Hari Kemanusiaan Dunia: Anak-Anak Paling Rentan saat Bencana, Ini Cara Melindunginya

Anisha Saktian Putri diperbarui 20 Agu 2020, 11:00 WIB

ringkasan

  • Hari Kemanusiaan Dunia jatuh setiap tanggal 19 Agustus, termasuk di Indonesia
  • Dalam setiap kejadian bencana, anak–anak menjadi kelompok paling rentan bahkan jumlah kematian usia anak selalu meningkat.
  • Terbuka ruang bagi anak-anak untuk mendapat tempat dalam menyampaikan suara mereka sebagai pihak yang dikategorikan sebagai kelompok rentan

Fimela.com, Jakarta Hari Kemanusiaan Dunia jatuh setiap 19 Agustus, di mana pada tanggal tersebut mengingat peristiwa tahun 2003 saat 22 staf PBB tewas dan 100 lebih lainnya terluka akibat ledakan bom di Baghdad. Di Indonesia sendiri, peringatan ini mengingatkan bahwa negara kita memerlukan banyak pekerja kemanusiaan mengingat bencana alam yang konstan terjadi.

Di Hari Kemanusiaan Dunia ini pula Save the Children Indonesia mengundang Wakil Ketua Komisi 8 DPR RI, Ace Hasan Syadzly, untuk berdialog dengan tajuk 'Membangun Indonesia Tangguh Dari dan Bersama Generasi Penerus' secara daring dengan sejumlah perwakilan anak dari provinsi Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jambi, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.

Hadir pula dalam dialog tersebut Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penaggulangan Bencana, Lilik Kurniawan dan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial – Kementerian Sosial, Hary Hikmat. 

Selama pandemi COVID-19 dari bulan April hingga Juni, tercatat 734 bencana alam di tanah air. Artinya ada 8 kejadian bencana setiap hari. Jumlah populasi yang terpapar oleh berbagai ancaman bencana di Indonesia, 33% nya adalah anak-anak. 

 
2 dari 2 halaman

Anak-anak menjadi kelompok rentan saat bencana

Bukan hanya leukemia, namun terdapat lima jenis kanker lainnya yang dapat terjadi pada anak (Foto: Unsplash)

Dalam setiap kejadian bencana, anak–anak menjadi kelompok paling rentan bahkan jumlah kematian usia anak selalu meningkat. Diperkuat dengan Survei Save the Children tahun 2019 di 3 kabupaten di Provinsi Jawa Barat terungkap bahwa 1 dari 2 anak tidak mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana termasuk karakteristik penyebaran COVID-19.

Hal ini diperparah dengan fakta 90 % bencana alam berhubungan dengan iklim. Perubahan iklim yang saat ini terjadi memperburuk dampak dari bencana tersebut.

Terbuka ruang bagi anak-anak untuk mendapat tempat dalam menyampaikan suara mereka sebagai pihak yang dikategorikan sebagai kelompok rentan. Anak-anak tidak saja menjadi obyek edukasi dini tentang evakuasi bencana terutama di daerah rawan tetapi juga penting mendengar mereka dalam upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana yang tepat sasaran serta berpihak pada anak-anak.

“Meski anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan, kami percaya bahwa anak-anak sebagai generasi penerus bisa menyampaikan aspirasi maupun harapan mereka dalam situasi sulit ini. Dalam keterbatasan ruang gerak kita, tidak membatasi ruang aspirasi anak-anak untuk bersuara,“ ungkap Dewi Soeharto, Wakil Ketua Dewan Pembina Yayasan Sayangi Tunas Cilik yang menaungi organisasi anak, Save the Children Indonesia.

Proses partisipasi anak-anak tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no. 36/1990.

"Bencana tidak bisa dihindari, tetapi bisa meminimalisir resikonya. Partisipasi anak sebagai komponen masyarakat sangatlah penting agar upaya pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana dapat lebih berpihak pada anak. Ini adalah bagian koheren dari kampanye #PulihBersama Save the Children," tutup Tata Sudrajat, Deputy Chief Programme Impact and Policy Save the Children.

 

#Changemaker