagi aku pribadi ingin seperti itu. Mereka bercerita dan memotivasi kami agar bekerja keras masuk universitas prestigious dan jadilah duta pariwisata, karena itu akan mengantarkan kita untuk penugasan berkeliling kota bahkan negara tetangga secara berkala selama penugasan satu tahun, “Wah, ini salah satu cita-citaku untuk dapat melihat pesona Indonesia dibelahan bumi lainnya," kataku dalam hati.

3 dari 4 halaman

Mengikuti Ajang Mojang Jajaka

Memori./Copyright dok. Aulia Hamidah Fauzia

Karena urusan keluarga, aku selalu berpindah-pindah kota tempat tinggal. Tapi, ada satu hal yang membuat aku bangga dengan nuansa kearifan lokal Indonesia, yakni keberagaman motif batik di setiap kota yang selalu memesona untuk dikenakan. Misalnya waktu aku tinggal di Kota Garut, aku suka sekali batik motif Rereng Peteuy dan Rereng Merak, karena aku merasa motif biotik membuatku menyatu dengan alam.

Setelah pindah ke Kota Bandung untuk melanjutkan kuliah strata satu, kecintaanku pada batik semakin intens, hingga aku akhirnya mengikuti pemilihan Duta Batik Jawa Barat dan berhasil masuk ke tahap semi final, saat itu aku suka sekali dengan motif bunga patrakomala khas Bandung yang merah dengan sisi ujung tepi yang menguning, aku merasa sedang dibalut bunga tatar sunda ketika mengenakannya.

Sembari kuliah dan berorganisasi, saat itu aku mulai mencoba mengikuti pemilihan duta pariwisata di kabupaten Bandung, tepatnya pemilihan Mojang Jajaka 2011, dan saat itu aku sangat antusias dengan prosesi pembekalan para peserta finalis terpilih untuk dikarantina, mulai dari pengenalan tari dan alat musik tradisonal di Saung Angklung Udjo, petikan senar kecapi, serta alat musik karinding dari bambu yang imut, memiliki suara khas semesta alam tatar sunda, bila kamu memainkannya, sangat terasa sekali nuansa harmoni alam apalagi bila dimainkan di tengah sawah.

Saat itu aku terpilih menjadi salah satu juara sebagai Mojang Mimitran, oleh panitia lomba, kami diajak untuk berkeliling ke objek wisata di kabupaten Bandung, dengan segala ke-khasannya, agar kelak, kami mampu mempromosikan pesona alam dan pariwisata kepada tamu dari luar kota atau luar negeri yang berkunjung ke pemerintahan kabupaten Bandung.

Saat itu aku dan semua teman yang terpilih, menapaki kaki untuk pertama kali di Patuha Resort kabupaten Bandung, tahun 2011 kami dibawa oleh rombongan bus pariwisata khusus dari Dinas Pariwisata, sepanjang jalan, kami melalui jalan yang diapit oleh pepohonan rindang dengan udara sangat sejuk, aku saranin bila kamu ke sini harus membawa jaket tebal ya karena terkadang ada halimun atau udara berembun, sepanjang jalan di setiap lereng ditumbuhi palawija dan sebagian sudut lainnya ada hamparan kebun teh yang menghijau serta senyum ramah para petani desa.

4 dari 4 halaman

Mempromosikan Keindahan Indonesia

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/Pasakorn%2BHansetagan

Banyak sekali tempat yang kami kunjungi, tapi yang paling aku sukai, saat kami ke Kawah Putih Ciwidey di kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Kawah ini terbentuk dari letusan gunung Patuha yang kadar sulfurnya banyak yang saat kami kunjungi, cuacanya sedang dingin sekali, dan oleh guide disana, kami dianjurkan untuk tidak terlalu mendekat ke Danau di Kawah Putih, atau menjauh setiap 10-15 menit sekali. Pesona danau putih kehijauan yang tekadang terlihat biru muda dari pantulan langit biru, serta gunung yang selintas pepohonannya seperti ada tulisan lafaz Allah di area bebatuannya yang menghadap langsung ke danau, kata guide di sana, mungkin Tuhan amat sayang dengan Indonesia terutama Bandung, maka diberi pesona alam yang sangat indah. Saking indahnya, tempat ini pernah menjadi lokasi pembuatan film My Heart kala itu yang sangat populer.

Aku sangat bersyukur kepada Tuhan atas segala pesona alam Indonesia, aku selalu bangga bercerita kepada temanku yang berasal dari Malaysia, Singapura, Afrika, Kamboja, Thailand dan Tiongkok, dan mempromosikan pesona alam Indonesia kepada mereka serta segala budaya dan industri kreatifnya. Terkadang, kita terbawa arus gengsi begitu berapi-api menceritakan pesona negara lain, bila kita membuka mata, Indonesia adalah representasi utuh atas cinta Tuhan karena menganugrahi paket lengkap dengan sejuta pesona bahari, pegunungan, kesejukan udara dengan ratusan  budaya, suku, keberagaman bahasa dan bangsa.

Bila bukan kita yang mencintai dan bangka terhadap negara kita, siapa lagi generasi yang akan menggaungkan paras Indonesia di kancah lokal nasional dan global? Tentunya anak muda Indonesia.

Aku bersyukur sekali telah menapakan jejak  di belahan bumi pertiwi meskipun baru dapat berwisata ke beberapa kota di Jawa Barat, Sumatra, Batam dan Bintan Island, kelak bila Tuhan memberi aku banyak waktu dan rezeki serta usia yang sehat, ingin sekali aku mulai memeluk ibu pertiwi di belahan pulau lainnya, dari Sabang sampai Merauke. Semoga.

#ChangeMaker