Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
***
Oleh: S
Sekilas, keluarga kami tampak seperti keluarga bahagia. Dan harapan semua orang tentunya begitu. Kami hidup sederhana, dimana ayah seorang abdi negara dan ibu seorang ibu rumah tangga yang harus memutar akal agar kebutuhan tetap tercukupi. Jadilah saat kecil saya sering ikut ibu kulakan pesanan tetangga, atau mengantar kue untuk dijual ke warung-warung sekitar, dan membantu membuat kue-kue pesanan. Sekilas semua tampak baik-baik saja.
Seiring berjalannya waktu, saya merasa ada yang berbeda dalam keluarga ini. Ayah seorang yang perfeksionis dan otoriter. Semua perintah harus dilakukan, semua barang harus pada tempatnya. Kami diharapkan bisa memiliki inisiatif dalam melakukan sesuatu. Dan ibu, adalah seorang yang penurut, pendiam, tidak suka ribut.
Saya merasakan cinta dan perhatian ayah. Ayah suka mengajak jalan-jalan, membonceng sepeda, atau membelikan jajan saat hari gajian. Sebaliknya, ayah sangat keras pada kakak. Sejak kecil ayah menanamkan berjuta harapan pada anak sulungnya. Ayah mengharapkan kakak menjadi anak yang pintar, masa depan cerah, punya profesi gemilang, dan keberuntungan dalam materi, tanpa ayah sadari sikap kerasnya membuat kakak justru tumbuh menjadi pribadi yang minder (karena sering ditekan), pasif (karena sifat otoriter ayah), di sekolahpun kakka termasuk anak yang biasa-biasa saja. Satu kelebihan kakak yang mungkin belum disadari ayah hingga kini, meskipun ayah sering marah, kasar dan menekan, kakak selalu menuruti apa pun yang ayah perintahkan. Dan saat saya kecil ibu begitu takut pada ayah sehingga tidak bisa berbuat apa-apa saat ayah memarahi anak-anaknya.
Saya dan kakak selisih 3 tahun. Ibu ingin sekali menyekolahkan anak di pondok pesantren. Tapi selepas SMP kakak justru disekolahkan di SMU. Saat kakak masuk kuliah, saya melanjutkan SMU sekaligus tinggal di pesantren. Selain keinginan ibu, saya juga ingin menjauh dari suasana rumah yang mulai tidak nyaman. Saat itu saya bersekolah di kota lain, dan melanjutkan kuliah di Bandung lalu bekerja di Semarang. Sementara kakak gagal dalam kuliahnya.
Keluarga yang Mungkin Tak Sempurna
Kini saya telah berumah tangga dan sangat bersyukur mendapat suami yang baik dan perhatian pada keluarga. Sementara kakak seakan menuai apa yang ditanam ayah. Kakak ingin menjadi orang yang sukses tapi belum tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana harus mulai melangkah. Kadang kakak pun menjadi sosok yang temperamen. Sehingga di usia dewasa kakak belum mandiri bahkan masih perlu dibimbing karena kurang kasih sayang dan sering mendapat kekerasan saat kecil. Meskipun keadaan kakak demikian, ibu tetap mendukung dan berusaha mencari solusi agar kakak dapat semangat menjalani hidup dan menciptakan suasana yang menyenangkan untuk mengobati luka-luka batin yang diderita sejak kecil.
Ibu pernah mengungkapkan penyesalannya kenapa dulu diam saja saat bapak memarahi kami, terutama kakak. Kini ibu tumbuh menjadi sosok yang lembut namun kuat, sabar dan berani mengungkapkan pendapat. Saya pun menyesal pernah memiliki perasaan "seharusnya" kakak begini dan begitu. Dari hal sederhana seharusnya selesai kuliah, tidak memberikan rasa takut saat kami didekatnya, bersikap ramah serta tidak pilah pilih pekerjaan.
Hingga saya menyadari semua ada sebab dan akibat. Luka fisik bisa diobati namun luka batin terbawa hingga nanti. Yang kami lakukan saat ini hanya banyak berdoa dan memperbaiki komunikasi dalam keluarga. Kini hubungan kami pun membaik, sedikit demi sedikit kakak mulai dapat bercerita banyak hal pada saya dan ibu, dan tentu masih menjaga jarak dengan ayah.
Namun bagaimana pun, kami menyadari setiap keluarga memiliki suka dan duka. Mendapatkan nikmat dan cobaan. Ada tawa dan tangis yang mengiringi. Dari kisah ayah dan ibu saya belajar bahwa membangun rumah tangga perlu pondasi yang kuat. Cinta kasih, doa-doa yang tak putus serta saling mendukung. Penting bagi setiap orang tua belajar ilmu parenting agar anak-anak yang terlahir memiliki masa kecil yang bahagia dan ikatan yang baik dengan orang tua. Karena kenangan dan didikan di masa kecil menjadi bekal saat dewasa.
Saya pun menyadari keluarga bahagia yang saat ini saya miliki tidak lepas dari doa-doa ibu dan kesabarannya menghadapi ayah. Tidak ada yang sempurna, sehingga sebuah keluarga sebaiknya memang saling melengkapi, memahami dan bertumbuh bersama. Saya percaya hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak, layaknya doa-doa yang saling mengamini. Jika doa-doa itu belum terkabul, mungkin ia layaknya anak tangga, yang harus terus kita naiki hingga sampai ke tujuan.
#ChangeMaker