Fimela.com, Jakarta Judul: A Heart in a Body in the World, Sebentuk Hati di Raga yang Fana
Penulis: Deb Caletti
Penerjemah: Jimmy Simanungkalit
Penyunting: Lulu Fitri Rahman
Penyelaras Aksara: Mery Riansyah
Perancang Sampul: Anastasia Bisenty
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Apa yang Annabelle Agnelli rasakan selain rasa bersalah? Malu, kesedihan, penyesalan, tanggung jawab---semua jenis rasa bersalah.
Pernahkah kau begitu merasa bersalah hanya karena bersikap sopan, manis, dan ramah kepada seseorang? Seakan semua hal buruk yang terjadi akibat kau begitu sulit berkata tidak pada seseorang.
Maka yang Annabelle bisa lakukan hanya berlari. Dari Seattle ke Washington DC. Sejauh 4.300 km. Melintasi jalur gunung dan pinggiran kota, dari jalan panjang yang sepi hingga kota-kota terpelajar. Untuk mengenyahkan bayangan si Perenggut yang selalu muncul.
Annabelle hanya ingin berlari. Merasakan otot kakinya yang terbakar, jantungnya yang berdetak kencang, tumit yang melepuh. Karena sejauh apa pun ia berlari, si Perenggut akan selalu menghantui.
Melalui hari baik dan buruk, Annabelle terus berlari. Ke garis finis. Menunggu saat ia bisa merasakan hal lain selain rasa bersalah.
***
Seseorang bisa mengambil sebuah keputusan besar atau melakukan hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya setelah mengalami kejadian yang meninggalkan trauma mendalam. Menghapus ingatan akan sebuah tragedi mengerikan tampak mustahil untuk dilakukan. Namun, selalu ada cara untuk bisa menyembuhkan luka meski butuh waktu yang tidak sebentar.
Annabelle Agnelli, setelah mengalami sebuah tragedi yang sangat mengguncang hidupnya di Seattle memutuskan untuk berlari melintasi Amerika Serikat. Dari Seattle hingga Washington DC, ia berlari. Berbagai jalur ia taklukkan. Rasa sakit yang menjalar di lutut dan kakinya pun ia biarkan begitu saja. Ia terus berlari. Ada hal yang ingin ia hapus dari ingatannya. Ada sosok yang ia juluki si Perenggut yang ingin ia hilangkan dari benaknya.
“Annabelle takut mendengar musik, juga membaca buku. Musik dan buku mampu membangunkan emosi. Keduanya membuat perasaan bangkit, bergermuruh, hancur, dan terkadang itu berbahaya. Namun, musik juga dapat membuat kau bangkit, bergermuruh, dan menghancurkan ketika diperlukan.” (hlm. 185)
Sepanjang perjalanan Annabelle ditemani oleh Grandpa Ed. Grandpa Ed walau kadang menyebalkan menjadi orang yang bisa membuat hari-hari yang dilalui Annabelle lebih berwarna. Dalam perjalannya berlari, Annabelle mendapat sorotan. Sosoknya dikenal banyak orang melalui media sosial. Bahkan sampai terjadi penggalangan dana.
Membaca awal novel ini mungkin agak terasa lambat. Masih menebak-nebak dengan apa yang sebenarnya terjadi dan dialami oleh Annabelle. Yang paling misterius adalah sosok si Perenggut. Annabelle terus saja teringat akan sosoknya. Siapa dia sebenarnya? Apa yang dia lakukan sampai membuat hidup Annabelle tampak hancur berkeping-keping?
“Jantung kecoak memiliki dua belas hingga tiga belas bilik, tersusun berurutan. Jika salah satu bilik tidak berfungsi, hewan itu hampir tidak menyadarinya.” (hlm. 256)
Walau awal cerita terasa agak lambat, tapi selipan fakta-fakta menarik dari beberapa bagian bab novel ini menjadi selingan yang cukup menghibur. Mulai dari fakta soal jantung hati, kisah cinta di masa lalu, hingga soal kecoak. Selain itu, sosok Grandpa Ed juga memberi warna tersendiri dalam novel ini. Bahkan dalam perjalanan menemani Annabelle, Grandpa Ed bertemu seseorang yang memberi perubahan besar dalam hidupnya.
“… alasanku melakukan ini… bukan untuk menyuarakan sesuatu yang besar. Aku hanya ingin menyuarakannya untuk diri sendiri. Untuk… berdamai dengan diri sendiri.” (hlm. 267)
Ketika sosok misterius si Perenggut terungkap dan tragedi yang dialami oleh Annabelle terkuak, rasanya ada kesedihan yang begitu mendalam yang akan kita rasakan. Tak pernah terbayangkan jika kita di posisi Annabelle, pasti tak mudah untuk bisa tampak baik-baik saja. Tragedi tersebut tak akan pernah terlupakan seumur hidup. Bahkan mungkin akan menghantui setiap malam yang dilalui. Namun, Annabelle berusaha melakukan hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk tidak kalah atau menyerah dalam melanjutkan hidup.
Memaafkan orang lain yang telah jelas-jelas merusak hidup kita jelas tidak mudah. Kita pun tak bisa memutar waktu dan memperbaiki keadaan. Bahkan kita tak punya daya untuk mencegah sesuatu terjadi di masa lalu. Meskipun begitu, kita bisa selalu menemukan cara terbaik untuk berdamai dengan diri sendiri. Walau tidak mudah dan butuh waktu yang tidak sebentar, berdamai dengan diri sendiri setidaknya bisa memberi kita energi baru untuk menjalani hidup ke depannya dengan lebih tegar.
What's On Fimela
powered by
#ChangeMaker