Saat Suami Membuat Masalah, Aku Berjuang Tegar demi Buah Hati Tercinta

Endah Wijayanti diperbarui 30 Mei 2020, 13:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya kisah atau kesan tak terlupakan terkait bulan Ramadan? Atau mungkin punya harapan khusus di bulan Ramadan? Bulan Ramadan memang bulan yang istimewa. Masing-masing dari kita pun punya kisah atau pengalaman tak terlupakan yang berkaitan dengan bulan ini. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam My Ramadan Story: Berbagi Kisah di Bulan yang Suci ini.

***

Oleh: Nadya Khairatun H

Bulan Ramadan selalu punya makna istimewa buatku. Bukan hanya istimewa dari segi ibadah, tapi juga pengalaman hidup. Pepatah bilang, semua akan berlalu kecuali kenangan. Begitu juga denganku. Beberapa tahun yang lalu di bulan Ramadan, harapanku membangun keluarga bahagia sirna. Si dia memutuskan untuk mengakhiri semuanya dan menikah dengan orang lain. Tahun berikutnya di bulan Ramadan pula aku berkenalan dengan pria yang kemudian menjadi suamiku dan tepat di bulan Ramadan Allah berikan kejutan manis bagiku. Kejutan berupa kepercayaan mengandung si buah hati setelah tiga tahun berjuang untuk dua garis biru. Namun bukan hidup namanya jika mulus-mulus saja tanpa masalah.

Tahun ini, nuansa Ramadan terasa lebih berbeda. Mungkin tagar yang sering digaungkan di berbagai media tersebut benar adanya. Pandemi Covid-19 mengguncang tatanan hidup dunia dan membuat semua keadaan berbeda. Sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lainnya langsung terdampak. Di mana-mana diberlakukan social distancing (jaga jarak sosial) bahkan lockdown untuk mencegah penularan Covid-19. Efeknya segera meluas dan dirasakan semua kalangan masyarakat.

Masyarakat diimbau belajar dan bekerja dari rumah saja. Acara wisuda kelulusan siswa maupun mahasiswa yang sudah dirancang sesempurna mungkin pun harus dibatalkan atau diubah menjadi wisuda virtual. Begitu juga dengan resepsi pernikahan atau hajatan lainnya ada yang memilih ditunda atau virtual agar tak ada kontak fisik. Sektor ekonomi juga paling terasa. Banyak pelaku usaha yang memilih gulung tikar karena usahanya jadi sepi peminat. Pemasukan kian berkurang namun pengeluaran makin besar. Tapi betapa pun besar rasa sedih dan kecewa kita, tetap ada alasan untuk bersyukur. Bersyukur punya waktu lebih banyak bersama keluarga jika dulunya sibuk bekerja. Bersyukur bisa belajar keterampilan hidup yang lain selama di rumah. Bahkan bersyukur karena rasa peduli dan berbagi dengan sesama pun kian meningkat.

2 dari 3 halaman

Meresapi Makna Sabar dan Syukur

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Bagiku Ramadan tahun ini juga terasa sangat berbeda. Ada badai kehidupan yang lain, badai yang kembali mengguncang perahu rumah tanggaku. Suami terancam dipecat dari institusinya dengan alasan melakukan kejahatan (yang bahkan tidak bisa dibuktikan kebenarannya), sehingga mengakibatkan dia dipenjara. Alhasil momen Ramadan bahkan lebaran tahun ini kulalui berdua saja dengan anak tanpa kehadirannya.

Tidak cukup sampai di situ, masalah lain pun muncul silih berganti. Mulai dari laporan orang-orang kalau suamiku main judi dan punya utang yang membuat aku lunglai karena nominalnya yang cukup besar. Rumahku juga didatangi rentenir untuk menagih utang suami, karena uang yang telah dipinjam suami telah beranak-pinak bunganya. Nama baikku jadi taruhan, belum lagi rasa malu pada tetangga karena berulang kali didatangi pihak penagih utang.

Sungguh demi Allah, jika bukan karena iman, rasanya aku tidak bisa belajar ikhlas dan sabar. Aku tidak habis pikir, kenapa suamiku yang dulu di awal pernikahan begitu baik menjadi berubah. Pantas saja sikapnya berubah menjadi mudah marah. Beberapa malam setelah kepergian suami, aku mengalami insomnia (sulit tidur). Malam demi malam Ramadan kuhabiskan dengan memperbanyak tilawah sambil bermunajat kepada-Nya. Setidaknya hal tersebut menguatkan kalau aku tak sendiri, ada Allah yang selalu bersamaku. Terkadang aku bertanya, dosa apa yang telah aku perbuat sehingga Allah memberikan ujian yang betul-betul menguji keikhlasan dan kesabaranku. Namun cepat aku istighfar, tak layak rasanya aku mengeluh. Bukankah jika Allah berikan rezeki aku juga tidak bertanya, “Kenapa harus aku?”

3 dari 3 halaman

Ujian dalam Rumah Tangga

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Media sosial semakin jarang aku lirik, aku takut kian baper melihat kemesraan rumah tangga orang lain yang dipamerkan melalui foto. Aku takut menjadi hamba yang lupa bersyukur di tengah gempuran ujian yang datang bertubi-tubi. Tidak jarang aku juga merasa sedih melihat si kecil yang sedang tidur. Namun dukungan keluarga dan teman-teman bantu menguatkanku. Aku berhusnudzon bahwa Allah sangat sayang kepadaku. Allah beri ujian ini agar kembali mengintropeksi ibadah dan kehidupan rumah tanggaku.

Aku pun sadar bahwa tidak ada rumah tangga tanpa ujian. Mungkin ujian dari pasangan hidup (sepertiku), ekonomi, atau bahkan sang buah hati yang tak kunjung hadir. Aku bersyukur masih punya harta yang sangat berharga, anak yang pintar dan menggemaskan. Teman terbaikku menjalani hari-hari ke depan. Aku juga bersyukur selama ini juga bekerja, sehingga tidak terlalu bergantung kepada suami secara finansial.

Akan selalu ada alasan agar kita tetap bersyukur. Jika ada masalah, tugas utama kita hanya menghadapinya dan biarkan Allah yang mengatasinya. Aku yakin akan selalu ada hikmah yang besar di balik ujian yang melanda begitu juga dengan rumah tanggaku. Banyak hal yang dulunya “abu-abu” menjadi lebih terang sekarang. Setitik ujian yang Dia berikan, bukankah ada segunung karunia yang terkadang kita lupakan. Apa pun yang terjadi, bersyukurlah!

"Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 216)

#ChangeMaker