Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
***
Oleh: A
Aku bungsu dari dua bersaudara. Aku dan Abang besar dan tumbuh di keluarga yang menyenangkan. Masa kecil kami pun berjalan baik-baik saja. Aku menjadi bungsu yang sangat dekat dengan Abang, ya karena kami hanya dua bersaudara. Selisih kami pun tidak terlalu jauh. Selisih hanya tiga tahun.
Saat usia kami tidak lagi kecil, sering di pergaulan kami disangka sepasang kekasih. Aku dan Abang memang kompak. Saling mendengar dan selalu berbagi satu sama lain. Aku selalu tahu siapa saja perempuan yang dekat dengan Abang, dan perempuan-perempuan itu pun berujung menjadi teman baikku. Ketika hubungannya tidak berhasil dengan Abang, mereka akan tetap menjadi kakak sekaligus teman bagiku. Ya, memang seperti itulah aku.
Namun kehidupan kami berubah sejak Abang memutuskan menikah. Selama bertahun-tahun menjadi adiknya, aku tidak pernah merasa benci atau pun kesal dengannya. Namun, kali ini berbeda karena aku merasa dikhianati oleh kakakku sendiri.
Abang memutuskan menikah dengan temanku sendiri. Saat mereka PDKT mereka tidak pernah memberitahuku. Tiba-tiba saja Abang mengatakan akan menikahi temanku itu. Kesal, karena sebagai adiknya aku tidak pernah diberi tahu sama sekali. Yang semakin membuatku marah, bagaimana Abang memutuskan menikahi perempuan yang sama sekali belum pernah ia temui. Hanya karena ia teman adiknya, bukan berarti selalu baik untuknya kan?
Aku tidak menyapa Abang di hari pertunangannya. Aku tahu raut khawatir mama dan papa, melihat perubahan sikapku. Padahal selama sebulan aku membantu mempersiapkan acara pertunangannya, maka seluruh keluara seakan mengamini aku baik-baik saja dengan rencana pernikahan ini. Aku pun membantu memesankan cincin hingga belanja keperluan seserahan untuk acara pertunangan.
Berusaha Baik-Baik Saja meski Terluka
Aku selalu menemami temanku yang akan menjadi kakak iparku itu, sebagai pengganti Abang. Setiap kali bertemu aku berusaha baik-baik saja. Tetap tersenyum. Menganggap semua tidak masalah. Padahal setiap selesai bertemu aku selalu menangis, mencaci bahkan mengucapkan hal buruk lainnya. Sekesal dan sebenci itu aku pada perempuan itu.
Selama mempersiapkan pernikahan Abang kadang terlintas pikiran mengapa Abang tidak pernah bertanya pendapatku tentang perempuan yang akan dinikahinya? Bukankah aku adiknya? Mengapa Abang tidak pernah meminta maaf padaku? Segitu besarkah pengaruh perempuan itu kepada Abangku sehingga membuatnya terasa asing bagiku.
Hari ini 5 tahun Abang menikah dengan teman yang akhirnya aku panggil "Mbak". Perasaan sakit hati karena dikhianati masih ada. Aku masih menunggu permintaan maaf Abangku dan mungkin dari perempuan itu. Aku sering berandai-andai. Seandainya, waktu itu aku bisa menjadi lebih egois dan berkata lantang untuk menolak perempuan itu, mungkin keadaannya akan sedikit berubah. Mungkin aku tidak akan merasa sesakit ini.
Lima tahun aku berusaha baik-baik saja, dan keluargaku tidak ada yang pernah bertanya bagaimana perasaanku. Kadang aku berpikir keluarga pasti saling mengerti, ternyata mereka adalah sosok paling asing saat aku memiliki masalah. Apakah memang menjadi bungsu itu tidak boleh egois?
#ChangeMaker