RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Ditarik dari Prolegnas Prioritas DPR 2020

Ayu Puji Lestari diperbarui 01 Jul 2020, 09:37 WIB

Fimela.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) memang menempuh jalan panjang. Deretan nama korban pun semakin panjang, namun DPR belum juga pengesahkan RUU PKS ini. Sejak diinisiasi 2017 lalu, hingga kini RUU PKS belum juga disahkan.

Mirisnya, dalam Rapat Evaluasi Prolegnas Prioritas 2020, Komisi VII DPR justru memilih untuk menarik Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Seperti dilansir dari merdeka.com (30/6) Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi membenarkan, penarikan RUU PKS merupakan permintaan dari Komisi VIII berdasarkan hasil rapat bersama Baleg.

"Ya itu hak Komisi VIII. Nah, pimpinan Komisi VIII menyatakan menarik RUU PKS dari daftar prolegnas prioritas,” ujar Baidowi, kepada merdeka.com (30/6).

Selain Komisi VIII, Baidowi menyebutkan bahwa ada beberapa komisi lagi akan menarik RUU yang sudah masuk ke daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020, walaupun hasilnya belum resmi.

“Belum resmi. Ada beberapa komisi narik dan Kamis ada raker,” ungkapnya.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Alasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Harus Disahkan

Kekerasan perempuan/unsplash victorien

Berdasar CATAHU 2020, pada tahun 2019 tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Terdapat 1419 kasus dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR), unit yang yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk menerima pengaduan korban. Dari 1419 pengaduan, 1.277 merupakan kasus berbasis gender dan tidak berbasis gender 142 kasus. Data kekerasan yang dilaporkan mengalami peningkatan signifikan sepanjang lima tahun terakhir.

Banyaknya kasus pelecehan seksual inilah yang menjadi alasan mengapa RUU PKS harus segera disahkan. Selain itu, korban kekerasan seksual seringkali tidak mendapatkan perlakuan yang baik, ramah dan layak ketika berhadapan dengan hukum. Kebanyakan dari korban kekerasan seksual adalah perempuan dan anak. Prosedur hukum untuk menangani kedua kelompok ini dianggap belum optimal dan berpihak pada mereka. Untuk itulah RUU PKS berupaya memperjelas langkah-langkah yang tepat untuk menangani kasus kekerasan seksual. Penanganan berupa pencegahan, upaya hukum, dan pemulihan.

Pencegahan dengan edukasi mengenai apa itu kekerasan seksual, bentuk-bentuknya dan tindakan yang dilarang hukum. Kemudian upaya hukum adalah upaya menyelesaikan kasus dengan legal, sesuai prosedur dan berpihak pada korban. Pemulihan adalah segala upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri, harkat dan martabat korban.

Jadi, butuh berapa korban lagi hingga RUU PKS ini disahkan?