Cerita Denny Wirawan Selamatkan Batik Kudus dari Kepunahan

Vinsensia Dianawanti diperbarui 24 Agu 2020, 12:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Batik Kudus adalah salah satu jenis batik kuno yang menggambarkan kekayaan budaya dan menjadi warisan bangsa Indonesia. Batik Kudus mengalami masa kejayaan di tahun 1920an hingga 1950an. Karena perkembangan jaman, batik Kudus sempat hampir punah akibat perubahan kota Kudus yang menjadi kota industri.

Para pembatik yang ada di kota Kudus memilih untuk menjadi pekerja pabrik karena dirasa lebih menguntungkan. Pada 2015, Bakti Budaya Djarum Foundation menggandeng Denny Wirawan untuk kembali menghidupkan dan mengembangkan kegiatan membatik di kota Kudus. Kala itu, Denny Wirawan memang berencana untuk membuat sebuah fashion show tunggal.

"Tadinya saya tidak mengenal batik Kudus seperti apa. Mulai mempelajari bagimana dengan batik Kudus tersebut. Asal usulnya, filosofi dan makna. Tidak hanya berhenti di fashion show, tapi juga berlanjut dengan membina pembatik di sana," ungkap Denny Wirawan.

Dari situ, Denny Wirawan mulai mempelajari motif, warna, dan tata letak batik Kudus yang merupakan batik pesisiran. Sehingga memiliki tata warna, motif, dan letak pola yang khas. Motifnya yang beragam pun dipengaruhi oleh masa yang berbeda pada saat itu.

Misalnya ketika Islam mulai masuk ke Indonesia, batik Kudus sangat identik dengan kaligrafi dan batik pinggir yang merupakan pengaruh dari para santri. Selain itu, di abad ke-18 ketika masyarakat Tionghoa masuk ke Indonesia memberikan pengaruh pada motif batik Kudus yang disebut sebagai batik peranakan. Ditandai dengan banyaknya motif flora dan fauna, seperti naga, burung hong, merak, hingga bunga catalya.

 

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Pengaruh masa dan budaya pda motif batik Kudus

Simak mengapa Denny Wirawan memilih batik Kudus dalam koleksinya (Foto: Daniel Kampua/Fimela)

Pengaruh masa tidak hanya terjadi pada bentuk motif. Warna yang muncul pada batik Kudus merupakan warna-warna yang terang, seperti merah, kuning dan ungu.

Selain itu, latar belakang atau isen-isen yang sangat khas dari batik Kudus adalah beras kecer. Gambaran tumpahan beras pada kain ini melambangkan kemakmuran.

Dalam pembuatan koleksinya, Denny Wirawan mengaku bahwa dirinya justru selalu terinspirasi dari motif yang ada pada batik Kudus. Seperti misalnya pada koleksi Wedari yang berarti taman bunga.

Ia menggunakan ragam motif bunga untuk dikreasikan sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah motif yang lebih segar tanpa menghilangkan filosofi dan makna dari motif tersebut.

"Motif-motifnya bisa bercerita. Mempunyai nilai filosofi teramat tinggi dan dalam. Kesulitannya ya itu satu kain batik yang, misalnya ini ada motif merak oleh pembatiknya pasti ada suatu cerrita tersendiri. Kalau saya potong jadi satu baju, bagaimana supaya motif ini tidak terpotong. Cerita di dalam motifnya bisa utuh," kata Denny Wirawan.

Setelah menentukan motif seperti apa yang ingin digunakan, Denny Wirawan baru memikirkan tampilan dan potongan busana seperti apa yang ingin dibuat.

Ketika hendak menghadiri gelaran New York Fashion Week 2016 misalnya, Denny Wirawan menampilkan koleksi Padma. Koleksi ini mengangkat motif dasar isen-isen beras kecer jadi satu koleksi ready to wear yang lebih city look sesuai dengan gaya kota New York.

"Ketika diwawancara media lokal, mendapat satu apresiasi karena mereka juga tidak sangka bahwa ternyata batik bisa dibuat seperti ini. Banyak juga yang tidak tahu batik, setelah dijelaskan proses dan kerumitannya jadi lebih menghargai (batik Kudus). Ternyata bukan proses yanng mudah utk membuat Batik," cerita Denny Wirawan.

 

3 dari 5 halaman

Kerumitan proses membuat batik Kudus

Simak mengapa Denny Wirawan memilih batik Kudus dalam koleksinya (Foto: Daniel Kampua/Fimela)

Denny Wirawan mengakui bahwa proses pembuatan untuk batik Kudus cukup rumit. Mulai dari pembuatan detil yang sangat halus. Di awal, teknik pembatikan yang digunakan masih sangat kasar. Setelah dibina oleh Denny Wirawan dan Bakti Budaya Djarum Foundation, teknik pembatikan yang digunakan semakin baik hingga muncul canting dengan ukuran nol untuk membuat garis yang sangat tipis dan halus.

Denny Wirawan sendiri menyadari bahwa untuk melestarikan batik Kudus harus dibarengi dengan unsur kekinian. Sehingga ia mengambil motif kuno pada batik Kudus untuk dikembangkan lebih kekinian dan modern. Tak jarang, Denny membina para pembatik untuk menggabungkan dua motif sekaligus dalam satu kain dengan menggunakan teknik Ndlorong.

Teknik ini menggunakan garis-garis diagonal pada kain. Setiap lorong yang dibentuk oleh garis diagonal tersebut memuat beberapa motif yang memiliki artinya masing-masing. Untuk membuat kain batik dengan teknik ndlorong ini memakan waktu hingga satu tahun untuk satu kain.

 

4 dari 5 halaman

Kini banyak digunakan sebagai outfit sehari-hari

Simak mengapa Denny Wirawan memilih batik Kudus dalam koleksinya (Foto: Daniel Kampua/Fimela)

Kini, Denny Wirawan cukup bangga dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan batik dan wastra nusantara lainnya sebagai outfit sehari-hari. Terlebih, batik Kudus memiliki desain yang beragam warna namun tetap dalam nuansa yang lembut. Cocok bagi kamu yang lebih menyukai busana bermotif yang tidak terlalu ramai.

"Dengan memakai menjadi cara melestarikan. Dengan memakai berarti kita membeli, membeli berarti kita membanttu artisannya, pembatiknya. Pembatik kalau membatik saja juga tidak berkembang perekonomiannya. Kewajiban kita turut melestarikan dengan memakai. Kalau sekareng, milennial bisa mengikuti tren. Yang lebih edgy," tutup Denny Wirawan.

5 dari 5 halaman