Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.
***
Oleh: Novita Prima
Ketika mengetahui sendiri debt collector dari perusahaan fintech mengintimidasi dan mencecar ancaman membabibuta, tidak hanya pada orang yang berutang namun juga pada kawan di lingkup kerjanya, kerabat, dan keluarga, hal itu membuatku ngeri sendiri. Memang para debt collector tersebut berbuat seperti itu bukan atas kehendak hatinya sendiri melainkan karena tuntutan profesi mereka, ya tapi aku pribadi seringkali dibuat ngeri bercampur prihatin melihatnya.
Soal kengerian bagaimana detilnya para debt collector itu menagih, aku yakin sudah banyak sekali yang mengetahuinya. Soal keprihatinan lebih tertuju ke bagaimana korban jeratan pinjaman online yang ditawarkan aplikasi fintech ini harus bertahan pada situasi yang benar-benar menjatuhkan mental, memperburuk nama baik, dan merusak ketentraman hidup.
Debt collector dari perusahaan fintech ini tak segan menghubungi semua kontak yang terdaftar di nomor ponsel orang yang berutang, tidak cukup itu saja bahkan media sosial pun menjadi sasaran untuk melempar ancaman. Pinjaman yang tak seberapa pun bila meleset tenggat bayarnya akan semakin melambung nilainya bertambah dengan bunga yang tak masuk akal nilainya. Pinjaman online yang pada mulanya tampil sebagai penyelamat malah berbuntut menjadi perangkap yang menjerat. Siapa pun dan kapan pun jika tidak berhati-hati dan cermat dalam menerapkan gaya hidup yang dijalani tentu berpeluang penuh masuk dalam jeratan menakutkan berbalut kemudahan dan iming-iming pinjaman tanpa anggunan tersebut.
Sebuah pitutur Jawa yang berbunyi, “gemi, nastiti lan ngati-ati” yang berarti hemat, cermat, dan berhati-hati, kuyakini betul maknanya dan kuterapkan dalam keseharianku bukan semata-mata untuk menjalankan sebuah pitutur saja, melainkan juga sebagai bentuk kecintaanku pada diriku sendiri dan bentuk syukur atas segala usaha dan kerja keras yang kulakukan. Pitutur tersebut tepat sekali dijadikan pedoman untuk mengatur keuangan. Ketika kondisi keuangan stabil dan teratur, bukan tidak mungkin kenyamanan dan ketentraman diri dapat terpenuhi dan itu adalah sebentuk penghargaan dan kecintaan atas diri sendiri.
What's On Fimela
powered by
Bijak Mengatur dan Memakai Keuangan
Gemi yang berarti aku harus hidup hemat dan sedapat mungkin harus menabung tidak hanya untuk mengisi pos dana tak terduga saja melainkan juga harus menyisihkan untuk tabungan, meskipun jumlah yang masuk dalam pos tabungan ini masih jauh dari angka yang besar, tak masalah, bukankah semua hal yang besar selalu bermula dari yang kecil? Begitu juga dalam menyisihkan sejumlah dana untuk keperluan tabungan ini, aku pun memulai dengan jumlah yang kecil namun kuusahahkan untuk konsisten dan berkelanjutan.
Tidak mudah memang untuk bisa tertib menjalankannya. Banyak godaan dan halangan yang siap mengacaukan. Nah, sebisa mungkin aku meminimalisir keadaan ini, sebab aku begitu menyayangi diriku, maka aku tidak akan membiarkan diriku hidup dalam ketakutan dan ketidaktenangan, aku akan memberikan kenyamanan dan ketentraman pada diriku sehingga dapat lebih produktif dalam bekerja, berkarya dan memberikan manfaat untuk sesama. Jika semua hal itu mampu kuberikan untuk diriku secara langsung kebahagiaan akan meliputiku.
