Fimela.com, Jakarta Mengubah kebiasaan lama memang tidak mudah. Mengganti kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik pun kadang butuh proses yang tak sebentar. Membuat perubahan dalam keseharian dan hidup selalu memiliki perjuangannya sendiri. Melalui Lomba Change My Habit ini Sahabat Fimela berbagi kisah dan tulisannya tentang sudut pandang serta kebiasaan-kebiasaan baru yang dibangun demi hidup yang lebih baik.
***
Oleh: Afifah Meliana Wati
“Suatu saat, raga kita pasti akan terpisah. Itulah yang dinamakan proses kehidupan. Lahir, tumbuh-berkembang, lalu kembali pada Sang Pencipta. Yang harus kamu tahu, perasaan dan hati tidak akan pernah terpisah walaupun raga tak lagi di tempat yang sama. Suatu saat, jika kamu ingat tentangku jangan lagi menangis. Tetaplah menjadi perempuan kuat dan percayalah bahwa kita akan bersama kembali dalam suatu rumah yang indah. Jangan lupakan salat dan selalu hormati ayah.” Itulah perkataan almarhumah ibuku tujuh tahun yang lalu. Perkataan yang mampu mengubah sudut pandangku akan segala hal. Perkataan yang mampu mengubah diriku hingga menjadi aku yang sekarang.
14 tahun yang lalu. Tahun di mana ibuku meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Tahun di mana masalah-masalah baru datang dan pergi silih berganti. Ada saja masalah keluarga yang menerpa keluargaku. Semenjak itu, aku berpikir bahwa hidup ini tidak adil. Tanpa sadar aku mulai menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi. Aku mulai lebih menyukai kesendirian. Aku tidak menyukai orang-orang yang peduli padaku. Aku sering merasa iri ketika melihat teman-temanku dimarahi ibunya, mendapatkan pelukan ketika sakit, membawa bekal buatan ibunya, dan mendapat pujian ketika berhasil melakukan sesuatu. Itulah segelintir alasan mengapa aku harus menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi padaku.
Tanpa kusadari, aku yang dikenal sering menghadiri TPA di masjid, sering melaksanakan salat Magrib di masjid, secara perlahan-lahan mulai meninggalkan kebiasaan itu baik itu. Aku menjadi orang yang lebih ambisius. Berusaha selalu meraih predikat terbaik di semua hal. Hubungan dengan ayah terasa monoton. Tidak ada lagi candaan di dalam rumah. Walaupun tinggal dalam satu atap, hanya ada perkataan “ya” dan “tidak” yang keluar dari mulutku.
Mengubah Sikap
Butuh waktu lama sampai aku mampu mengubah sikapku. Titik balik itu, baru kudapatkan selepas tujuh tahun kepergian ibu. Saat aku berada dalam masa tidak bisa memendam semua sendiri. Saat itu aku memang orang yang ambisius dan penyendiri. Namun aku bukan seorang yang anti sosial. Aku memiliki seorang sahabat yang benar-benar menganggapku orang yang paling berharga.
Di tengah kekalutan, aku pelan-pelan mulai menceritakan apa yang selama ini kualami dan kurasakan. Setelah itu aku mulai sedikit lebih terbuka kepada orang lain. Hari demi hari berlalu. Dan dalam tidurku, aku bertemu dengan ibu. Dalam mimpi itu beliau mengucapkan kalimat-kalimat yang membuat mata dan hatiku terbuka.
Setelah itu aku mampu melihat bahwa ayahku adalah seorang yang taat agama. Aku mampu melihat kerja keras ayah yang harus mengurusku sendirian. Aku mampu melihat diriku sendiri yang terlalu tak acuh terhadap sekeliling. Ya, mulai saat itu aku paham bahwa kunci dari masalah yang kuhadapi adalah menerima. Menerima apa yang telah terjadi. Menyadari bahwa kisah ini adalah milikku yang paling berharga. Aku mulai bisa memaafkan keadaan dan memaafkan hal-hal yang selama ini kuanggap buruk. Pelan-pelan aku mulai kembali melakukan kebiasaan lamaku mengunjungi masjid, bercanda dengan ayah, dan menjadi pribadi yang lebih terbuka.
#ChangeMaker