Pandemi Ini Menguji Kesabaran dan Melatih Kita Menumbuhkan Harapan

Endah Wijayanti diperbarui 26 Mei 2020, 09:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya kisah atau kesan tak terlupakan terkait bulan Ramadan? Atau mungkin punya harapan khusus di bulan Ramadan? Bulan Ramadan memang bulan yang istimewa. Masing-masing dari kita pun punya kisah atau pengalaman tak terlupakan yang berkaitan dengan bulan ini. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam My Ramadan Story: Berbagi Kisah di Bulan yang Suci ini.

***

Oleh: Nur Asiyah

Ramadan telah tiba. Kali ini suasana yang melingkupinya sangat berbeda dengan Ramadan sebelumnya. Baik dari segi keadaan dalam skala kecil maupun skala besar. Juga bagi saya. Keadaan begitu berbeda baik di rumah maupun dalam negeri tercinta.

Tahun ini saya melalui bulan suci dengan suami dan seorang bayi mungil. Ditambah, pandemi Covid-19 belum juga mereda. Mungkin ada perempuan yang merasakan hal yang sama seperti saya di luar sana. Merasakan pengalaman baru sekaligus yakni memiliki keluarga kecil di tengah bulan suci, juga bertahan di rumah saja selama pandemi.

Tentu kita merasakan begitu banyak perbedaan di Ramadan ini. Jika Ramadan tahun lalu saya masih mendengar anak-anak berkeliling untuk membangunkan saya yang masih tidur untuk sahur, sekarang saya hanya mendengar suara seorang bapak melalui mikrofon masjid. Ramadan tahun lalu juga masih penuh dengan sajian takjil. Setiap sudut jalan terdapat pedagang dadakan yang menjual aneka minuman dan camilan lezat seperti kolak, rujak buah, kurma, gorengan, dsb. Saya ingat, saya sering membeli kurma dan gorengan untuk menemani buka puasa saya. Namun, saat ini terkesan jarang. Bila pun ada, tentu mereka melakukannya karena saat ini ekonomi sedang turun dan tidak ada pilihan selain nekad.

Suatu waktu suami pergi ke bank. Di perjalanan dia melihat seorang nenek menjual kolak ubi dan pisang. Sang nenek memakai masker dan membungkus tangan dengan plastik seadanya. Dengan niat tulus suami mendekat untuk membeli dagangan beliau. Di balik tindakan nenek yang berani ke luar rumah, pasti ada harapan untuk bisa mengumpulkan pundi-pundi rezeki. Saya pribadi masih merasa khawatir untuk keluar rumah. Untuk beli takjil di jalan raya desa saja saya was-was. Sebisa mungkin saya tetap di rumah karena tidak ada hal yang begitu mendesak untuk saya harus ke luar. Jika pun nanti saya harus ke luar rumah, sudah pasti masker dan hand sanitizer adalah perisai andalan saya.

Kini, salat Tarawih di rumah ibadah juga tidak menjadi sebuah kegiatan yang 100% aman dan menyenangkan. Ramadan sebelumnya saya kerap melaksanakan salat Tarawih dengan keistimewaan rakaat yang begitu banyak. Ditambah, usai Tarawih ada ibu-ibu yang tadarus sementara beberapa anak menyalakan kembang api di halaman masjid. Sekarang keadaan sepi. Hanya beberapa orang yang melaksanakan tarawih di masjid. Berbekal sajadah dan masker yang mereka siapkan dari rumah, mereka beribadah pada Allah Yang Maha Pengasih sembari berdoa untuk kebaikan bersama.

Begitu banyak hal yang dikorbankan saat ini. Tradisi sahur on the road, berburu takjil, buka bersama, salat tarawih, tadarus Quran di masjid, dll. Segalanya menjadi berbeda dan terasa asing. Meskipun begitu, saya tetap bersyukur karena Allah memberi perintah ibadah tanpa memberatkan umat-Nya. Sehingga kami bisa menjalankan ibadah dengan tulus dan tanpa keraguan yang berarti. Tetap di rumah saja dan Allah pasti mengerti apa yang dilakukan oleh hamba-Nya.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Banyak Doa yang Teruntai

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Di bulan Ramadan ini, banyak doa yang teruntai. Doa untuk diri sendiri, keluarga, dan negara Indonesia. Doa yang saya panjatkan lebih dari Ramadan sebelumnya, karena saat ini dunia dilanda cobaan yang menguras rasa sabar dan mengguratkan banyak rasa putus asa.

Sedihnya, saat saya berusaha untuk menjaga diri dan orang lain dengan berada di rumah saja, malah banyak pihak yang meremehkan hingga menerjang semua anjuran yang telah ditetapkan. Tentu tidak masalah jika memang memiliki alasan yang jelas. Namun, bagaimana dengan orang-orang yang tak memiliki landasan pasti. Melakukan aktivitas di luar karena diserang rasa jenuh dan pola pikir yang mulai menganggap enteng sebuah bencana non-alam. Pihak seperti ini tidak bisa dibenarkan begitu saja. Sebenarnya mereka telah merugikan diri sendiri dan orang sekitar.

Bukankan bulan Ramadan ini merupakan bulan yang sangat baik untuk beribadah pada-Nya? Untuk memanjatkan doa juga mengumpulkan kesabaran sebelum semuanya benar-benar membaik. Lalu mengapa masih banyak orang yang mengumbar rasa egonya?

Terkadang, rasa sabar memang sering berlawanan dengan perasaan bosan, lelah, dan putus asa. Akan tetapi, bukan berarti kita mengempaskan semua fakta jika saat ini kita dalam keadaan waspada terhadap pandemi yang terjadi. Semakin kita lalai dan menganggap apa yang dilakukan selama ini adalah hal remeh. Saat itulah harapan semakin luntur. Dengan adanya bulan Ramadan ini, semoga harapan semakin terlihat dan mendekat. Bukan hanya dengan doa dan ingin semata. Namun, juga usaha nyata agar apa yang kita nantikan tercapai segera.

Lindungi diri Anda dan keluarga hingga harapan benar-benar ada di depan mata. Semoga pandemi ini lekas terselesaikan. Semangat!

#ChangeMaker