Fimela.com, Jakarta Makanan adalah kebutuhan pokok manusia. Itu berarti, manusia tidak bisa bertahan hidup tanpa makanan. Kendati demikian, pada kenyataannya, masih banyak orang yang menyia-nyiakan makanannya hingga menjadi sampah. Padahal, menurut riset yang dilakukan oleh International Food Policy Research Institute (IFRI) di Washington DC, Amerika Serikat, di Indonesia ada 22 juta penduduk kelaparan. Ironis, bukan?
Omong-omong soal sampah makanan, tahukah kamu bahwa sampah makanan juga sama berdampaknya bagi lingkungan? Seperti fakta yang diungkap oleh Ayu Saraswati, Community Leader dari Komunitas Surplus.
"Sampah makanan yang menumpuk, menghasilkan gas metana yang berbahaya bagi lingkungan, bisa sampai merusak lapisan ozon di atmosfer Bumi kita. Jika lapisan ozon rusak, maka fungsinya untuk menstabilkan suhu di Bumi akan terganggu. Apa yang terjadi jika suhu Bumi tidak stabil? Hal tersebut akan memengaruhi perubahan iklim yang kita semua tahu bahayanya untuk Bumi kita. Kejadian longsornya TPA Leuwigajah beberapa tahun silam adalah contoh bahaya dari gas metana yang dihasilkan oleh sampah organik, sampah makanan termasuk salah satunya. Tumpukan sampah itu meledak karena akumulasi gas metana di dalamnya," jelas Saras saat dihubungi oleh Fimela lewat surat elektronik.
Lantas, apa, sih, Komunitas Surplus itu? Kok tiba-tiba bicara tentang sampah makanan? Lebih lanjut, Ayu Saraswati atau yang akrab disapa Saras ini menjelaskan Komunitas Surplus adalah komunitas yang bergerak untuk melawan food waste. Komunitas garapan Muhammad Agung Saputra tersebut mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap masalah food waste dan bersama-sama menjalankan solusinya untuk mengurangi food waste.
Selain ingin membangun awareness masyarakat dan wadah masyarakat berbagi pikiran tentang isu lingkungan, Komunitas Surplus juga ingin menjadi wadah bagi komunitas lokal lain yang memiliki visi misi yang sama yaitu upaya untuk menciptakan lingkungan yang sustainable.
"Kami juga ingin mewujudkan Sustainable Development Goals (SDG) nomor 2 yaitu zero hunger, nomor 12 yaitu responsible production and consumption, dan nomor 13 yaitu climate change. Hal tersebut menjadi acuan kami untuk membantu masyarakat dan lingkungan agar tercipta keharmonisan di antara keduanya melalui program kegiatan dan kampanye yang kami miliki," imbuh perempuan kelahiran 1996 ini.
Didirikan pada 16 Februari 2020, komunitas ini juga membuat sebuah aplikasi bernama Surplus yang mendukung kegiatan serta rencana mereka ke depan. "Surplus menjual makanan berlebih di penghujung hari atau menjelang resto hendak tutup dengan diskon 50 persen. Jadi, merchant tidak selalu menyediakan stok setiap harinya. Ide di balik aplikasi ini adalah untuk mengurangi food waste, sebab ada banyak restoran yang akhirnya buang makanannya karena nggak habis terjual," ujar pemilik zodiak Aquarius ini.
Komunitas Surplus Buat Aplikasi
Didirikan pada 16 Februari 2020, komunitas ini juga membuat sebuah aplikasi bernama Surplus yang mendukung kegiatan serta rencana mereka ke depan. Di aplikasi tersebut, Komunitas Surplus bekerja sama dengan beberapa restoran di Jakarta untuk menjual makanan yang tidak laku di penghujung hari.
"Di Aplikasi Surplus, kami menjual makanan berlebih di penghujung hari atau menjelang resto hendak tutup dengan diskon 50 persen. Jadi, merchant tidak selalu menyediakan stok setiap harinya. Ide di balik aplikasi ini adalah untuk mengurangi food waste, sebab ada banyak restoran yang akhirnya buang makanannya karena nggak habis terjual," ujar Saras alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini.
Seperti komunitas pada umumnya, komunitas yang berbasis di Jakarta ini memiliki kegiatan online dan offline untuk mengedukasi anggota dan masyarakat. Di antaranya adalah kegiatan Sunday Zero Food Waste saat car free day dan donasi bulanan berupa berbagi beras untuk masyarakat yang kurang mampu.
"Untuk online, kami ada kegiatan sharing di fitur FORUM Aplikasi Surplus. Kalau di forum, bisa sharing tips atau pengetahuan misalnya tentang food waste, zero waste lifestyle, atau sharing resep masakan juga ada pilihannya. Selain itu juga memfasilitasi user untuk berbagi makanan yang berlebih dan masih layak untuk dikonsumsi dan user lain bisa ambil makanan tersebut kalau memang lokasinya terjangkau," kata Saras.
Menurut Saras, siapa saja bisa bergabung bersama Komunitas Surplus dan menjadi bagian dari komunitas yang ingin mengubah kebiasaan buruk membuang makanan ini. "Siapa saja bisa bergabung di komunitas surplus, tidak ada syarat dan tidak ada batasan-batasan tertentu. Kami akan sangat senang dan sangat terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung untuk menyuarakan visi misi yang sama ataupun bagi yang ingin belajar," ungkap Saras.
Memotivasi dan mengedukasi masyarakat untuk bijak mengonsumsi makanan adalah concern Komunitas Surplus. Lebih lanjut, Saras mengungkapkan beberapa tips untuk setiap orang agar bisa menerapkannya.
"Takar porsi makanan, tidak perlu malu kalau mau take away makanan dari tempat makan yang tidak habis, sampai di rumah bisa dimakan lagi. Atau kreasikan makanan berlebih yang ada jadi menu makanan yang lain. Dan kalau memang ada makanan berlebih yang masih layak dikonsumsi, bisa juga diberikan kepada orang yang membutuhkan," ungkap perempuan kelahiran bulan Februari ini.
Saras berharap suatu hari komunitas garapannya ini bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas lagi. Tidak hanya di area Jakarta, tetapi juga wilayah Indonesia lainnnya. "Saya juga berharap komunitas surplus bisa membantu masyarakat dan negara Indonesia untuk mengurangi sampah makanan dan kegiatan-kegiatan yang diadakan secara online maupun offline bisa memberikan dampak dan berkat untuk sesama," tandas Saras.