Ini Alasan Indonesia Darurat UU Penghapusan Kekerasan Seksual

Febi Anindya Kirana diperbarui 01 Jul 2020, 16:50 WIB

Fimela.com, Jakarta Baru-baru ini kabar tentang ditariknya rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020 membuat gundah banyak pihak, apalagi perempuan. Dengan alasan waktu yang terbatas, rancangan undang-undang ini harus diundur.

Namun setiap orang harus tahu bahwa pengesahan RUU PKS seharusnya segera disahkan karena banyak hal, salah satunya adalah Indonesia menjadi negara yang paling bahaya untuk kaum perempuan.

Sebuah penelitian yang dilakukan perusahaan ValueChampion yang berbasis di Singapura menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara kedua yang paling berbahaya untuk para perempuan di antara negara-negara Asia Pasifik, setelah India.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Indonesia jadi negara bahaya buat perempuan

ilustrasi kekerasan perempuan/copyright by Jacob Lund (Shutterstock)

Menurut perusahaan riset ValueChampion, semua negara darurat ini memiliki akses di bawah rata-rata terkait perawatan kesehatan, lemahnya undang-undang tentang keselamatan perempuan, dan buruknya akses ke sumber daya yang memberikan pertolongan pada korban dan ketidakadilan secara keseluruhan.

Peneliti menyebutkan, "Terlepas dari intervensi pemerintah dan upayanya memberlakukan undang-undang yang melindungi keselamatan perempuan, sikap patriarki yang mengakar kuat karena kepercayaan budaya maupun agama menyebabkan perempuan takut menuntut kesejahteraan yang setara dibandingkan negara-negara lainnya."

ValueChampion menggunakan data dari berbagai sumber, termasuk United Nations (UN) Human Development Index, Global Peace Index, dan World Bank & United States (US) State Department. Datanya bisa saja tidak sempurna karena lebih banyak korban yang tidak melaporkan kasus yang dialaminya.

Di Indonesia, survei pemerintah tahun 2016 menemukan bahwa sekitar 33% perempuan berusia antara 15-64 tahun telah mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Lebih buruk lagi, ketika menjadi korban para perempuan cenderung disalahkan.

Dengan diskriminasi yang selalu diterima perempuan, semakin besar keengganan perempuan mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya.

#ChangeMaker with FIMELA