Latihan Memperbanyak Syukur, Batin Jadi Lebih Tenang

Endah Wijayanti diperbarui 02 Jul 2020, 11:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Mengubah kebiasaan lama memang tidak mudah. Mengganti kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik pun kadang butuh proses yang tak sebentar. Membuat perubahan dalam keseharian dan hidup selalu memiliki perjuangannya sendiri. Melalui Lomba Change My Habit ini Sahabat Fimela berbagi kisah dan tulisannya tentang sudut pandang serta kebiasaan-kebiasaan baru yang dibangun demi hidup yang lebih baik.

***

Oleh: Revi Flow

Orang tua bijak mengatakan bahwa batin yang baik akan membuat hidup lebih damai dan berkualitas. Ungkapan ini diamini banyak orang yang meyakini pun diusahakan oleh banyak orang yang mempercayai. Lebih lanjut di tengah hiruk pikuk rutinitas keseharian dan tuntutan peradaban melahirkan kebiasaan-kebiasan toxic yang tanpa disadari menjadi tabiat baik perilaku maupun batin.

Tabiat batin yang insecure ketika mendengar komentar-komentar jahat. Tabiat batin yang ketakutan ketika tidak bisa memenuhi standar. Tabiat batin yang senantiasa gelisah oleh suatu hal yang sederhana. Hal ini lama-lama menjadi candu kebiasaan yang tak diinginkan serta alamiah terkeluarkan karena memang sudah terbiasa seperti itu.

Inilah cerita saya berjuang 14 hari menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi tabiat saya untuk hidup yg lebih positif. Hal yang saya lakukanlah sederhana dimulai dengan mengendalikan keluhan lalu saya paksa untuk berungkap syukur walaupun hati saya meronta. Pernah dengar istilah fake it until you make it? Kebiasaan berucap syukur yang terpaksa lama-lama menjadi kebiasaan bahwa mensyukuri segala hal adalah menenangkan.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Berlatih Bersyukur

ilustrasi./Photo by Indrian Potret on Unsplash

Hal sederhana ini berefek luar biasa terutama ketika saya akhirnya menyadari bahwa hati saya menjadi lebih lapang. Pandangan saya yang menganggap bahwa setiap permasalahan pada akhirnya akan berlalu tapi sikap batin yang baik memudahkan dan mendamaikan. Saya juga lebih alamiah mancari kebaikan-kebaikan daripada keburukan-keburukan berfokus di situ.

Hal ini memang tidak serta merta sekonyong-sekonyong berubah dari insecure menjadi secure, dari gelisah menjadi gembira ataupun lebih menjadi diri sendiri daripada memenuhi standar.  Ini lebih ke titik bahwa menahan keluh menjadi bersyukur membuat ketika lebih menghargai ketidaksempurnaan hidup sebagai bagian dari hidup. Lebih mencintai kekurangan dan menerima keberagaman. Menahan keluh dan mengucap syukur adalah mantra kehidupan yang baik yang bisa dirapal berulang kali untuk menjadikan batin yang tenang.

Tantangan terbesar adalah godaan, "Benarkah aku bisa menahan keluh?" atau "Aku ingin mengeluh sebagai uangkapan ekpresi melegakan bukan sok tenang dan sok positif." Lalu pada akhirnya terpilihlah mengucap syukur menahan keluh lebih banyak dan sering itu membuat perbedaan yang bermakna.

#ChangeMaker