Aku Dianggap Beruntung, Ada Masa Lalu Ayah yang Tak Kuketahui

Endah Wijayanti diperbarui 24 Jul 2020, 10:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.

***

Oleh: NA

Ayah adalah sosok cinta pertama yang tulus dan indah bagi anak perempuannya. Begitu juga dengan aku. Sebagai anak bontot, aku sangat mengagumi ayahku, terlepas kini dia telah menua dan terlihat tak gagah lagi.

Ayahku sangat pandai mengurus rumah. Dia juga membantu ibuku untuk membuat jajanan pasar yang akan dijual keesokan harinya. Beliau cenderung diam, tak banyak bicara. Akan tetapi dia memiliki sikap penyayang yang tak diumbar pada orang lain. Siapa sangka, di balik itu semua hal manis yang kutahu, dia adalah orang yang tak pantas dihormati. Begitulah bagi kakak-kakakku. Juga sepintas pada pikiran ibuku. Sebelum aku lahir, ternyata ayahku bukanlah sosok yang baik dan patut dihormati seperti yang kulihat saat ini.

Aku adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sebenarnya ibu dan ayah memiliki enam anak, tetapi anak pertama meninggal saat bayi, jadilah kami saat ini berlima. Sifat dan sikap ayah yang bertolak belakang kuketahui dari kakak-kakakku. Sejak kecil, mereka selalu berkata padaku bahwa begitu enaknya menjadi diriku. Aku yang masih kecil tidak mengerti maksud ucapan mereka, tetapi semakin besar aku mulai tahu dan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Masa Lalu Ayah yang Kelam

ilustrasi./Photo by Karl Joshua Bernal on Unsplash

Masa lalu ayahku begitu kelam. Dia tidak bertanggung jawab, temperamental, dan mudah menyodorkan tangan untuk memukul. Sewaktu SD, kakakku sempat mengambil uang ibuku untuk membeli buku. Karena sudah lama dia menunggak dan malu pada teman-teman. Keesokan harinya, ternyata ibu membeli tas untuk kakakku karena tas yang ia pakai sudah lusuh dan bolong. Saat itulah kakakku mengaku jika ia mengambil uang tanpa izin. Ayahku yang mengetahui hal tersebut langsung mengambil tas baru milik kakakku dan tas tersebut dirobek hingga tak berwujud. Saat itu kakakku menangis dan meminta ampun, tetapi ayah malah meludahinya dan mencap kakakku sebagai pencuri.

Ibuku sangat lembut. Bahkan aku tidak pernah melihatnya memukul atau memaki seseorang. Saat ibuku melihat semua kelakuan ayah, dia hanya mampu menangis dan memeluk kakakku. Kekerasan semacam itu tak hanya datang satu dua kali. Saat ada suatu tindakan yang kurang pas di hati ayah, dia tak segan-segan untuk menampar dan menyakiti hati dengan kata-kata kasar. Namun, bagaimana pun ibu tetap diam. Kakakku juga tak melakukan tindakan lebih karena mereka menganggap karakter ayah tidak bisa diatasi lagi.

Selain perlakuannya yang menyedihkan pada keluarga, ayahku juga hobi main dan mabuk-mabukan. Dia bahkan sering pulang malam untuk berjudi hingga menghabiskan uang yang ia dapatkan dari bekerja angkut gula. Saat memiliki anak kedua, ibu belum bekerja. Dia menjadi ibu rumah tangga penuh dan sesekali membantu nenek untuk membuat jajanan pasar. Saat itulah ayah terjebak dalam permainan judi. Dia menghabiskan banyak uang hingga tak ada yang tersisa. Kakakku terlihat sangat lusuh dan kelaparan. Bahkan nenekku yang tak kuat melihat kondisi ini selalu mengajak kakakku untuk tinggal di rumahnya. Saat itulah ibuku mulai bangkit dan berusaha untuk menghasilkan uang. Sehingga saat ayah tak memiliki jatah untuk keluarga, ibu masih bisa memberikan makan anaknya. Prinsip itulah yang ditumbuhkan pada anak-anak perempuannya.

Siapa yang dapat mengira jika ayah yang begitu kusayangi karena bersikap tegas tetapi lembut itu ternyata seorang yang sangat keras kepala. Ibu dan kakakku bilang ayah mulai berangsur berubah saat aku lahir. Entah karena beliau sudah bosan berbuat hal buruk atau memang dia begitu bahagia melihatku lahir. Aku sangat dicintai. Beliau sering membelikanku mainan dan makanan enak saat mendapat rezeki. Dia mengurusku dengan sangat baik saat ibu harus ke pasar pagi-pagi. Dia jarang tersenyum, tetapi dia sering memberi perhatian diam-diam. Ditambah, dialah yang mengizinkanku sekolah hingga jenjang universitas. Dia juga yang memberiku semangat agar aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Bahkan, selama ini aku lebih patuh ucapan ayah daripada ibu. Lalu, masa lalu yang seperti itu bagaimana bisa menghinggap padanya?

3 dari 3 halaman

Aku Dianggap Beruntung

ilustrasi./Photo by Italo Melo from Pexels

Sampai sekarang kakak-kakakku selalu berkata, “Kamu itu enak. Semua serba tercukupi dan Bapak tidak pernah kasar padamu. Bersyukurlah kamu lahir sebagai bungsu dan banyak orang menyayangimu." Tentu saja aku bahagia dengan kasih sayang yang kudapat selama ini. Akan tetapi, jika kau terus mendapatkan ucapan-ucapan perbandingan itu, apakah aku bisa benar-benar bahagia? Lagipula, aku juga pernah mendapatkan tindakan buruk dari ayah. Dari ditampar sandal hingga dimaki-maki. Meskipun kuantitasnya tak sepadan dengan kakak-kakakku, tetapi aku juga turut merasakan. Jadi, tidak bisakah mereka berhenti berkata jika aku diistimewakan? Kata-kata tersebut menjadi beban tersendiri bagiku, meskipun terkesan remeh bagi yang lainnya?

Aku sangat menyesal atas tindakan ayah di masa lalu. Namun, aku juga bersyukur ayah bersikap lebih baik setelah aku ada di keluarga ini. Meskipun saat aku mulai beranjak dewasa, sifat ayah di masa lalu mulai terlihat kembali. Bukan tentang mabuk dan judi. Namun lebih cenderung pada pikirannya yang keras kepala dan tindakan-tindakan kasar pada keluarga. Aku mulai melihat bagaimana sosok ayahku di masa lalu. Sejak itu, aku memiliki rasa insecure yang luar biasa, bahkan setelah menikah. Sosok ayah sebagai pahlawan di hidupku mulai luntur secara perlahan. Yang tersisa hanya kenyataan semu bahwa pada akhirnya sifat ayahku di masa lalulah yang telah melekat padanya dari awal hingga sekarang.

Di dunia ini, tidak ada orang yang dapat memilih di keluarga mana mereka akan dilahirkan. Tidak ada yang bisa memutus pertalian darah dalam sebuah lingkaran yang dinamakan keluarga. Seburuk apa pun anggota di dalamnya, sebutan “keluarga” tidak akan pernah berubah. Yang dapat dilakukan hanya menerima dan mencoba untuk bersikap lebih baik. Selain itu, membiarkan takdir dan nasib beriringan mungkin akan menjadi obat untuk luka yang telanjur sakit.

#ChangeMaker