Kesulitan Mencari Pendapatan di Tengah Pandemi, Tetap Berjuang demi Ibu Tercinta

Endah Wijayanti diperbarui 28 Apr 2020, 09:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Mengubah rutinitas di tengah panedemi virus corona ini memang tidak mudah. Mengatasi rasa cemas dan was-was pun membuat kita tak nyaman. Kita semua pun berharap semua keadaan akan segera membaik. Melalui Lomba Share Your Stories: Berbagi Cerita tentang Pandemi Virus Corona ini Sahabat Fimela berbagai cerita dan harapannya di situasi ini. Langsung ikuti tulisannya di sini, ya.

***

Oleh: Marissa

Sebelum pandemi melanda, aku adalah perempuan yang mungkin hanya menghabiskan waktu sekitar 6-8 jam saja selama weekdays di rumah. Itu pun hanya terpakai untuk berbincang ringan dengan ibu di rumah, selebihnya untuk beristirahat. Hal itu dikarenakan aku bekerja selama office hours, dan dilanjutkan part-time mengajar sampai malam hari.

Sebelumnya aku akan memperkenalkan diri. Aku adalah anak ke-1 dari satu bersaudara atau biasa dikenal dengan sebutan anak tunggal. Dan orangtuaku juga tunggal. Sejak usiaku 2 tahun, ibuku kehilangan ayahku dan kami hidup hanya berdua. Ibuku berjuang sedemikian rupa hingga aku bisa bersekolah sampai tamat diploma. Berkat ibu, aku bisa mendanai kuliah sarjanaku sendiri karena sambil bekerja. Inilah awal mengapa aku mengambil freelance mengajar privat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari rumah dan mendanai operasional kuliahku saat itu. Kemudian, karena performa mengajarku dinilai amat baik, aku masih tetap mengajar sampai sekarang.

Saat ini, aku bekerja di salah satu instansi negeri di Jakarta. Awalnya, saat aku pindah ke instansi ini, aku ingin berfokus dengan pekerjaanku saja karena pasti akan lelah sekali jika tetap disambi mengajar. Namun, siswa-siswaku tidak mau pergantian guru sehingga orangtua mereka memintaku tetap untuk mengajar walau agak malam. Aku sungkan dan terharu. Akhirnya aku menuruti keinginan siswa-siswaku.

Aku mengajar di empat rumah berbeda. Siswaku bervariasi mulai dari yang SD sampai dengan SMA. Sepulang bekerja, sekitar jam 6 sore aku berangkat menuju rumah siswaku dan sampai di sana kira-kira jam 7 malam. Durasiku mengajar dua jam per siswa. Kadang dalam satu rumah ada dua sampai tiga kakak beradik yang les sehingga aku seringkali pulang larut malam sampai jam 12 dini hari. Awalnya aku merasa kelelahan namun karena hasilnya sangatlah lumayan untuk memenuhi kebutuhan aku dan ibuku sehari-hari, aku tetap menjalaninya dengan senang hati. Ibuku adalah seorang penderita diabetes melitus, sehingga kebutuhan obat-obatannya juga harus menjadi prioritasku.

2 dari 3 halaman

Tetap Berjuang Sebaik-baiknya

Bersama ibu./Copyright Marissa

Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya Covid-19 menyapa negara kita. Perlahan-lahan aktivitas harus kuhentikan demi menjaga kesehatan. Mengingat orangtuaku sudah berusia di atas 60 tahun dan memiliki penyakit diabetes, aku sangat khawatir jika aku menjadi carrier bagi orangtuaku. Jadi aku benar-benar menjalankan social distancing. Beruntung, kantorku memberlakukan WFH sehingga kemungkinanku untuk terpapar virus juga semakin kecil. Namun di sisi lain, jumlah pendapatanku berbanding terbalik dengan harga bahan-bahan pangan di pasar yang kian melonjak.

Gajiku dipotong 30% oleh kantor. Tabungan juga kian menipis. Rasanya sedih sekali ketika ibu bertanya apakah bisa makan daging di sahur pertama. Tentu saja aku iyakan. Kubelikan daging sapi walau hanya setengah kilogram. Aku berbohong, aku bilang daging sapinya tinggal setengah kilogram, sudah habis terjual. Lirih hatiku mendengar jawaban ibuku yang berkata, “Tidak apa-apa, Nak. Yang penting Ibu bisa masakin kamu rendang seperti waktu kamu masih sekolah.” Nyaris aku menangis. Tetapi aku tersenyum di depannya dan memeluknya. Sedikit dilematis bagiku, karena sebenarnya masih ada beberapa orangtua siswa yang memintaku untuk datang ke rumah mereka agar membantu anaknya mengerjakan tugas sekolah yang begitu menumpuk. Tetapi aku menyampaikan bahwa aku khawatir menjadi carrier bagi ibuku di rumah. Akhirnya, orangtua siswa-siswaku tersebut memberikan solusi.

Mereka memberikan aku link classroom kemudian memintaku mengerjakan tugas-tugas anaknya. Sebenarnya sebagai pengajar, hatiku lirih. Karena menurutku tidak ada ilmu yang akan diserap oleh siswa-siswaku. Aku merasa bersalah. Tetapi karena permintaan mereka, akhirnya kujalani pekerjaan itu. Namun, mungkin karena hanya membantu dari rumah sehingga tidak memerlukan transportasi, fee yang diberikan tidak sampai separuh dari fee yang biasa kuterima. Tetapi tetap sangat amat kusyukuri karena dapat memberikan aku tambahan penghasilan. Semoga pandemi ini segera berlalu agar ekonomi keluargaku dan jutaan keluarga lainnya di luar sana kembali normal.

3 dari 3 halaman

Cek Video di Bawah Ini

#ChangeMaker