Lalu bagaimana caranya agar aku dapat meminialisir sejumlah pengeluaran tidak penting dan godaan yang siap mengacaukan? Hal yang paling utama tentu saja dengan mengatur kuantitas jalan-jalan ke pusat perbelanjaan dan lebih mengedepakan kebutuhan daripada keinginan. Biasanya bila tidak ada hal yang amat kuperlukan, aku tidak akan pergi ke pusat perbelanjaan.
Selain itu, aku akan sangat selektif menerima ajakan kawan untuk makan atau hangout sepulang kerja atau di saat akhir pekan tiba. Tidak perlu gengsi, sungkan menolak, dan memaksakan diri bila kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan, mengatakan tidak pada saat yang tepat bukanlah suatu kesalahan, bagiku justru itu merupakan sebentuk respek dan kecintaan pada diriku sendiri. Toh, nantinya jika kondisi keuanganku morat-marit atau defisit sebelum tiba waktu gajian berikutnya, aku sendiri yang akan menanggung akibatnya. It’s better to say no to respect myself.
Bagian terpenting berikutnya selain gemi (hemat) adalah nastiti lan ngati-ati (teliti, cermat dan berhati-hati). Contoh kecilnya begini, di antara banyaknya aplikasi dompet virtual dan marketplace yang berlomba-lomba memberi promo diskon, cashback, program pay later, dan banyak lagi hal-hal menarik yang ditawarkan, bagiku wajib hukumnya untuk timbang pilih dulu sebelum memutuskan akan memakai aplikasi yang mana. Kadang memang kelihatannya aku jadi orang yang picky banget, tapi itu tidak masalah yang penting baik untuk ke depannya. Hal ini memang terlihat sepele, namun kalau aku tidak menerapkan ini dengan komitmen penuh bisa saja di kemudian hari perilaku konsumtif akan menjangkitiku.
Bukannya Pelit
Orang lain bisa saja menilai perilaku ini sebagai perangai orang pelit, but I am not worried about that, the one who knows me well is only myself, dan kembali lagi pada pernyataanku sebelumnya, “Toh, bila nanti kondisi keuanganku mora-marit, amburadul, bukan orang lain yang menerima akibatnya melainkan aku sendirilah yang pusing tujuh keliling mengatasinya.”
Justru dengan menerapkan pepatah gemi, nastiti, lan ngati-ati sebagai cara untuk mencintai diriku dan mengapresiasi kerjakerasku, aku dapat menyisihkan sejumlah dana untuk tabungan, untuk asuransi pendidikan anak-anakku, untuk liburan, dan untuk melakukan hal-hal yang kusenangi, misalnya untuk membeli beberapa buah buku dan memberi diriku sendiri hadiah saat aku berhasil menyelesaikan suatu project atau ketika aku berulang tahun. Aku menganggap itu sebagai penghargaan atas diriku. I need to treat and appreciate myself because I deserve it.
Dengan segala daya upaya dan kerjakeras yang kulakukan sungguh tidak patut jika aku hanya menghambur-hamburkan hasil kerjaku tanpa perilaku dan pemikiran yang bijak. Sekali saja aku larut dalam jebakan kemudahan fintech, gaya hidup yang salah, dan perilaku konsumtif lainnya, saat itulah aku mengkhianati kerjakerasku sendiri, saat itulah aku menipu diriku sendiri, dan yang paling buruk adalah saat itulah aku berhenti mencintai diriku sendiri. Bagaimana tidak, semua kemudahan itu akan melenakan, membuat lupa daratan dan saat itulah aku membahayakan kehidupanku sendiri.
Hidup memang tidak melulu tentang uang dan mencintai diri sendiri pun tidak selalu memerlukan uang, namun ada baiknya selalu bijak membelanjakan dan memakai uang serta segala hasil kerjakeras yang kita punya. Hidup tenang dan nyaman tanpa banyak memikirkan cicilan dan wishlist yang macam-macam, aku rasa akan lebih indah dijalani. If it is about perspective, this is my perspective to love myself more.
#ChangeMaker