Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
***
Oleh: Tiara Oktaviani
Aku berasal dari pulau Bangka. Pulau yang identik dengan kerupuk, seafood, dan pesona pantainya dengan air kebiruan yang sangat menyejukkan mata memandang. Aku terlahir dari keluarga kecil yang sederhana dan bahagia. Di rumah, kami hanya tinggal berempat yaitu ibu, ayah, adik, dan aku. Ayah yang paling cepat emosi dan keras kepala tapi bertanggung jawab dan penyayang. Ibu yang cerewet dan suka mengatur tapi pemaaf dan pengasih. Adik yang childish, sedikit egois, dan pintar di bidang akademis.
Di sini, sosok adik kandungku satu-satunya itulah yang ingin kuceritakan. Aku yang lahir tiga tahun lebih dulu dituntut untuk selalu mengalah meskipun terkadang sifat adik yang egois dan terkesan perfeksionis membuatku kesal. Mengingat waktu dulu ketika masih kecil terkadang membuatku tersenyum sendiri. Aku yang mudah tersinggung dan adik yang kekanak-kanakan sering sekali bertengkar karena hal-hal sepele dan membuat orang tua kami marah.
Aku ingat, sewaktu masih duduk di bangku SD, sama seperti anak SD lainnya, kami sering memperebutkan hal-hal yang tidak begitu penting seperti remote TV, makanan, dan mainan. Bahkan tidak jarang kami saling melempar dan membanting barang-barang pribadi sebagai luapan kemarahan kami. Bahkan adik pernah menendangku hingga kepalaku terbentur lemari dan berdarah. Seperti biasa, jika itu terjadi maka mamalah yang paling dibuat pusing. Kami seperti kucing dan anjing yang meskipun saling menyayangi tapi tak pernah akur.
Menginjak usia remaja, adik sepertinya senang sekali meniru apa pun yang kulakukan bahkan apa pun yang kupakai. Sebagai contoh, dia memakai bedak dan parfum dengan meerk yang sama denganku. Makanan dan minuman favorit yang sama denganku. Bahkan memiliki hobi menulis yang sama denganku. Tapi satu hal yang membuatku takjub adalah dia memiliki impian yang sepertinya jauh lebih besar dariku.
Satu kalimatnya yang tidak akan pernah bisa kulupakan adalah ketika mama dan para tetangga mengatakan bahwa, “Seorang anak gadis, kuliah tinggi pun percuma kalau ujung-ujungnya masuk dapur juga,” dan adikku mengatakan, “mMungkin perkataan itu memang benar tapi ketahuilah bahwa dapur orang berpendidikan jauh berbeda dengan orang yang tidak berpendidikan.”
Ayah yang mengetahui keinginan adik untuk menempuh jalur perguruan tinggi pun sempat bertanya apakah dia lebih memilih untuk kuliah atau biaya kuliahnya diganti dengan membangun sebuah rumah baru untuk kami karena terus terang rumah yang saat itu masih kami tempati sudah tidak layak huni lagi. Aku masih ingat betul kalau waktu itu dengan berat hati adik mengatakan kalau dia merelakan uang tabungan papa untuk membangun sebuah rumah baru untuk kami. Kupikir dengan bicara seperti itu dia sudah tak berniat lagi untuk kuliah. Ternyata dugaan kami salah. Aku sempat membaca di buku hariannya bahwa dia masih memiliki keinginan untuk kuliah. Adikku berusaha menutupnya rapat-rapat dari kami semua.
Kerja Keras Adik
Lulus dari SMK, dia langsung mencari kerja. Selama satu tahun bekerja di sebuah toko pecah belah dan setiap hari menabung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Adikku sangat hemat dan bahkan terkesan pelit. Diam-diam, aku dan papa berniat untuk menyekolahkan adik ke perguruan tinggi. Dengan tabungan yang tersisa, kami mendaftarkan dia ke salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Adik sangat gembira dengan rencana ini.
Tapi masalah lain pun muncul di saat itu. Bagai petir di siang bolong, kami sangat terkejut begitu mendengar bahwa mama divonis menderita penyakit kista yang cukup ganas dan harus segera dioperasi demi keselamatan nyawanya. Tante dari Jakarta bahkan menyarankan agar uang untuk mendaftarkan adik ke perguruan tinggi dipakai untuk biaya pengobatan mama. Gaji yang tidak seberapa dan himpitan hidup yang semakin berat membuatku mengiyakan. Meskipun dalam hati, apa pun yang terjadi kuliah adik tidak boleh ditunda lagi tahun ini karena dia sudah menundanya selama satu tahun untuk bekerja mengumpulkan uang semester.
Tapi aku tahu Tuhan tak pernah tidur. Doa dan usaha telah membawa kami pada satu titik cerah. Seolah mendapatkan keajaiban, papa yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh harian, mendapatkan begitu banyak job dan penyakit mama pun semakin hari semakin membaik. Dan pada akhirnya, kami berhasil mendaftarkan adik ke salah satu universitas swasta di Jakarta jurusan Ilmu Komunikasi. Dia mendapatkan beasiswa 40% karena lulus tes dari universitas tersebut. Kami sangat senang atas pencapaiannya.
Di awal-awal semester, adik sudah menunjukkan bakatnya. Dia meraih IPK di atas 3,5. Suatu prestasi yang membanggakan mengingat cibiran dari tetangga maupun saudara-saudara dari pihak papa yang selalu bilang kalau anak gadis kuliah itu percuma. Tapi adikku tersayang, ketahuilah bahwa ini bukanlah akhir. Malah menurutku ini merupakan awal. Dan kau sudah mengawalinya dengan sangat baik.
Meskipun masih terlalu dini untuk bilang kalau, “Kau membuatku bangga,” disadari atau tidak, aku kakakmu satu-satunya yang tidak pernah akur denganmu sedari kecil, selalu membanggakanmu di depan teman-temanku. Sejujurnya, jauh sebelum kau menyampaikan keinginanmu untuk kuliah, aku sudah terlebih dulu berniat untuk itu tapi karena keterbatasan biaya dan rasa sayangku padamu serta memang harus kuakui kalau otakmu yang memang jauh lebih encer dariku, maka dengan berat hati kuputuskan untuk mengalah.
Segala harapan serta cita-citaku berlabuh di dalam dirimu. Aku tak tahu apa yang kau cita-citakan untuk masa depanmu nantinya. Satu hal yang aku tahu, kau tahu yang terbaik untuk hidupmu dan memang selalu menjadi yang terbaik. Teruslah berjuang dan jadilah pemenang.
P.S: tulisan ini saya persembahkan untuk adik saya, Wawa. I want to see you on top. Keep fighting and shining!
(Sun Flower, 10 Juli 2020)
#ChangeMaker