Fimela.com, Jakarta Apa definisi "normal" itu? Kehidupan seperti apa yang bisa disebut normal? Apakah hanya karena berbeda dari orang kebanyakan maka kita akan dianggap abnormal?
Keiko, di usianya yang sudah lebih dari 30 tahun masih bekerja di minimarket. Bukan sebagai pegawai tetap atau manajer, dia hanya bekerja sambilan di minimarket tersebut. Bahkan dia sudah bekerja di minimarket tersebut sejak minimarket tersebut buka untuk pertama kalinya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan Keiko dianggap tidak normal. Semestinya pada usia itu dia sudah menikah atau setidaknya ketika memilih untuk bekerja dia sudah memiliki pekerjaan tetap. Bukan tetap melajang dan malah menjadi pekerja paruh waktu di minimarket. Namun, bagi Keiko kehidupan yang dijalaninya ini adalah kehidupan yang nyaman, tapi dia heran kenapa orang-orang malah meributkan dan menggosipkannya.
Sejak masih kecil, Keiko memang punya cara pandang berbeda. Ada kejadian di masa sekolah yang membuatnya heran dengan sikap orang-orang di sekitarnya. Bahkan ketika dia mencoba mengganti sikapnya, dia masih saja bingung dengan tanggapan lingkungan sekitarnya. Orangtua dan adiknya pun mencoba untuk "menyembuhkan" Keiko. Akan tetapi, Keiko merasa dirinya tidak sakit sehingga dia heran sendiri dengan sikap orang-orang di sekitarnya itu.
Gadis Minimarket
Judul: Gadis Minimarket
Penulis: Sayaka Murata
Alih bahasa: Ninuk Sulistyawati
Editor: Karina Anjani
Editor supervisi: Siska Yuanita
Ilustras cover: Orkha
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Dunia menuntut Keiko untuk menjadi normal, walau ia tidak tahu “normal” itu seperti apa. Namun di minimarket, Keiko dilahirkan dengan identitas baru sebagai “pegawai minimarket”. Kini Keiko terancam dipisahkan dari dunia minimarket yang dicintainya selama ini...
***
Minimarket seakan menjadi dunia paling nyaman bagi Keiko. Keseharian dan rutinitasnya berpusat pada jadwal kerjanya di minimarket. Sebenarnya dia merasa baik-baik saja dengan kehidupannya. Tapi ketika berkumpul dengan teman-teman semasa sekolah, dia seakan dianggap "aneh". Di mata adiknya yang sudah menikah dan punya anak, Keiko masih dianggap sebagai kakak yang "belum sembuh". Sampai ketika Keiko "menyembunyikan" seorang pria di kamarnya, reaksi orang-orang di sekitarnya cukup mengejutkan.
Membaca Gadis Minimarket ini seakan menghadirkan refleksi diri. Apakah karena berbeda maka bisa dicap abnormal? Apakah hidup normal tapi banyak masalah itu jauh lebih baik daripada hidup abnormal tapi baik-baik saja? Perkara pernikahan, apakah menikah bisa menyelesaikan semua masalah sekaligus?
Bagiku diam adalah cara terbaik, seni hidup yang paling rasional untuk menjalani hidup. (hlm. 15)
Andai kehidupan ini punya panduan seperti bagaimana minimarket memberikan panduan kerja kepada para pegawainya, mungkin Keiko tak akan kebingungan dalam bersikap "normal" seperti yang diinginkan oleh banyak orang. Kita pun mungkin terheran-heran dengan reaksi dan sikap orang lain terhadap cara kita berperilaku atau memilih jalan hidup. Misalnya, saat kita memilih untuk bicara seperlunya, orang-orang langsung saja menggosipkan kita kenapa kita sangat pendiam. Padahal yang kita lakukan bukanlah sesuatu yang merugikan orang lain. Kita mencoba menuruti keinginan orang lain tapi ketika kita mengikuti jalan yang disarankan orang lain, kita tetap saja dianggap tidak sesuai dengan "standar" mereka.
Keiko seperti menyuarakan suara hati sebagian perempuan. Seiring bertambahnya usia, kita pun akan dituntut untuk melakuka ini dan itu. Dihakimi dengan berbagai standar dan nilai. Saat ternyata kehidupan kita berbeda dari kebanyakan orang, kita seolah akan disisihkan dan disingkirkan. Kita dianggap beban hanya karena berbeda dari orang-orang lain. Padahal kita tak melakukan kesalahan apa-apa dan kita menjalani kehidupan kita dengan baik-baik saja.
Setelah membaca novel ini, ada perasaan hangat yang mengalir di dalam diri. Bisa jadi yang disebut normal dan abnormal itu hanya perkara persepsi, begitu bukan?
#ChangeMaker