Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
***
Oleh: Irhayati Harun
Salah satu kakak lelakiku pergi untuk selama-lamanya. Rasa kehilangan yang menyakitkan itu kembali menghampiri. Rasa yang mampu menenggelamkanku ke dalam arus deras hidup tanpa harapan, di saat satu persatu anggota keluarga terenggut dari kehidupan. Hilang dan kembali ke haribaan Tuhan dengan cara tragis dan meninggalkan sebentuk trauma mendalam. Andai satu kehilangan meninggalkan sebuah lubang trauma di hatiku, maka ada banyak lubang kini yang terbuka menganga.
Pertama kehilangan kakak sulungku yang merupakan anak kebanggaan keluarga termasuk bagi Mande. Anak yang begitu istimewa menurut Mande karena sedari kecil selalu mengukir prestasi hingga akhirnya bisa mendapatkan beasiswa keluar negeri. Namun di saat hidup Uda yang kami banggakan mencapai puncak kejayaannya, monster itu seenaknya merenggutnya.
Setelah sebelumnya dia juga merenggut Uda (abang) keduaku yang dikenal sangat dermawan dan ramah semasa hidupnya, hingga diriku dan begitu banyak orang menangis menatap jasadnya. Bahkan ketika hendak dimakamkan, berduyun-duyun teman, kaum kerabat mengerubunginya. Begitu juga orang-orang yang hendak menshalatinya di masjid, berebut tempat hingga penuh sampai keluar halaman. Seolah-olah mereka tak ingin melewatkan hari terakhir bersama sebelum dimakamkan. Dan korban berikutnya Mande (ibu) yang sangat kami sayangi dan kagumi. Mande sosok yang luar biasa bagi kami karena ketabahannya merawat sebelas orang anak di tengah kesulitan ekonomi.
Kerap kusesali, mengapa Tuhan tak pernah mencegah di saat "monster" itu datang mengunjungi satu persatu orang yang kucintai? Lalu membawa mereka pergi dengan cara yang tak ingin kami ingat seumur hidup karena begitu menyakitkan. Monster yang telah meninggalkan bekas trauma dihatiku dan keluargaku, hingga kecemasan dan ketakutan selalu menggelayutiku. Ya monster yang sedikitpun tak mengenal rasa cinta saat sudah berhadapan dengan korbannya. Mengapa oh mengapa? Sang Pemilik hidup tak mengulurkan pertolongan dan keajaiban-Nya di saat monster itu telah semena-mena menyakiti dan mengambil paksa orang-orang terbaik dikeluargaku.
Pernah tiba-tiba di suatu pagi aku tersentak kala sebuah bisikan menenangkanku, “Kamu harus ikhlas kehilangan keluargamu, karena mereka sudah tenang di alam sana. Surga telah menanti mereka karena apa yang mereka alami telah menggugurkan dosa-dosa mereka.”
Memaknai Kehilangan
Namun, aku tetap mengutuk waktu dan tidak terima akan kehilangan bertubi-tubi yang menimpaku. Menyesali diri dan merasa bersalah adalah perasaan yang teramat dalam kurasakan, selain rasa kesedihan yang melemahkan hatiku. Mengapa harus mereka? Ibu dan kakak-kakakku? Bukan orang lain. Tanya itu terus terngiang di benak ini.
Rasa cemas pun mendera bila mengingat kematian itu sangat dekat pada keluargaku. Sebuah wujud berupa ketakutan yang amat sangat menjelma. Beranggapan bahwa suatu hari akankah diriku juga akan meninggal karena monster bernama kanker itu? Bahkan hingga kini diri ini selalu berat untuk melangkah ke makam almarhum ibu dan ketiga kakak lelaki itu. Membuat rasa cemas itu kian besar menghinggapi. Kalau sudah begitu, rasa pesimis dan semangat hidupku pun menurun drastis.
Kini kucoba terus belajar ikhlas dan semakin mendekatkan diri pada yang Kuasa, karena kusadari setiap orang pasti kembali pada-Nya. Siapalah aku ini yang tak pernah rela keluargaku direnggut satu persatu. Padahal mereka termasuk diriku adalah milik-Nya. Untuk apa lagi semua kesedihanku ini? Sedangkan daun yang jatuh saja tak pernah membuat pohon bersedih. Ia akan tergantikan dengan daun-daun yang baru.
#ChangeMaker