Fimela.com, Jakarta Mengubah kebiasaan lama memang tidak mudah. Mengganti kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik pun kadang butuh proses yang tak sebentar. Membuat perubahan dalam keseharian dan hidup selalu memiliki perjuangannya sendiri. Melalui Lomba Change My Habit ini Sahabat Fimela berbagi kisah dan tulisannya tentang sudut pandang serta kebiasaan-kebiasaan baru yang dibangun demi hidup yang lebih baik.
***
Oleh: Budi Rahmah Panjaitan
Bukan hal yang mudah untuk memulai suatu hal baru yang lebih baik. Butuh renungan yang mendalam, pikiran yang jernih ataupun situasi yang memang benar-benar bersahabat. Namun di ceritaku kali ini, aku ingin berterima kasih pada keadaan. Sesuatu yang telah lama membelengguku bisa kulepaskan dariku. Itu semua tanpa kurencanakan. Hanya saja memang Tuhan baik padaku melalui keadaan ini.
Aku seorang anak kampus yang kuliah di kota besar. Aku orangnya cukup mudah bergaul dan tidak suka kesendirian. Aku akan selalu mencari teman, mencari kesenangan apapun caranya. Aku tidak pernah pilih-pilih teman. Semua aku anggap sama saja. Namun, sikapku itu tidak bisa dianggap benar. Aku mulai terjerumus ke lingkungan yang benar-benar hedonis dan hura-hura. Aku seakan menemukan kesenangan yang semuanya berbau indahnya duniawi. Pulang dari kampus, aku dan teman-teman satu geng langsung menuju mal dan menghabiskan waktu di sana. Hampir tidak ada hari tanpa ke mall. Makan, karaokean, nonton, belanja sudah menjadi kebiasaan aku dan teman-temanku.
Hingga di suatu titik, aku merasa down karena melihat nilaiku yang anjlok. Aku tidak pernah mengalaminya di masa-masa sekolah. Apalagi aku terbilang murid yang pandai dan kreatif. Aktif di berbagai kegiatan sekolah dulunya. Ya, aku langsung terpikir bahwa ini semua karena ulahku yang sudah gila. Aku tidak fokus belajar lagi. Aku hanya sibuk memikirkan jadwal ngumpul bareng teman-teman dan apa yang akan dilakukan supaya bisa bersenang-senang.
Mungkin seperti orang kebanyakan, di saat sadar, aku langsung ingin berubah. Tapi, tunggu dulu. Itu tak semudah yang terbayangkan. Melepaskan diri dari orang-orang yang sudah menjadi teman dekatmu, melepaskan diri dari kebiasaan bersenang-senangmu. Oh, sekali lagi tak mudah. Tentu tidak semudah menuliskan rencana masa depan. Saat itu, yang kulakukan adalah menjauh dari mereka. Dan kau tahu apa yang terjadi? Mereka marah dan akhirnya aku merasakan kesepian, ada rasa bersalah, bimbang dan ujung-ujungnya depresi.
Kebiasaan Baru Mengubah Depresiku
Tak berselang lama, virus corona menghantam negeri ini. Semua orang dirumahkan. Tak terkecuali aku dan keluagaku. Saat itu aku memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Bertemu keluarga yang kucintai. Aku masih bersama depresiku. Namun tidak ada satupun yang tau. Dalam diam kadang aku menggigit bibirku karena bingung tentang apa yang sudah kuperbuat.
Namun Tuhan amat baik. Hari-hariku di rumah membawa penyembuhan bagi depresiku. Setiap pagi keluargaku selalu mengajakku olahraga keliling kompleks, setelah itu makan bersama di bawah pohon rindang di halaman rumah. Dilanjutkan dengan pembagian tugas sana sini yang tidak memberiku ruang untuk meratapi masalahku. Aku selalu dilibatkan tentang apapun itu. Hal sekecil apapun itu. Aku merasa hariku sangat berarti.
Setiap pukul 4 sore, kami sekeluarga akan masak bersama, semua diberi tugas masing-masing, saling melempat candaan satu sama lain. Malam harinya kami sekeluarga duduk di ruang tamu untuk mengadakan permainan ala keluarga yang serunya tak bisa kubantahkan. Sungguh, sekarang aku tak tahu di mana depresi itu. Hilang semuanya dengan kebiasaan baru ini. Tidak sulit ternyata untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik.
Cukup temukan lingkungan yang membuatmu menjadi lebih baik dan membuatmu merasa berharga. Aku menemukan itu pada keluargaku. Keluargaku bagaikan psikiater alami untuk diriku yang sedang dalam masa-masa depresi yang sulit kuungkapkan. Tanpa bicara banyak, mereka merangkulku dan menyuguhkanku kebahagiaan.
#ChangeMaker